#6

531 65 29
                                    

Keesokan paginya, Jevan dengan wajah cemberut duduk diam di kursi makan sambil memperhatikan ibunya menyiapkan sarapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan paginya, Jevan dengan wajah cemberut duduk diam di kursi makan sambil memperhatikan ibunya menyiapkan sarapan. Dagunya ia tumpukan di atas kedua tangannya yang dilipat di meja. Tadinya ia berniat membantu, tetapi ibunya itu—lagi-lagi—menolak dengan alasan "kelamaan, mending kamu duduk aja tungguin sampe mateng." Alhasil, Jevan jadi gabut nontonin orang masak.

Terdengar suara bel rumah berbunyi sekali. Kalau Jevan terka sih, paling itu tetangganya. Mana ada orang yang bertamu sepagi ini.

"Bukain pintunya, Jev!"

Laki-laki itu langsung berdiri ke arah pintu depan rumahnya. Saat dibuka, ia menemukan perempuan cantik yang lebih pendek darinya berdiri di depan pintu masih dengan setelan piyamanya.

Perempuan itu tersenyum lebar. "Pagi, Jevan. Bundanya ada, kan?"

"Pagi, Kak. Bunda ada di dalem, Kak, gimana?"

"Aku mau pesen kue niatnya."

"Oh, gitu. Yuk, Kak, masuk aja. Bunda lagi masak soalnya."

Keduanya berjalan masuk beriringan menghampiri Riska yang sedang sibuk di balik kompor.

"Pagi, Tante. Aduh maaf banget aku ganggu ya, Tan, dateng pagi-pagi gini?"

Riska yang agak terkejut langsung menengok ke arah sumber suara. "Eh, Riana, Tante kira siapa tadi. Ada apa, Ri?"

"Ini, Mamah mau pesen kue buat nanti malem tapi mendadak banget barusan baru bilang. Kira-kira bisa nggak, Tan?"

"Oh ... bisa, bisa. Tapi Tante sambil masak gak apa-apa ya?"

"Iya, Tan, gak apa-apa banget."

"Jevan kamu tolong catetin pesenan Riana, ya?"

"Okay, Bun."

Tadinya perempuan bernama Riana itu hendak langsung pamit setelah Jevan selesai menuliskan daftar pesanan ibunya, tetapi ibunda Jevan tiba-tiba mencegahnya dan malah memberi gestur pada perempuan itu untuk mendekat ke arahnya. "Ri, kesini bentar, deh!"

Riana menurut, ia menghampiri wanita yang beberapa tahun lebih muda dari ibunya itu. "Kenapa, Tan?"

Dari tempatnya berdiri, Jevan melihat ibunya membisikkan sesuatu yang membuat Riana tersentak. Namun, tak lama kemudian perempuan itu malah terkikik geli sementara wanita paruh baya di depannya kelihatan menahan tawa.

Hm, mencurigakan, pikir Jevan. Ia jadi kesal sendiri karena keberadaannya seolah tidak dianggap. Dikira bagus apa, bisik-bisik begitu di depan orang? Mana pake ketawa-ketawa, lagi. Jevan kan jadi kepo. Diam-diam pemuda itu mendekat ke tempat kedua perempuan tadi mengobrol sambil bisik-bisik.

Baru saja Jevan mendekat lima langkah, sang ibu langsung menatapnya penuh peringatan. "Awas kamu jangan deket-deket kompor, ah. Sempit!"

"Mana ada sempit, Bun? Orang masih longgar gitu. Ini juga aku gak deket kompor, tuh."

Love LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang