"Duluan, ya, Jev."
"Yoi."
Setelah memastikan bahwa teman-teman satu prodinya sudah menghilang dari balik pintu kafe tempat mereka mengerjakan tugas kelompok yang membuat kepala mau meledak saja, Jevan pun segera mengeluarkan ponsel yang sedari tadi bergetar dari balik saku jaket bomber-nya. Iya, setelah berkutat dengan kuis dadakan yang diberikan dosen di jam mata kuliah sorenya, Jevan masih harus mengerjakan tugas kelompok bersama dengan teman-temannya di salah satu kafe dekat kampus mereka.
Melelahkan, pastinya. Maka dari itu Jevan akan kembali menemukan penawar penatnya dengan mencoba memberi kabar pada tautan hatinya. Ya, siapa lagi jika bukan Kiana Arabella?
Menyalakan ponselnya, pemilik nama Reynanda itu dikejutkan dengan sebuah notifikasi panggilan dari seseorang yang tidak ia sangka-sangka. Panggilan itu datang dari Riana, kakak perempuan Ara. Jevan bahkan sampai harus mencubit sebelah pipinya untuk memastikan bahwa yang dialaminya ini bukanlah bunga tidur belaka.
Mengangkat panggilan dari sang calon kakak ipar, Jevan berinisiatif untuk membuka obrolan. "Halo, Kak?"
"Eh, halo, Jev."
"Ada apa, nih, Kak, tiba-tiba nelfon?"
"Eh, itu ... bisa ke rumah, nggak?"
Jevan tidak mau berburuk sangka, tapi pertanyaan Riana tiba-tiba saja membuatnya cemas dengan apa yang bakal dihadapinya. "Kenapa, Kak? Ara?" tanyanya to the point. Soalnya, Riana jarang sekali menghubunginya kalau bukan tentang Ara.
"Bisa, nggak?" Alih-alih memuaskan kuriositasnya, kakak perempuan kekasihnya itu justru mengulang kembali pertanyaan yang barusan dilayangkannya.
"Iya, bisa."
"Oke, ditunggu, ya, Jev."
"Iya, Kak. Tapi kalo boleh tau—"
Tut.
Sebelum Jevan bahkan menyelesaikan kalimatnya, sambungan telepon mereka sudah terlebih dahulu diputus dari seberang sana. Aduh, ini ada apa, sih, sebenarnya?
Untung saja, Jevan sempat memeriksa notifikasinya terlebih dahulu. Rupanya, ada dua buah pesan yang dikirim perempuan itu sebelum Jevan menerima teleponnya tadi. Pesan pertama menanyakan apakah laki-laki itu sedang sibuk dan yang kedua berisi permintaan tolong agar Jevan datang ke rumahnya, sekaligus membelikan bubur untuk Ara karena Riana tidak sempat melakukannya.
Kedua pesan itu tidak sama sekali meredakan kecemasan laki-laki berjaket hitam itu. Ara tidak memberi kabar apa-apa sejak pagi ini lalu tiba-tiba ia minta dibelikan bubur? Astaga, Jevan tidak ingin menerka-nerka. Tidak bisakah Riana memberikan penjelasan lebih rinci? Membuat pikiran negatif Jevan semakin menjadi-jadi saja.
Baiklah, setelah mengesampingkan segala cemasnya, Jevan pun segera menyambar kunci motor yang diletakannya di atas meja. Sambil menggendong asal ransel bawaannya, laki-laki itu menuju ke tempat parkir kendaraannya, kemudian melajukannya secepat yang ia bisa, membelah hiruk-pikuk jalan raya dengan atensinya yang hanya tertuju pada satu nama, Kiana Arabella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Letter
JugendliteraturIni kisah Arka, Rayhan, Jevan, dan Rendy; empat orang sahabat yang dipertemukan semesta, dalam perjalanan mereka menuju dewasa. Tentang mereka yang mengejar mimpi, mencari cinta, dan mempertahankan persahabatan. Hingga mereka menemukan seseorang yan...