The Letter #2

250 33 74
                                    

Rayhan tidak menyangka jika pertemuannya dengan Diva akan terjadi secepat ini. Iya, pemuda itu juga tahu kalau hari ini mereka akan bertemu di rumah Shilla untuk agenda membuka time capsule yang mereka buat satu tahun lalu. Namun, ia pikir mereka tidak akan langsung bertemu di detik pertama Rayhan menginjakkan kaki di rumah itu.

Cowok itu sudah berusaha datang paling awal karena seingatnya Diva biasa datang belakangan. Akan tetapi, dugaannya itu salah besar. Tidak, bukannya ia tidak mau bertemu dengan mbak mantan, tetapi keberadaan gadis itu dalam radarnya membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Paling tidak, kan, Diva bisa biarkan laki-laki itu masuk duluan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pertemuannya dengan si puan.

"Eh, ada pasangan mantan dateng barengan, nih?"

Kalian pasti sudah bisa menebak seruan menyebalkan itu milik siapa. Rasanya Rayhan langsung ingin melempar helm yang baru dilepasnya ke wajah tengil cowok itu saja. Namun, untungnya ia masih sayang dengan helm mahalnya, jadi ia tidak akan membiarkan benda kesayangannya itu dikotori oleh wajah menyebalkan Arka.

"Berangkat bareng apa, sih? Orang jelas-jelas lo juga liat tadi kita—maksudnya gue sama Diva—berangkat sendiri-sendiri." Tanpa sadar, laki-laki itu menjelaskan dengan tergesa-gesa.

"Iye, iye, santai kali, ah."

Rayhan jadi salah tingkah setelah sadar kalau dia bereaksi berlebihan. Ia hanya takut Diva merasa tidak nyaman. Padahal, dari ujung matanya, dapat ia lihat gadis itu sedang super tenang. Pemilik nama belakang Nabila itu bahkan tersenyum riang saat Shilla menyambutnya dengan sebuah pelukan. Apakah gadis itu memang tidak ingin menyangkal? Atau jangan-jangan ia sudah masa bodoh dan menganggap ocehan Arka itu sebagai gurauan belaka?

Rayhan berharap jawabannya bukan opsi yang kedua, tetapi ia sadar kalau ia bukanlah siapa-siapa lagi bagi si gadis Nabila. Jadi, untuk apa berharap dia akan memedulikannya?

Akhirnya, mereka berempat masuk ke rumah Shilla. Rayhan sempat mempersilakan Diva untuk berjalan mendahuluinya setelah kedua mata mereka bertemu tanpa sengaja.

"Duluan aja," kata Rayhan, berusaha terdengar setenang ombak pantai. Padahal, jantungnya sudah berdisko ria setelah Diva membalasnya dengan ulas cantik senyuman. Gadis itu masih memberikan efek yang begitu besar baginya.

Rasanya sudah lama sekali Rayhan melihat senyuman itu secara langsung, apalagi ditujukan padanya. Setelah hubungan keduanya berakhir, mereka jarang sekali bertemu. Pertemuan mereka di convenience store waktu itu adalah terakhir kali keduanya mengobrol. Setiap mereka berpapasan tanpa sengaja, kondisinya tidak pernah mendukung untuk bisa saling bertukar sapa. Beberapa kali juga Rayhan melihat Diva bersama laki-laki yang waktu itu menjemputnya di convenience store.

Sebenarnya, apa yang cowok itu lakukan selama hampir satu tahun mengakhiri hubungan dengan Diva? Jawabannya, Rayhan sendiri pun tidak tahu.

Jujur saja, perasaannya pada Diva masih sama—bahkan justru bertambah. Meskipun berkali-kali pupus harapan karena Diva terlihat begitu cocok dengan laki-laki itu, Rayhan tidak sedikit pun berusaha untuk move on, tidak pula berusaha mendekati Diva kembali. Menurut istilah remaja masa kini, cowok itu hanya menyayangi dalam diam.

Terverifikasi, Rayhan Argani Dewanta, si mantan playboy kelas kakap sudah berganti titel menjadi bucin abadi. Kata Arka, Rayhan adalah bukti bahwa dunia memang berputar. Ia yang semula digilai banyak perempuan, sekarang justru menjadi gila karena seorang perempuan.

Lalu sekarang, bagaimana perasaan si perempuan yang digilai pemuda itu? Apakah Rayhan tahu kalau bukan hanya dirinya yang menyayangi dalam diam? Tentu saja, tidak.

Iya, Diva pun sama saja. Gadis itu belum berniat membuang perasaannya untuk Rayhan, tetapi belum juga berniat membukanya kembali. Rasa itu tersimpan rapi di sudut hatinya.

Love LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang