Brak!
Doyoung terkejut, menatap diriku yang sudah kalut dengan sekuruh emosi sekarang.
"H-Hera? " Doyoung gelagapan, sepertinya ia tak mengetahui apa yang terjadi sekarang.
Aku melempar seluruh foto-foto tadi kearahnya dengan emosi, aku benar-benar tak bisa menahannya sekarang.
Dia tampak kebingungan, mengambil salah satu foto yang kusebar tadi, ia menelan ludahnya susah.
"Ra, aku bisa jelas–"
"CUKUP DOY! " Aku menangis. Merasa harga diriku telah dimakan oleh laki-laki tak berguna di hadapanku ini.
"Ra, dengerin aku dulu, aku mohon. " Doyoung mendekapku, namun aku dengan cepat menyingkirkan tangan haramnya itu, pria gila.
"Udah?! Puas?! Kamu larang aku buat berhubungan sama Kak Taeyong cuman gara takut rahasia kamu ke bongkarkan?! " Aku menatapnya dengan penuh kekecewaan, dia hanya diam, dengan sedikit raut merasa bersalah di wajahnya.
Aku tak peduli.
"Ra, kamu tenang dulu, aku jelasin, aku mohon Ra, aku mohon. " Ia menarikku, namun lagi-lagi ku tebas tangannya.
"Udah cukup Doy, " Aku menarik nafasku pelan, mencoba tenang namun itu tentu saja mustahil, "Kita sampai disini aja. "
"Ra! Tolong dengerin aku Ra! " Aku meninggalkan tempat ini, sempat sekali Doyoung menghalangiku, namun itu tak berpengaruh bagiku.
"Hera! "
"Hera! "
"Hera! Aku mohon Ra! "
Aku tetap saja tak menggubris dirinya sedikit pun, walaupun ia tetap mengejarku hingga di lobby, dasar bos tak tau malu.
Seluruh pandangan tertuju padaku dan Doyoung, banyak tatapan penasaran mengarah padaku, mungkin mereka berpikir aku adalah wanita gila yang menolak cinta dari bos tampan satu ini, maaf, aku tidak gila.
Doyoung berhasil menahan diriku, dia mengatur nafasnya pelan, menatapku dalam-dalam, "Aku anterin. "
"Gak. "
"Ra. Aku mohon. "
Ia menarikku menuju mobilnya, memasukkan diriku ke dalam mobil. Aku terdiam saat ia memasangkan seatbelt untukku, tidak, aku tidak terhanyut.
"Mau pulang kemana? "
"Ke rumah Kak Taeyong. " Jawabku dingin.
Ia menghembuskan nafasnya kasar, "Terserah kamu. "
Sepanjang perjalan aku dan Doyoung tak ada yang mulai pembicaraan sedikit pun. Kita semua terdiam sampai-sampai tak sadar jika kita sudah tiba.
Aku turun dari mobilnya, bahkan dia tak membukakan pintu untukku, masa bodo.
Ia membuka jendelanya saat aku sudah diluar, "Tenangin diri kamu dulu, jangan gegabah buat mutusin sesuatu. " Lalu ia menutupnya dan meninggalkanku begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pieces of: Reality
Fanfiction[complete]-revisi. Dimana orang yang tak terduga melakukan aksi sarkasnya.