14. Mark

307 19 1
                                    

Brak!

"Cukup. Mark Lee."

Tubuh itu dilemparkan keras tepat di tembok yang dingin, membuat yang dilemparkan mengerang keras.

Mark mengangkat senyumnya, "Beginikah ajaran mama? Anak mama yang paling dicinta berakhir menjadi buronan?" Mark menarik kerah baju Taeyong lalu menghempasnya keras, "Saya menyesal memberikan kasih sayang orang tua saya ke kamu, Taeyong."

Bukannya menyesal, Taeyong malah terkekeh puas yang membuat Mark yakin bahwa orang di depannya ini tidak memiliki kewarasan.

"Dan ini anak kandung dari seorang ibu yang baik? Pembunuh bayaran? Benarkah itu Mark Lee?"

Mark Lee menendang pipi kiri Taeyong keras, membuat Taeyong tersungkur.

"Sstt, Mark Lee, dengarkan aku, menjauhlah dari keluarga Kim, kau tak tau sama sekali tentang dendamku kepada mereka." Racau Taeyong.

Mark tau Taeyong sangatlah pintar. Maka dari itu orang tuanya selalu membanggakan anak angkat satu ini ketimbang anak dari kakak mereka sendiri, semenyedihkan itu.

Mark memeang bukan anak kandung dari mereka, tapi Mark harusnya lebih memiliki hubungan yang lebih kuat timbang Taeyong.

Mark sungguh muak dengan Taeyong. Baginya, Taeyong perebut segalanya, apapun yang ia miliki ia rebut. Maka dari itu, saat Taeyong memutuskan untuk berpisah dari mereka, Mark sungguh senang bukan main, merasa menang dalam permainan licik Taeyong itu.

Tapi tak semudah itu ternyata mendapatkan kasih sayang orang tua. Setelah Taeyong pergi, Mark bahkan benar-benar seperti tidak dianggap. Untuk makan dan minum pun jarang, mereka bahkan tidak menyediakannya.

Sampai suatu hari Mark memutuskan untuk kabur dari rumah itu, dan lucunya, mereka tidak ada yang mencari keberadaannya sama sekali, sampai sekarang.

Mark berdiri hendak meninggalkan Taeyong yang masih tersungkur di lantai.

"Jungwoo bukan?"

Mark berhenti dari langkahnya.

"Kim Jungwoo. Orang yang nyuruh seorang Mark Lee menjadi seperti ini bukan?"

"Seluruh keluarga Kim itu? Benar?"

Mark mengepalkan tangannya, memutarkan tubuhnya, melihat Taeyong yang dengan santainya masih memiliki senyum disana.

"Gimana? Apa aku benar?" Taeyong terkekeh, "Sudahku bilang, jauhi mereka, dan berpihaklah kepadaku saja."

"Ayolah Mark, apa kau masih dendam denganku? Aku tidak pernah menginginkan kasih sayang yang berlebih dari mereka, dan ingat, mereka bukan orang tua kandungmu, mereka hanya bibi dan pamanmu, Mark Lee."

"Dan ya, Jung Jaehyun, dia masih hidup."

Mark terdiam. Badannya memikirkan seluruh peebuatan bibi dan pamannya itu kepada dirinya, padahal Mark sendiri sudah menganggap mereka sebagai sosok orang tua.

Dan untuk Jaehyun, Mark tidak bodoh, Mark tau jika Jaehyun masih hidup, tapi yang tidak Jaehyun ketahui sampai sekarang adalah dalang dari kecelakaan mengenaskan itu.

"Dia hidup, dia cuman amnesia, apa aku harus membongkarnya Mark Lee?"

"Membongkar siapa dalang kecelakaan yang dialami Jaehyun?"

Kali ini Mark sepertinya akan kalah lagi dari kakak tirinya sendiri.

•••

"Posisi Hera dimana?!"

"Belok kiri situ, udah nyampe." Jawab Jaehyun sembari memperhatikan peta.

Mereka sampai dirumah yang cukup tua dari sisi depannya.

"Doyoung?"

Hera langsung berlari mengarah ke Doyoung, memeluk suaminya itu begitu erat.

"Ayo pulang." Doyoung menarik Hera, namun Hera terdiam, seperti tidak mau pergi dari tempat itu.

"Ra?"

"M-Mama..." Hera terbata-bata.

"Tenang, tante udah sama gue, ayo balik sebelum Taeyong kesini." Ucap Jaehyun dari belakang membuat Hera menoleh cepat, dan disana sudah terdapat mamanya dan juga Jaehyun yang berdiri di depan pintu.

"Ra, ayo pergi, disini sama sekali gak aman."

Hera mengangguk, lalu memeluk mamanya, "Ayo ma."

Mereka berempat segera memasuki mobil dan pergi meninggalkan tempat itu.

Setelah sampai ke rumah Doyoung, Hera dan mamanya diputuskan untuk dikunci di satu kamar terdalam rumah itu.

Doyoung dan Jaehyun pun memutuskan untuk menyusul Jungwoo untuk memastikan utusannya melaksanakan hal yang benar.

"T-Tolong, jangan bunuh anakku..."

Kata-kata ibu mertuanya selalu mengisi otak Doyoung saat ini. Doyoung sangat ingin Taeyong meninggalkan dunia ini secepatnya, tetapi jika mengingat hal itu, sudah pasti susah.

"Doy?" Ucap Jaehyun tiba-tiba, "Ngantuk lo?"

Doyoung dengan segera menggeleng, "Sapa juga yang ngantuk, jalan aja."

"Kalo lo capek, mending tidur deh, tuh kantong mata dah gede banget soalnya." Kata Jaehyun dengan nada sedikit menyindir.

"Sapa juga yang ngantuk, fokus sana lo."

"Ck, iya dah."

Tak perlu waktu lama, mereka sudah sampai di tempat Jungwoo berada. Ya, Jungwoo berada di kantor Mark, memantau apa yang dilakukan oleh Mark ke Taeyong.

"Dan ya, Jung Jaehyun, dia masih hidup."

Mereka semua tiba-tiba langsung terdiam saat mendengar suara itu.

"Dia hidup, dia cuman amnesia, apa aku harus membongkarnya Mark Lee?"

"Membongkar siapa dalang kecelakaan yang dialami Jaehyun?"

Jaehyun mengerutkan dahinya, "Maksud Taeyong apa?"

"Gue gak yakin." Ucap Jungwoo.

"Dalang kecelakaan Jaehyun, Mark?"

"Gue bener-bener gak percaya." Ucap Jaehyun, nafasnya mulai tak beraturan, semua ingatan tentang kecelakaan itu seketika, ada.

"Gak Jae, ini salah, Taeyong emang gila, kita gak boleh percaya sama dia." Ucap Doyoung untuk menenangkan Jaehyun.

"Ah!" Jaehyun tiba-tiba begitu saja di tempat ini. Doyoung dan Jungwoo oun memutuskan untuk mengistirahatkan Jaehyun di kasur ruangan ini, dan memanggil dokter pribadi daripada harus mengantarnya ke rumah sakit.

Mereka tak punya waktu.

•••

Pieces of: RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang