Blam!
Lampu itu padam. Seorang anak kecil dengan tubuh kurus tak berdaging menggigil kedinginan. Ia haus. Haus akan kasih sayang.
Tidak, ia tidak dilahirkan di keluarga yang tak mampu sehingga ia harus tinggal di bawah jembatan. Dia bahkan anak seorang pengusaha yang cukup sukses di masanya.
"Ya ampun, anak mama, udah makan?"
Anak kecil itu diam. Bukan, bukan karena ia tak mau menjawab. Melainkan karena pertanyaan itu bukan ditujukan kepadanya.
Ia terkurung di dalam kamar. Ia tak tau bagaimana cara mempertahankan kehidupan dengan tubuhnya yang masih sekecil ini.
Derapan langkah kaki itu mulai menghilang, menandakan bahwa mereka semua sudah pergi dari depan kamarnya.
Anak kecil itu melihat sebuah kalender lusuh yang berada di kamarnya.
1 Juli.
Itu besok, ulang tahunnya. Ia akan genap 8 tahun hidup di dunia tanpa kasih sayang.
Ia berharap, ulang tahunnya bisa seperti ulang tahun adiknya, yang diadakan semegah-megahnya di salah satu restoran ternama.
Beda dengan dia, ia tidak. Selain keluar untuk sekolah, dia tidak pernah keluar lagi. Apalagi libur semester seperti saat ini.
Ia menanti masuk sekolah yang berada di pertengahan Juli nanti. Memamerkan kepada sahabatnya, yang bernama Doyoung bahwa ia menginjak umur 8 tahun terlebih dahulu.
Tepat jam 12 malam, ia masih terbangun. Tak ada niatan sedikitpun untuk menutup matanya yang sudah hampir menutup itu.
Ia berharap ada seseorang membuka pintunya bersama sebuah kue ulang tahun yang dihiasi dengan angka 8.
Brak!
Ia terkejut. Pintu itu benar-benar terbuka. Ia tersenyum, ia yakin, bahwa ia akan diberi sebuah hadiah yang keren pada hari spesialnya.
Bukannya diberi, ia malah ditarik keluar dari kamar itu, dibantingnya tubuh kecil itu hingga menatap sebuah tembok.
"Ah..." Ia merintih. Pelipisnya mengeluarkan darah, ia benci itu. Ia tak menyukai darah.
Kepalanya benar-benar pening sekarang, ia masih kecil, ia masih lemah.
"Sini kau anak haram!"
Laki-laki itu mengangkat tubuh lemas kecil itu ke atas pundaknya. Anak itu meronta-ronta ingin dilepaskan, "Pa... Lepasin aku pa...Hidung aku berdarah..."
Bukannya berhenti, laki-laki itu membawa keluar anak itu di tengah hujan yang lebat.
Ia dibawa ke seseorang yang entah siapa, yang jelas, ia membutuhkan seorang anak.
"Anak ini cukup tampan, sayangnya terlalu kurus, apa anda tidak memberinya asupan?"
"Ah, kau ini banyak bicara! Cepat berikan uangnya!"
Orang ini tau, anak ini dibawa oleh orang tua yang gila harta, bahkan rela menjual anaknya sendiri.
Sebelum pria ini menerima uangnya, anak perempuan kecil mendatangi mereka, "Kakak!"
Anak laki-laki itu menoleh, pandangannya samar-samar, tubuhnya sakit, rasanya seperti ia ingin segera menjemput ibunya saja sekarang. Namun tidak, ia sudah berjanji bahwa ia akan menjaga ayahnya.
"Hera! Kamu ngapain kesini! Kamu nanti sakit!" Melupakan uangnya sementara, ia menarik tubuh anak kecil itu dan menutupi tubuh anaknya dengan tubuhnya sendiri.
Tolong, hati anak laki-laki ini sakit.
Bukan hanya hati, seluruhnya.
Kesadaran anak laki-laki itu lama-lama semakin menipis, ia tidak bisa, ia tidak bisa hidup seperti ini, ia ingin pergi saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pieces of: Reality
Fanfiction[complete]-revisi. Dimana orang yang tak terduga melakukan aksi sarkasnya.