☕~ALDENA 7

2.8K 147 9
                                    

Tatapan Aldena berubah sinis, ia tidak terima atas tuduhan Maira. Padahal Aldena sendiri tidak tahu menahu tentang keberadaan bukunya yang ternyata ada di Haedar.

"Bisa-bisanya kamu enteng banget ngomongnya. Kaya udah akurat aja" balas Aldena.

Maira menatap Aldena penuh selidik, mencari kebohongan. "Nah terus kalo bukan maumu dan ulahmu, gimana bisa buku kamu ada di mas Haedar"

"Maira. Kog jadi kamu yang repot sih? Urusannya apa sama aku? Kamu cemburu? Ha?" Aldena semakin tidak terima.

Maira memalingkan wajahnya dari Aldena. Aldena menatap Aldena dengan tatapan tidak suka.

"Udahlah, udah... Digaji berapa kalian buat ngerumusin perdebatan nggak penting ini si? Kamu juga, Mai. Kamu beneran suka sama mas Haedar ya?" ucap Aya.

Maira berbalik arah lalu menatap Aya antusias "Kalo iya kenapa, dan kalo engga kenapa?"

"Loh kenapa kamu nyolot? Kalo emang beneran nggak suka atau nggak ada rasa, yaudah biasa aja. Lagian juga cuman tanya tok atau doang!" jawab Aya sengit.

****

HAEDAR POV

Mengingat hal tadi, tanpa Haedar sadari hal itu membuat Haedar senyam-senyum.

"Heh! Cringe banget ih senyum-senyum sendiri. Awas ntar kesambet" pekik Faqih menggebrak meja didepannya.

Haedar terpelonjak. Ia mengerdipkan matanya beberapa kali, sebelum akhirnya ia benar-benar sadar dari dunia lamunan. Haedar menggelengkan kepala, lantas menyeruput kopi hitam buatan bu Ropeah, pemilik warung makan langganan Haedar dan sahabat-sahabatnya.

"Dar. Kamu kenal udah lama sama si siapa tu, yang tadi kamu kasih buku ke bocil itu" tanya Faqih.

"Oh.. Aldena. Emmm ya lumayan lama lah. Kenapa?"

"Kog bisa si, buku dia ada di kamu? Padahal kayanya itu buku privasi loh"

"Temen-temen dia yang ngasih ke aku waktu ujian praktek"

Faqih mengangguk paham "Tapi kamu nggak ada rasa sama dia, kan?" tanya Faqih memastikan.

"Lah kog jadi ngebahas rasa? Ya nggak lah" jawab Haedar santai

Faqih menyeringai lebar, dan matanya berbinar. Mata Haedar menyelidik curiga ketika menyadari perubahan ekspresi sahabatnya.

"Kamu suka sama Aldena?" tanya Haedar.

Satu menit, dua menit, tiga menit hening,"NAH!" tiba-tiba Faqih kembali menggebrak meja.

"Sakit.. kodok!" umpat Faqih ketika Haedar reflek menendang kaki Faqih.

"Nyong dari tadi dibikin kaget terus, nyet!" ucap Haedar nyolot.

Faqih menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kamu beneran suka sama Aldena?" Haedar kembali memastikan pertanyaannya terjawab iya.

"Bocil itu, udah aku incar sejak aku tau sejak aku tau itu bocil. Aneh aja, masih ada cewe kaya dia, yang pecicilannya natural banget" jelas Faqih.

Haedar mencari kebohongan di mata Faqih yang sama sekali tidak menatapnya namun berbinar. Fiks! Kebohongan tidak terdeteksi.

"Jadi aku mau mastiin, kalo kamu beneran nggak ada rasa kan sama dia?" tanya Faqih

"Enggak. Aku udah ada Syahar fii qolbi" ucap Haedar menepuk dadanya.

"Amit-amit" ucap Faqih sinis.

"Eh, tapi kayanya si dia suka sama kamu" lanjut Faqih.

"Nggak tau. Loh kalo iya, pun jangan heran lah harusnya. Udah biasa kan, seorang Haedar banyak yang sukal ucap Haedar menyombongkan.

Cuma Santri BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang