☕~ALDENA 13

1.4K 87 44
                                    

Aldena terdiam dengan tatapan kosong. Dipegangnya gelas yang berisi es teh buatan Aya. Diam-diam Aya memperhatikan Aldena dengan menahan tawa.

"Eh ngapain sih? Jelek banget ekspesinya, ah elah. Bukannya cerita malah diem-diem bae" ledek Aya. Aldena tersentak kaget dan langsung menghembuskan napas berat. 

"Sebenernya nggak penting juga buat diceritain sih" jawab Aldena singkat. 

"Bodo amat dah. Yang penting ada topik ghibah hahaha" ucap Aya dengan tawa khasnya. Aldena menyunggingkan secuil senyum.

Aldena menceritakan yang terjadi di kantin tadi. Syahar dan tak luput dengan Maira yang sekarang turut bersekongkol dengan Syahar.

Selama Aya antusias mendengarkan, perlahan ekspresinya menunjukan bahwa ia geli dengan yang diceritakan Aldena.

"Wah gila sih, kebangetan. Bucinnya nggak ngotak. Udahlah masa bodo teuing, lagian alay banget. Yang kayak begini nih kalo kamu tanggepin bakalannya bakal jadi drama yang tak berkesudahan dan tak berkesinambungan, ohh sahabatku. Biarkanlah" ucap aya dengan nada seperti membacakan puisi, sambil menepuk tepuk punggung Aldena.

Ekspresi tak mengenakan Aldena terpampang jelas. "Jijay baday, Aya ishhh. Nggak nyambung lagi" Aldena menjauhkan badannya dari tangan Aya.

Aya melirik Aldena dengan wajah sok imutnya, mengedip kedipkan matanya sambil geser mendekati Aldena.

"Ututututu tayaangku BT nih" lengan aya menyenggol genit lengan Aldena.

"Demi Alex, ini bocah. AYA! ish! Mbuh lah. Awas lah!" geram Aldena. Ia berdiri dari tempatnya duduk, lalu beranjak pindah menjadi di depan Aya. Aya tertawa puas.

Aldena menggembungkan mulutnya yang berisi air, guna agar ia bisa tahan tawa.

Tawa khas Aya yang super menggelegar, memekikkan dan memecah suasana, entah kenapa seperti memiliki daya pikat yang kuat untuk memancing orang di sekitarnya yang mendengar, pasti antara ingin ikut tertawa atau ingin menyumpalnya dengan ikan buntal.
Sekuat tenaga, Aldena menahan asa agar tidak terpengaruh hasrat untuk tertawa, sangat disayangkan kalau ternyata niatnya goyah karena dahsyatnya pengaruh energi tawa Aya yang menular. Gagal Aldena menahan tawa, semburan air teh menyiprat ke baju cardigan yang Aya pakai, naasnya sebagiannya lagi tentu saja mengenai jilbab dan wajahnya.

"Eeuw banget, SYANAA! Tanggung jawab nggak! Jorok bangettt" Pekik Aya yang lemas tertawa. Anehnya ia malah lanjut tertawa lagi. Entah apa yang ditertawakan dan entah apa yang dipikirkan.

"Astaghfirulloh... Astaghfirullohal'adzim wa atubuilalaih... Astaghfirullohal'adzim... Udahlah udah jangan ketawa terus, ntar hatinya keras" Aldena menghentikan tawanya dan Aya yang belum berkesudahan.

Aya dan Aldena terlihat ngos-ngosan, dan mengusap air matanya. Keduanya minum, lalu saling memandang. Dan, terjadi lagi pecah tawa walau kali ini diawali oleh Aldena. Disusul tawa Aya yang langsung tak bersuara sampai bunyi 'ngik ngik' disertai bengek.

"Udah heh! Udahhh, please lah udah. Sakit nih tulang pipiku" ucap Aldena

"Nyeri juga perutku. Lagian kamu ngapain ketawa lagi, nyet?" ucap Aya.

"Nggatau. Dahlah males. Mesti kalo curhat ujung-ujungnya jadi haha hihi tanpa adanya solusi. Tapi ya nggakpapa si, udah sering terjadi"

"Syana, gimana ini? Krudungku" mata Aya menyelidik perlahan ke tas Aldena. Tanpa ba-bi-bu, Aya menggeledah tas Aldena, dan segera menyaut kerudung serep yang ada. "Ini aku pake, dan jangan protes!" ucap Aya menegaskan kalimatnya dan segera pergi.

Aldena melotot, dan merasa sangat keberatan karena kerudung yang ada di tasnya adalah kerudung yang baru ia beli kemaren sepulang sekolah dan belum dikeluarkan dari tasnya. Dengan berat hati, sebagai rasa tanggung jawabnya terhadap sahabat tercinta, sehidup semaputnya. Ia membiarkan Aya mengawali pakai kerudung barunya. Aldena hanya menghela napas panjang dan pasrah.

"Syana, kamu dicari sama guru paduan suara" Zara mendatangi Aldena yang asyik mendengarkan musik menggunakan earphone. Aldena mengabaikan Zara. Ia tak mendengar apa yang Zara katakan.

Aya baru saja kembali setelah mengganti kerudung. Melihat Zara nampak tak digubris oleh Aldena, Aya segera bertanya pada Zara.

"Kenapa, Ra?" tanya Aya.

"Ini Syana dicari sama bu Intan. Cepetan"

Aldena kaget karena earphone yang ia kenakan dilepas paksa oleh Aya. "Ikut Zara sekarang!" tegas Aya.

*****

"Mau lagu bahasa inggris, arab apa indonesia?" tanya bu Intan.

Aldena kebingungan. Kenapa harus ia yang dipilih diantara ribuan siswa lainnya yang mempersembahkan lagu untuk acara perpisahan besok? Kenapa harus kebagian pas angkatannya Haedar?

"Maaf bu, tapi kenapa Syana yang dipilih? Kan selama sekolah disiini, Syana bahkan belum pernah ikut lomba solo singer. Saya seringnya kan lomba Hadroh hehe"

Bu Intan menghela napas panjang "Gini cah Ayu. Dulu pihak sekolah SMP kamu udah ngasih tau kalo bakatmu di bidang tarik suara. Dan kamu juga vokal hadroh kan? Kenapa ibu pilih dari yang kelas 10? Biar ada generasi di angkatan kamu. Jadi, lagu apa yang mau kamu bawakan?" jelas bu Intan

"Emm... Kalo lagu inggris, pilihan lagunya apa aja bu?" tanya Aldena

"All i ask, history, graduation. Atau kamu ada saran lain barangkali" jawab bu Intan.

"oh itu.. Nggak ada bu. Kalo lagu indonesianya?"

"Mungkin hari ini, sebuah kisah klasik. Kalo lagu arabnya Safer versi nancy ajram tau kan?" Aldena mengangguk. "terus lagu lagu dari Tamer Hosny, banyak si pilihannya. Tapu itu ya kembali lagi ke kamu enaknya yang mana" terang bu Intan.

"Bu, nggak harus ambil tema tentang kenangan atau perpisahan kan?" tanya Aldena
"Sebenernya kalo bisa sih iya, tapi kalo engga, ya nggak apa. Gimana? Udah nemu pilihannya?"

"Safer aja, bu. Ini langsung gladi bersih?" tanya Aldena.

"Iya. Besok kamu maju setelah inti acara. Pokoknya harus siap. Terus hari ini kamu latihan untuk ngepasin nada, perbaikan vibra, dan lain lainnya"

"Nggih, bu" jawab Aldena patuh.

Aldena bergegas menemui Aya dan memberitahunya.

"Punten, Mas Alwi. Ningal Aya mboten? Wau lenggah teng mriki" tanya Aldena.

Faqih, Alwi dan Hasan tengah beristirahat di tempat yang tadi diduduki Aya. Tak terlihat ujung batang hidungnya sedikitpun Aya, entah ada dimana ia sekarang, yang jelas Aldena amat sangat malu jadi bertemu dengan mereka.

"Oh niku, wau papagan teng gerbang. Kadose seniki teng Aula" ucap Alwi sambil memandangi Aldena, dan menahan gugup.

"Ngoten nggeh. Nggeh mpun, maturnuwun"

"Nggeh sami-sami... Besok kamu berangkat ya, Syan"

Aldena tersenyum amat canggung. Ia hanya mengangguk pelan sambil beranjak pergi.

*****

"besok kamu mau ngungkapin rasa ke Syana apa gimana?" tanya Hasan.

*****

BERSAMBUNG...

AHLAAAN!
BEKHERR TAA?

SETENGAH TAUN LEBIH INI NOVEL BARU KELANJUT.

PERTAMA, SAYA MOHON MAAF SEBESAR-BESARNYA, MAKA TERIMALAH MAAF SAYA SELAPANG-LAPANGNYA. KARENAA UDAH NGGANTUNGIN KALIAN SEMUA HEU HEU😭

KEDUA, TERIMAKASIIHHH BANGETTTT BUAT KALIAN YANG UDAH SUPPORT, SABAR NUNGGU SCENCE BARU PUBLISH.
GEMES, KAGET, SENENG, TERHARU BGT PAS BUKA KOMENTAR DAN DM DARI KALIAN.

Dahlah.

Shollu 'ala nabi muhammad!









Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cuma Santri BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang