Part 10

47.8K 1.2K 57
                                    

"Selamat pagi semuaaa", perbincangan ringan mereka terhenti ketika seseorang muncul di studio itu.

Seorang lelaki dengan gaya yang berantakan dan terlihat belum mandi muncul dari pintu.

Aya terbelalak. Dia kan orang gila waktu itu? Mengapa bisa di sini?
-----------------------------------------------------------------

Ya. Orang gila itu adalah Dewa. Lelaki serampangan yang dengan gilanya masuk taksi yang Aya tumpangi waktu itu.

"Hallo. Kenalin, aku Dewa, aku yang gantiin Bang Aska jadi fotografer di sini. Salam kenal semuaaaa"

Dewa mengedarkan pandangan, menampilkan senyum ramahnya, menyapa seluruh orang yang ada di studio itu. Lalu matanya bertemu dengan mata Aya, matanya membulat, senyumnya melebar.

"Aya kan? Kamu Aya waktu itu kan? Tuh kan. Kita memang jodoh!!", seru Dewa dengan semangat.

Aya hanya diam dan sedikit tersenyum dengan paksa. Mengapa ia harus bertemu lagi dengan orang gila itu?!! Dan nanti ia harus berinteraksi dengan orang songong itu. Oh Tuhan, mengapa dia?

Daffa mengangkat satu alisnya, lalu melirik Aya. Istrinya itu tersenyum dan tak mengelak. Jadi apakah benar apa yang dikatakan lelaki serampangan itu? Apa mereka saling kenal? Kenal darimana istrinya itu dengan lelaki seperti itu?

"Tau ga, Ya. Dari awal kita ketemu itu, aku udah yakin kalau kita itu bakalan ditakdirkan buat ketemu lagi", dengan begitu sok kenalnya, Dewa mengajak ngobrol Aya. Sedang Aya, ia hanya tersenyum menanggapinya. Andai saja tidak ada pegawai Daffa di situ, mungkin sudah Aya maki-maki orang gila itu.

"Ekhemm. Baiklah sudah cukup perkenalannya. Mari kita mulai diskusi mengenai konsep pemotretan ini", Daffa akhirnya memulai rapatnya, ia tidak mau memberi kesempatan lelaki tadi menggoda istrinya. Ia hanya tidak suka saja dengan keakraban mereka berdua.

Rapat berjalan dengan lancar. Dewa yang awalnya terkesan serampangan namun mampu membawa diri, ia bersikap juga bisa bersikap profesional. Konsep terbentuk dan rapat pun selesai. Hari itu juga Aya melakukan pemotretan.

"Baiklah, Aya kamu ikut Merly untuk make up dan pakai produk fashionku. Dan kamu Dewa, silakan menyiapkan semua yang kamu butuhkan untuk prmotretan ini!", perintag Daffa tegas.

"Iya, Mas"

"Baik, Boss"

"Aku ga sabar liat kamu pake make up, Ya. Pasti cuantik banget deh. Ahhh gemes pengen cubit", langkah Dewa mengiringi Aya menuju ruang make up. Sedang Aya hanya berdecih tak menghiraukan suara di sampingnya itu.

"Dewa, kerjakan pekerjaanmu sendiri", suara Daffa menginterupsi Dewa.

Dewa mendengus. Baru saja ia akan melakukan misinya. Namun si bossnya itu sudah mengganggu.

"Siap laksanakan"

Daffa sudah mulai naik darah sebenarnya, ia tidak suka dengan tingkah Dewa yang selalu menggoda istrinya itu. Namun ia juga harus bersikap profesional dan juga menempatkan diri. Ia tidak bisa menunjukkan bahwa ia dan Aya adalah sepasang suami istri. Ia harus menyembunyikan statusnya itu. Dan ia mulai tidak suka. Ia tidak suka jika istrinya itu digoda oleh pria lain. Daffa menghela nafas. Ia memang harus bersabar. Sebentar. Sebentar saja, beberapa bulan hingga Aya lulus sekolah.

Kemudian Daffa duduk di sofa, menunggu persiapan selesai dan pemotretan dilakukan. Ia juga tak ada pekerjaan, karna hari ini adalah weekend. Saat ini ia hanya membuka sosial media untuk mengatasi kebosanannya menunggu.

Menjadi IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang