Part 5.A

55.1K 1.4K 14
                                    

"Argghhhhhh", Daffa melepas ciumannya, memegang miliknya yang sebenarnya sudah menggembung. Sangat ngilu. Aya menendangnya begitu keras. Sedangkan Aya, ia terbelalak. Ia merasa bersalah.
-----------------------------------------------------------------

Pagi ini, setelah subuh, Aya suda berkutat di dapur. Membuat sarapan untuk dirinya dan Daffa. Ia memang sedang memasak, namun pikirannya sedang berkelana. Pipinya bersemu merah. Ia teringat kejadian semalam, kejadian memalukan yang merusak suasana. Huh, salahkan refleks perlindungan diri Aya!!

Jika ia tidak melakukan kebodohan, mungkin ia dan Daffa sudah...
Aya menggelengkan kepalanya. Pikirannya sangat liar. Dan ia tidak menyangka bisa berpikir seperti itu. Huh!! Salahkan saja sahabat-sahabatnya yang mesum itu.

"Masak apa?", bisik seseorang di belakang tubuhnya. Aya tau siapa orang itu, siapa lagi kalau bukan suaminya. Bukan itu masalahnya, kini suaminya itu sedang memeluknya dari belakang. Menumpukan dagunya di bahu Aya. Mengecup lembut kulit lehernya. Oh Tuhan!!

Aya terdiam. Kaku. Ia masih belum terbiasa dengan kontak fisik seperti itu. Jantungnya berdebar menggila. Apalagi ketika lengan Daffa di tubuhnya mengenai dadanya. Sungguh! Ia sudah panas dingin dibuatnya.

"Emm, Mas. Ay Aya lagi bikin sarapan"

"Harum"

"Emm Aya numis pakai mentega, jadi harum"

"Kamu yang harum", Daffa semakin mengeratkan pelukannya, mengendus kulit leher Aya, yang menurutnya sangat wangi itu.

Wajah Aya memerah.

"Emm Mass..", Aya berusaha melepaskan pelukan Daffa. Ia takut jantungnya bisa meledak jika berdebar terlalu keras.

"Ssstttt, dibiasakan Aya. Mulai sekarang Mas akan sering seperti ini. Atau mungkin lebih. Mas pengen nempel kamu terus rasanya"

Atau mungkin lebih? Apa maksud suaminya itu? Kenapa ia membayangkan sesuatu yang....? Pipinya tambah memanas. Apa ia demam?

Oh sungguh ia tidak menyangka, mantan kakak iparnya itu bisa seperti ini. Apa dulu saat masih bersama kakaknya, suaminya itu juga seperti ini?

Aya menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh membandingkan seperti itu.

"Kenapa geleng? Mas ga boleh gini ya?", ucap Daffa seraya melepaskan pelukannya.

Aya kehilangan.

"Oh eh engga, Mas. Mas boleh..."

Cup.
Daffa mengecup sudut bibir Aya.

"Mas mandi dulu, Sayang"

"Hmmm, iya, Mas"

Setelah Daffa berlalu, Aya mengibaskan tangannya di depan wajah. Panas sekali. Ia juga memegang pinggiran meja. Kakinya lemas. Kenapa ia seperti ini? Padahal suaminya itu hanya memeluknya kan? Dan mengecupnya, memanggilnya sayang. Lalu bagaimana jika nanti mereka melakukan....
Stop!
Sudah cukup Aya. Singkirkan pikiran kotormu!
Aya mengusap wajahnya. Menghembuskan nafas. Melanjutkan pekerjaannya. Manyiapkan sarapan di meja makan, lalu bergegas mandi dan bersiap berangkat sekolah.

-----------------------------------------------------------------
Di dalam mobil. Di parkiran sekolah Aya.
Mereka berdua terdiam. Belum ada yang mau keluar.

"Mas, Aya pamit, berangkat dulu", pamit Aya seraya mengulurakan tangannya. Daffa meraihnya. Lalu segera Aya mengecup punggung tangan suaminya itu. Segera ia melepaskan tangannya. Merapikan seragamnya dengan pelan. Menunggu respon Daffa, namun tak kunjung ia dapatkan.

Ia menghela nafas. Ia sedih Daffa tak meresponnya. Lalu tiba-tiba Daffa meraih lengan Aya, menariknya hingga mendekat. Mata mereka beradu. Bibir Daffa lalu menempel di bibir Aya. Mengecupnya berulang kali dengan gemas. Lama kelamaan kecupannya berubah menjadi lumatan penuh gairah. Nafas mereka bersahutan. Daffa melepaskan ciumannya.  Menempelkan keningnya di kening Aya. Daffa mengusap bibir basah Aya dengan ibu jarinya.

"Kalau ada yang lihat bagaimana, Mas?"

"Kamu tenang saja, tidak akan terlihat dari luar apa yang kita lakukan di dalam mobil ini"

Daffa mengecup kening Aya.

"Pergilah"

Aya tersenyum.

"Assalamualaikum, Mas"

"Waalaikumsalam"

-----------------------------------------------------------------

Maaf ya, part ini aku bagi jadi 2. Aku baru sempet nulis segitu. Soalnya minggu ini tuh aku padet. Banyak deadline tugas :"
Aku usahain ntar malem lanjut yang kedua..
Happy reading.

Menjadi IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang