Part 3

56.7K 1.9K 70
                                    

Aya menghela nafas,
"Aya serahkan semua ini sama yang di atas, Mas. Aya ingin tidur, selamat malam, Mas"

Daffa memandang langit-langit, ia sungguh merasa berdosa telah menyeret Aya di kehidupannya. Ia merasa sangat bersalah. Bagaimanapun juga Aya masih sangat muda dan pasti memiliki cita-cita yang begitu besar.
----------------------------------------------------------------

"Mas Daffa... bangun sholat subuh, Mas"

Daffa membuka mata, tatapannya bertemu dengan manik mata Aya. Menatap wajah cantik Aya yang dibalut mukena.

Aya sangat cantik, dan aku baru menyadarinya?

Daffa terlihat begitu mengagumi Aya. Terlihat jelas dari tatapannya. Entahlah, semenjak ia mengikrarkan janji suci kemarin siang, ia jadi sering memperhatikan Aya. Daffa masih tidak percaya jika mantan adik iparnya itu kini telah menjadi istrinya. Istri cantiknya.

"Mas.."

"Oh ehhh. ekhmm. iya, tunggu Mas sebentar", bergegas Daffa mengambil air wudhu.

Aya menghela nafas. Berhadapan langsung dengan Daffa seperti itu sangat menguras tenaga. Ya, ia lelah menghadapi debaran jantungnya yang menggila. Dulu ia tidak pernah begitu jika berhadapan dengan Daffa. Tapi entah, mungkin semenjak status mereka berubah, ia telah memandang Daffa dengan sudut pandang yang berbeda.

Ya, benar apa yang kalian pikirkan. Aya telah memutuskan untuk menjalani kehidupan barunya itu dengan ikhlas. Ia sudah menjadi seorang istri sekarang, terlepas dari latar belakangnya, ia harus menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Mungkin ia belum bisa mencintai Daffa saat ini, belum bisa sepenuhnya menjadi istri Daffa. Tapi ia ingin berusaha menjadi istri sesungguhnya bagi Daffa. Namun ia juga teringat perkataan Daffa semalam, ia menjadi ragu. Ia merasa rendah diri. Ia merasa Daffa sangat tertekan dengan status baru mereka. Tapi ia juga tidak ingin berdosa karena mempermainkan sebuah pernikahan. Ia sangat dilema.

Aya memejamkan mata, ia memutuskan untuk menjalani pernikahan ini dengan ikhlas. Ia ingin menjadi istri yang baik bagi Daffa. Selama mereka belum bercerai. Ya, karena sepertinya memang Daffa ingin segera bercerai dengannya.

"Mas, Aya ke bawah dulu", ujar Aya usai melepas mukena dan membereskan tempat mereka sholat.

"Iya. Mas di sini saja ya, Mas ingin berbaring lagi sebentar"

"Iya, Mas. Nanti Aya buatkan teh hangat"

Daffa tersenyum.
Ia masih belum percaya. Ia memiliki istri cantik. Muda. Dan istrinya itu sedang membuatkannya teh hangat.

Sangat manis.

Daffa kembali tersenyum dan memejamkan mata. Ia kemarin berpikir bahwa takdir Tuhan begitu tidak adil. Tapi mengapa sekarang ia merasa Tuhan begitu baik padanya?

Aya begitu cantik dan lembut.
Kenapa? Kenapa baru sekarang aku menyadarinya? Kemana saja aku selama ini?

-----------------------------------------------------------------
"Mas.. ", Aya memanggil Daffa. Dan ternyata Daffa sedang mandi. terdengar dadi suara gemericik air di dalam kamar mandi. Aya berinisiatif mengambilkan Daffa pakaian, lalu ia letakkan di ranjang, kemeja dan celana kain. Tapi untuk pakaian dalam, ia tidak berani. Ia malu juga. Sungguh.

Aya juga harus segera mandi. Ia juga berangkat sekolah hari ini. Ia segera menuju kamarnya untuk mandi.

Daffa keluar kamar mandi. Ia bingung dengan adanya pakaian di ranjangnya. Ia merasa belum menyiapkan pakaian ganti. Ah Daffa baru ingat, ia sudah memiliki istri lagi saat ini. Ia tersenyum. Ternyata istri kecilnya itu perhatian juga, pikirnya.

Dan kini, mereke berada di dalam mobil Daffa. Berdua. Canggung. Mereka sedang perjalanan menuju sekolah Aya. Ya, memang dari dulu, sebelum mereka berstwtus suami istri, Aya selalu berangkat bersama Daffa. Tapi kali ini berbeda. Status mereka berbeda. Mereka sama-sama bingung. Bingung memulai pembicaraan.

Daffa berusaha fokus menyetir. Ia merasa bahwa pagi ini Aya terlihat begitu cantik dan manis. Entahlah. Padahal sebelum ini ia terkesan bodo amat dengan mantan adim iparnya itu.
Sedangkan Aya? Ia memilih menoleh ke samping, ke arah jendela. Tapi fikirannya masih menuju pria di sampingnya. Suaminya.

"Aya.."

"Iya, Mas?"

"Em kamu hari ini pulang jam berapa?"

"Belum mulai pelajaran tambahan, Mas, jadi mungking jam 2"

"Baiklah kita pulang bersama"

"Aya naik angkot aja, Mas, seperti biasa"

"Tidak, Aya. Kamu sekarang istriku"
Aya menoleh. Daffa juga menarapnya, setelah sadar apa yang ia ucapkan. Tatapan mata mereka bertemu. Daffa salah tingkah. Begitu pula Aya. Pipinya memanas.

"Emm maksudnya, masih ada orangtua kita di rumah, nanti kalau mereka tau kamu pulang naik angkot, Mas yang kena marah, Ya", jelas Daffa panjang lebar yang sesungguhnya apa yg ia ucapkan itu sangat berlawanan dengan hatinya. Ia hanya ingin memastikan Aya aman. Namun egonya terlalu tinggi untuk mengatakan itu. Sedangkan Aya? Yang semula hatinya mulai berbunga, kini bunga itu layu begitu saja. Ia sedih dengan jawaban Daffa.

"Iya Mas. Maaf kalau selama ini Aya merepotkan Mas", Aya menunduk.

Daffa mencengkeram kemudi dengan kuat. Sial. Bodoh. Ia menyakiti Aya. Persetan dengan mulut sialannya ini. Dan ia memilih diam. Pengecut memang. Daffa akui itu.

Mobil Daffa sudah memasuki parkiran sekolah, ia mematikan mesin. Ia menoleh Aya. Ternyata Aya sudah mengahadap dirinya, dengan mengulurkan tangan kanannya?

"Mas.."

"Ehh iyaa", Daffa mengulurkan tangannya, membiarkan Aya menjabat tangannya, mencium punggung tangannya.

Daffa kaget bukan main. Ia tak menyangka. Karena dulu, sebelum mereka menikah, Aya hanya mengucapkan terimakasih kepadanya ketika sampai sekolah, lalu meninggalkan mobil, bergegas menuju kelas. Dan Daffa juga tidak mempermasalahkan hal itu.

"Aya berangkat dulu, Mas.", Aya melepaskan tangan Daffa, membuka pintu, dan keluar.

Namun sebelum itu, Daffa memanggilnya,

"Aya .."

Aya menoleh.

"Iya Mas?"

"Ha?"

"Mas tadi manggil Aya kenapa?"

Benarkah ia memanggil Aya tadi? Sungguh ia tidak sadar. Ia merasa mengatakan itu hanya di dalam hati saja. Entahlah, Daffa merasa berat berpisah dengan istri kecilnya itu. Hahh.. Astagaaa. Kenapa ia jadi seperti ini sekarang? Istrinya itu sudah mempengaruhinya.

"Ohhh. Ehh. Anu.. emm. Nanti pulang, Mas tunggu sini. Pulang sama Mas"

"Iya Mas, Aya ngerti. Aya berangkat dulu, Assalamualaikum"

"Waakaikumsalam"

Huhhh.
Daffa menghembuskan nafas kasar. Ia memejamkan mata. Baru sehari Aya menjadi istrinya, ia sudah terpengaruh. Lalu bagaimana besok? Besoknya? dan besoknya lagi? Ia sangsi bisa memenuhi janjinya kepada Aya. Janji untuk melepaskan Aya ketika gadis itu menemukan lelaki yang dicintainya. Mampukah ia memenuhi janji itu?

---------to be continue--------

Jujur. Aku pengen dapet respon kalian. Kalian yang membaca cerita ini entah kapan.
Apakah kalian menyukai cerita ini atau tidak? Apakah sudah ada chemistry di dalam ceritaku ini? Chemistry antara cerita dengan kalian, pembaca. Apakah kalian sudah merasakannya? Tolong masukannya.
Thankyou~

23/04/2020

Menjadi IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang