15. Kembali

19 3 0
                                        

Happy reading! part kedua sebelum ending.

Laili panik begitu pun dengan Dio. Mereka langsung membawa Dimas ke rumah sakit terdekat. Meski Laili merasa keadaannya tidak memungkinkan untuk berjalan, dia masih terkejut dengan apa yang terjadi.

Dimas diberikan perawatan yang intensif. Untungnya luka akibat bata yang menghantamnya tidak membuat cowok itu terluka parah. Bahunya memang memar dan lebam. Namun, dokter mengatakan itu akan baik-baik saja dan tidak akan terjadi apa-apa.

Dimas masih tertidur saat Laili memasuki ruang inap. Laili memandang Dimas dan merasa bersalah, karena dirinya Dimas jadi terluka. Gadis itu berjalan mendekati ranjang lalu duduk di kursi yang berada di sebelahnya. Ia masih kepikiran dengan kejadian yang menimpanya. Itu semua di luar dugaan Laili.

"maafin gue, Dim. Gara-gara gue, lo jadi masuk rumah sakit." Laili berbicara kepada Dimas dan berharap Dimas akan mendengar permintaan maafnya.

Sudah satu jam Laili menemani Dimas. Namun belum ada tanda-tanda Dimas akan bangun. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Laili sempat mengabari kedua orang tua Dimas lewat telepon. Mereka bilang akan segera ke rumah sakit.

Tepat pukul 10 malam. Orang tua Dimas, Om Anton dan Tante Runi baru sampai di ruang inap anaknya. Mereka terburu-buru masuk untuk melihat keadaan Dimas. Orang pertama yang mereka temui adalah Laili, Runi langsung menanyakan kabar Dimas.

"Saya Laili. Dimas masih belum sadar, Tan," ucap Laili kepada Runi.

"Tapi, kata dokter dia nggak kenapa-kenapa, kan?" tanya Runi sedikit cemas.

"Iya, Tante. Kata dokter, Dimas akan segera sadar dalam beberapa jam, dia tadi dikasi bius."

Laili mencoba untuk membuat suasana tenang. Karena dirinya pun sama cemasnya dengan keadaan Dimas.

"Dimas, bangun, sayang," ucap Runi mencoba untuk membangunkan Dimas.

Saat Runi menggoyangkan bahu Dimas, Laili dengan sigap mendekati Runi. Pada saat itu pula, Dimas terbangun dan langsung meringis pelan karena bahunya terasa ngilu.

"Dimas di mana, Ma?" tanya Dimas yang masih linglung karena dirinya sekarang sudah berada di kamar yang serba putih dengan infus yang bertengger di tangan kirinya.

"Dim, aku minta maaf," ucap Laili dengan sedikit menunduk. Dimas menggeleng pelan.

"Ma, aku nggak kenapa-kenapa. Mama sama Papa bisa pulang, udah malem juga," ucap Dimas kepada Anton dan Runi.

"Mama mau nungguin kamu di sini, kamu terluka sayang." Runi melirik ke arah Laili. Mungkin Runi sedikit kesal karena yang menyebabkan Dimas begini adalah Laili.

"Mama sama Papa pulang aja, Dimas nggak apa-apa, kok." suruh Dimas kepada Runi. Dimas tau orangtuanya pasti sibuk, ia tidak mau merepotkan keduanya.

Akhirnya Runi dan Anton terpaksa pulang karena permintaan Dimas. Runi pun tidak mengatakan sepatah kata kepada Laili. Namun, Anton tetap memberikan Laili senyuman sebelum meninggalkan ruang inap Dimas.

"Saya dan Mamanya Dimas pulang dulu. Tolong jaga Dimas sampai pulih, ya," ucap Anton sebelum benar-benar meninggalkan ruang inap Dimas.

Laili hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

***

Satu minggu berlalu setelah kejadian itu, Laili dan Dimas masih bertemu. Bahkan semakin dekat. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama dan berusaha melupakan apa yang telah terjadi. Dimas pun sudah berangsur pulih. Luka yang ada di bahunya sudah membaik. Namun tetap saja itu membuat Laili masih merasa bersalah. Tetapi Laili lega karena Tante Runi sudah bisa memaklumi kejadian yang sudah terjadi. Beliau memaafkan laili setelah tahu kebenarannya.

Saat ini Dimas dan Laili sedang berada di halaman rumah Laili. Hari ini, mereka akan kembali belajar bersama lagi. Untuk itu, Dimas datang tepat saat Laili sudah merapikan dirinya sendiri.

"Tunggu dulu, gue ambil buku-buku yang mau kita pelajari," ucap Laili saat Dimas sedang menyeruput jus mangga yang gadis itu buatkan.

Laili melenggang masuk ke dalam rumah sambil terus merasakan kegelisahan yang selama beberapa hari ini menghantuinya.

Beberapa menit kemudian, gadis yang kali ini rambutnya di ikat rapi itu sudah kembali dengan beberapa buku yang ada di tangannya. Lalu, meletakkannya di hadapan Dimas.

"Mau mulai dari mana?" tanya Dimas yang langsung membuka buku tebal berjudul Manajemen Pemasaran.

Laili tidak menjawab, ia malah terus memperhatikan Dimas lekat-lekat. Perasaannya tak karuan. Detak jantungnya berdegup kencang dua kali lipat saat memandangi manik mata Dimas.

"Em, Dim!" Laili berseru yang mengakibatkan Dimas tersentak kaget. "Gue mau nanya," lanjut Laili yang membuat Dimas mengerutkan keningnya.

"Tanya aja, sih," balas Dimas sambil membetulkan buku yang ia baca.

Sebenarnya, Laili tidak mau menanyakan hal ini. Karena menurutnya ini hal yang sensitif .

"Em, gue cuman mau nanya, gimana kalo gue suka sama lo?"

Laili mengatakannya dengan begitu lugas. Dimas sampai cengo tidak tahu harus merespon apa. Bahkan seperti waktu berhenti saat Laili bertanya seperti itu.

Dimas benar-benar terkejut dengan pertanyaan dari Laili. Ia masih terus memandang Laili dengan tak percaya. Sedangkan Laili masih bergelut dengan pikirannya sendiri yang menanyakan hal konyol itu.

"Gimana, Dim?" Laili bertanya lagi namun Dimas masih tetap bergeming.

"Apa pertanyaan gue sulit buat lo jawab?" lanjut Laili kemudian.

Ini beneran Laili nanya gitu? batin Dimas.

"Udah, nggak penting. Gue cuma becanda," sahut Laili ketika Dimas tak kunjung menjawabnya.

***

(LSC : 21520)

Siapkan jiwa untuk part terakhir. terimakasih atas dukungan kalian di cerita Laili, ya.

Laili (LSC4) [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang