14. Teror

28 4 0
                                        

HAPPY READING, SEMOGA KALIAN SUKA.

Selasa pagi, pesan tanpa nama lagi-lagi kembali bertandang ke ponselnya. Isinya selalu berawalan sama "Jauhin dimas!" tapi selalu Laili abaikan. Gadis itu juga telah berbicara kepada Dimas tentang SMS ini, pun dengan Tias dan Dio. Mereka menyuruh Laili untuk tidak menghiraukan pesan dari nomor tersebut, bahkan Dio menyuruhnya untuk memblokir nomor itu agar tidak menggangu aktifitas Laili. Jika di hitung, mungkin ada sekitar 10 pesan dari nomor yang sama.

Hari ini, Laili hanya memiliki dua jadwal, pukul 13 dan 15. Jadi gadis itu memutuskan untuk bersantai sambil sedikit menyelami materi yang masih belum ia pahami lewat ponselnya. Bi Ayu, pembantu rumah tangganya mengetuk pintu dan memanggil namanya. Ketika membuka pintu, Laili dapat melihat ada sebuah kotak yang terbungkus rapi seperti sebuah paket berada di tangan wanita itu.

"Non, ini ada paket, katanya buat Non," ujar wanita paruh baya tersebut.

"Paket?" tanya Laili heran, "dari siapa, Bi?"

"Bibi juga nggak tau, Non. Soalnya tadi di antar sama kurir."

"Oh, yaudah. Makasih ya, Bi," ucap Laili setelah menerima kotak tersebut.

Laili menutup pintu ketika Bi Ayu telah keluar dari kamarnya. Paket? Perasaannya ia tidak membeli apapun. Paket apa ini? Laili membolak-balik paket tersebut dan mengguncangnya perlahan. Kotak ini tidak terlalu berat, juga tidak ringan. Ukuranya seperti kotak sepatu. Apakah isinya sepatu? Namun, dari siapa? Di atasnya tidak di beri tahu secara gamblang nama pengirim, hanya bertuliskan alamat penerima saja.

Gadis bercepol itu mencari gunting untuk membukanya, namun tidak berhasil. Untuk itu Laili ke dapur untuk membukanya dengan cutter, ia membawa kotak tersebut bersamanya. Tidak butuh waktu lama, isolasi coklat yang membungkus kotak tersebut terurai dan menampakkan kotak putih dengan nama Laili yang di tulis dengan spidol merah. Laili kembali mengernyit. Namun, kali ini di ikuti detakan jantungnya yang tiba-tiba memburu.

"AA!" kotak tersebut seketika terhempas ke lantai dapur. Warna merah seketika berserakan di sekitarnya. Saking terkejutnya gadis itu sampai terduduk, memeluk lutut takut, tubuhnya menggigil ngeri. Bi Ayu datang dengan tergopoh menghampirinya.

"Astaghfirullah!" wanita itu juga kaget. Ia segera membantu Laili bangkit dan membawanya ke ruang keluarga, karena ruang itu yang terdekat dan menjauhi potongan tikus putih berlumuran darah di dapur.

"Bi ...." Gadis itu masih menggigil, wajahnya pias. Baru kali ini ia mendapatkan kotak seperti itu. "Si..siapa yang ...." Air matanya luruh tak mampu lagi berucap.

"Minum dulu, Non. Biar tenang." Bi Ayu menyodorkan segelas air mineral untuk menenangkan Nona-nya. Beliau juga mengusap punggung Nona-nya yang tengah tersedu-sedu ketakutan. Siapa yang mengganggu Nona kecilnya? Ia kembali mengulang istighfar. Jahat sekali yang mengirimkan kotak itu ke sini. Jika ia tau isinya tikus yang terbelah tiga dengan lumuran darah segar, ia tak akan memberikan kotak itu ke Nona-nya dan langsung membuang bahkan langsung menolak kotak itu dari kurir yang mengirimkannya.

Laili masih sesenggukan ketika Bi Ayu berpamitan ke belakang, wanita itu harus segera membersihkan isi kotak itu dan membuangnya. Ia juga akan menceritakan hal ini kepada majikannya. Ini tidak boleh di biarkan. Kasihan Nona kecilnya.

***

Dimas

"Li, lo dimana?" 12. 48

"Li, lo dimana dah?" 13.27

"Lo sakit?" 13.34

"Ha elah, di read doang! Balas woi!!" 13.35

Pesan berturut-turut dari Dimas hanya gadis itu baca tanpa berminat untuk membalasnya. Ia pusing, pikirannya masih memutar adegan tidak menyenangkan pagi tadi. Bi Ayu telah menceritakan perihal tadi pada kedua orang tuanya. Ibu langsung pulang dan gadis itu kembali menangis, di susul Ayahnya yang semakin membuat tangisnya kencang. Entah berapa lama ia menangis, sampai ia jatuh terlelap di pelukan sang Ibu. Saat terbangun, keduanya tidak tampak di pandangan Laili, mungkin pergi lagi atau hanya keluar sebentar dari kamarnya. Adegan itu kembali di tayangkan otaknya. Badannya kembali menggigil dan ia kembali menangis dalam diam.

***

"Gila lo, bolos nggak tanggung-tanggung. Sekali libas langsung seminggu."

Laili hanya tersenyum tipis menyahuti ucapan Dimas. Kejadian minggu lalu merenggut kesenangannya. Sejak hari itu, Senin ini ia baru berani kembali ke kampus. Seminggu kemarin, bahkan untuk keluar kamar pun ia tak mau. Untungnya ada Ibu, Ayah dan Bi Ayu yang menjadi sandarannya. Jika tidak ada mereka, Laili mungkin akan bernasib sama dengan tikus di kotak itu. Mati. Adegan tentang kotak itu masih menjadi momok buat Laili. Seram.

Mereka baru saja menyelesaikan dua jam pelajaran dan akan kembali pulang. Hari ini hanya ada satu mata kuliah. Dimas di sampingnya, ia juga di temani Dio.

Ketika berjalan melewati koridor lantai bawah menuju parkiran, batu bata yang entah datang dari mana terhempas dua meter di depan Laili. mereka sama-sama kaget, segera mencari pelaku yang melempar bata namun nihil. Laili berusaha agar tidak menggigil, namun adegan kemarin kembali berputar.

"Laili!" "Awas!"

Dio berteriak sedangkan Dimas dengan sigap menarik dan mengganti tempatnya dengan Laili dari lemparan bata kedua. Bahunya terkena lemparan, dikuti laili yang tak sanggup lagi berdiri. Ia luruh, hatinya rapuh, tubuhnya jatuh tak sadarkan diri.

***

(LSC : 19520)

SIAPA YANG MENEROR LAILI? ADA YANG TAU?

Laili (LSC4) [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang