Setelah menceritakan semua masalah yang ia hadapi, Laili merasa menjadi lebih baik. Ia juga mendapat tawaran dari Dimas untuk membantunya dalam memperbaiki nilai.
"Terima kasih, ya. Kalau aja gue nggak ketemu sama kalian, entah apa yang akan terjadi sama gue. Mungkin gue udah mengakhiri hidup," ungkap Laili.
"Jangan ngomong gitu, dong! Gue nggak suka. Mengakhiri hidup bukan jalan yang terbaik untuk semua masalah. Nanti yang ada arwah lo gentayangan," terang Dio. Ia mengatakan hal tersebut karena pernah menonton salah satu youtuber yang mengatakan jika bunuh diri, arwah kita tidak akan diterima dan malah gentayangan. Membayangkan hal itu, semua teman-teman Laili langsung merinding.
"Yo, Tias, akhir-akhir ini, kok kalian keliatan dekat banget, sih? Bahkan saat kita jalan-jalan kemarin, gue lihat kalian berdua pegangan tangan kayak orang pacaran? Kalian jadian, ya?" tanya Dimas penasaran.
Laili dapat melihat Dio dan Tias sama-sama terkejut. Namun sedetik kemudian mereka kembali menetralkan wajah mereka. Kemudian Laili menimpali, "Iya, gue juga lihat. Sekarang juga kalian dateng barengan, satu mobil malah."
"Gue sama Tias teman sekelas. Kalian gimana, sih," jawab Dio jengah.
"Gue barengan sama dia juga karena motor gue di pakai adik gue ke sekolah," tegas Tias. Mendengar hal itu, Laili dan Dimas hanya menganggukkan kepala mereka, percaya.
"By the way, lo kan udah hapus kontaknya si Arfa, tuh. Sekarang lo hapus juga dong foto-fotonya. Nggak mungkin lo pacaran sama dia sejak SMA tapi nggak punya foto bareng," Tias memberi saran setelah mereka di makan keheningan.
"Nggak, ah. Gue sayang sama fotonya. Masih pingin gue lihatin terus," tolak Laili.
"Katanya mau move on! Gimana, sih?!" gemas Dio.
"Siniin handphone lo." Dimas langsung mengambil handphone milik Laili yang tidak di kunci dan mulai mencari galeri. Saat menemukannya, ia langsung melihat begitu banyak foto Laili dengan mantan pacarnya.
"Buset dah! Seribu seratus foto?!" ungkap Dimas tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Coba gue lihat." Tias langsung mengambil handphone milik Laili dari tangan Dimas. Dio juga ikut melihat isi galeri Laili bersama Tias.
"Lumayan ganteng juga," ungkap Tias kagum.
"Tenang. Biar gue yang hapus foto-fotonya," lanjut Tias.
"Jangan sampai lo tertarik sama dia, Yang," sahut Dio. Tias yang semula fokus dengan aktivitasnya, seketika berhenti dan langsung menginjak kaki Dio.
"YANG?! MAKSUD LO SAYANG?!" heboh Dimas yang langsung mendapat tatapan dari pelanggan kafe lain. Dimas yang merasa malu, hanya bisa tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
"Mampus, kan. Kenapa mulut lo nggak bisa dikontrol, sih?" gumam Tias geram kepada Dio.
"Sorry, Beb," jawab Dio.
Laili berdeham, "Sekarang, jelasin secara lengkap. Kalian berdua pacaran?"
Tias mengembalikan handphone milik Laili, tanda ia telah selesai menghapus foto Laili dengan mantannya, kemudian saling pandang dengan Dio. Dio hanya terkekeh dan mulai menceritakan secara lengkap hubungannya dengan Tias.
Dio kembali mengingat saat masa orientasi pengenalan kampus. Ia kagum dengan Tias saat bermain tarik tambang dengan semangat disaat yang lain mengeluh panas karena teriknya mentari. Sejak saat itu, ia mulai tertarik dengan Tias. Waktu pembagian kelas, ia sangat senang saat tahu bahwa ia satu kelas dengan Tias. Dari sana, ia memulai berkenalan dan mulai akrab hingga saat Ujian Akhir Semester hari kedua, di tengah ujian dengan pengawas yang tidak mengenakan, Dio menyatakan perasaannya dan diterima Tias yang ternyata memiliki perasaan yang sama setelah keluar dari ruangan.
"Jangan salah! Gue nerima dia karena kasihan. Dia jomlo dari lahir soalnya."
Dio mencubit pipi Tias, "Dulu gue emang jomlo tapi sekarang, kan gue udah punya lo, Sayang."
"Gila banget lo, Di. Masa waktu UAS lo nembak Tias?! Dasar cowok nggak romantis," ujar Dimas.
"Biar beda dari yang lain, dong!" sahut Dio dengan bangga.
"Kalian yang pacaran malah gue yang putus," ungkap Laili dengan raut sedih.
"Jangan sedih lagi, dong. Gue traktir kalian deh sebagai pajak jadian gue sama Tias."
"Asik! Kalau gini gue setuju banget!" jawab Dimas dengan penuh semangat.
Mereka membayar pesanan masing-masing lalu keluar dari kafe. Laili dan Dimas memutuskan ikut bersama Dio dan Tias menaiki mobil ke salah satu Mall terbesar di Jakarta. Saat sampai di Mall, mereka mulai bersenang-senang, dari menonton film terubaru, melihat-lihat aksesoris, sampai bermain di timezone hingga tak terasa cahaya merah mulai terbentang di ufuk barat.
***
Dio mengantar Dimas dan Laili ke rumah Laili karena motor milik Dimas terparkir di sana kemudian berpamitan kepada Laili karena ia sudah ditunggu oleh orang tuanya di rumah sedangkan Dimas mengambil motor lalu menyalakannya.
"Hati-hati di jalan, Dim!" pesan Laili.
"Iya! Lo juga jangan kebanyakan galau. By the way nih, besok kan hari sabtu. Gimana kita langsung mulai belajar besok?" usul Dimas.
Mendengar hal itu, Laili mengangguk kepalanya dengan semangat, "Jam sepuluh pagi dan di rumah gue, gimana?"
"Iya, boleh. Udah sana masuk!" usir Dimas.
"Bye, Dim!" Laili melambaikan tangannya dan Dimas mulai menjalankan motornya hingga menghilang dari pandangan.
Laili masuk ke rumah dan segera membersihkan diri. Setelah selesai, Laili merebahankan dan memikirkan kejadian yang ia alami.
Gue harus move on dari Arfa dan memperbaiki nilai gue. Nggak boleh dapet rendah lagi. Batin Laili berkobar.
***
(LSC : 14520)

KAMU SEDANG MEMBACA
Laili (LSC4) [Lengkap]
Novela JuvenilPutri Laili Jayanti, nama yang begitu indah namun tak seindah jalan hidupnya. Sudah kebal, malah kelewat bosan dengan badai yang terus menghampiri. Sebentar lagi dirinya akan masuk ke bangku kuliah dan ia mulai bertanya-tanya; badai seperti apa lagi...