Selamat malam gais. Happy reading!
Laili merasa kalut mendengar perkataan Arfa, ia berlari mengejar Arfa yang langsung meninggalkannya bersama Dimas. Dimas ingin mencegah, namun ia harus menunggu pesanan gelato yang telah mereka pesan. Akhirnya Laili dapat mengejar Arfa dengan leluasa dan berhasil memegang punggungnya.
"Maksud lo apa ngomong kayak gitu?! Dimas itu cuman temen gue, gak lebih!" Arfa kemudian langsung menoleh ke arah Laili.
"Nggak mungkin! Kalo dia temen, lo nggak bakal jalan berduaan kayak gitu! Lo yang bilang sendiri kalo nggak akan jalan berduaan sama dia. Tapi, buktinya lo jalan berduaan sama dia! Berarti lo emang pacaran sama dia, kan?! Ngaku!"
"Enggak!" jawab Laili gemas.
Arfa mendorong Laili yang sedang menangis dan langsung meninggalkannya begitu saja. Dimas yang baru saja mengambil dan membayar pesanan gelato langsung menghampiri Laili setelah ia melihatnya sedang menangis kejer.
"Kenapa, lo?" tanya Dimas dengan heran.
"Nggak apa-apa, kok," ujar Laili yang ingin menutupi masalah ini dari Dimas.
"Udah, ceritain aja. Kan gue teman lo. Siapa tahu bisa bantu ngatasin masalah ini."
Akhirnya Laili sambil menangis menceritakan masalah yang ia hadapi, mulai dari Arfa yang menyatakan putus secara tiba-tiba setelah melihatnya dengan Dimas. Ia sudah menjelaskan kepada Arfa bahwa hubungannya dengan Dimas hanya sebatas teman, tidak lebih. Namun, Arfa tetap tidak percaya dan meninggalkannya begitu saja. Laili juga bercerita kepada Dimas bahwa Arfa merupakan pacar yang baik. Ia selalu memperhatikannya di saat senang dan sedih. Pun memberitahu Dimas bahwa hubungannya sudah terjalin sejak SMA. Dimas yang merasa simpati dengan Laili langsung merespon cerita itu dengan harapan ia dapat membantu Laili menyelesaikan masalahnya.
"Ya udah, Nanti lo chat dia, terus lo jelasin lagi kalo kita cuman temenan. Lo juga bilang, kalo tadi sebenarnya kita jalannya nggak berduaan aja tapi ada temen-temen lain."
Laili mengangguk pelan. Tias yang baru kembali dari toilet langsung menghampiri mereka dan terheran-heran melihat Laili dengan wajahnya yang berlinang air mata.
"Kenapa lo?"
Dimas langsung menjawab pertanyaan Tias dengan cepat.
"Dia ada masalah sama cowoknya. Nanti gue ceritain di mobil. Ayo, sekarang kita ke mobil dulu."
***
Keesokan harinya, Laili seharian mengurung diri di kamarnya. Ia merenungi apa yang telah menimpa dirinya. Ia hanya sesekali keluar dari kamar untuk makan, minum, dan pergi ke toilet. Selain itu, ia juga berusaha untuk menghubungi Arfa melalui pesan di ponsel dan menjelaskan apa yang telah terjadi kemarin. Namun, tidak ada balasan yang ia terima.
Laili semakin yakin bahwa Arfa sudah bulat dengan keputusan tersebut. Ia ingin sekali bercerita secara lengkap dengan teman-temannya, tetapi ia ragu. Ia merasa, saat ini tidak perlu membicarakan masalah ini dengan teman-temannya, terutama kedua orang tuanya karena takut mereka akan kecewa dan marah.
Laili terus memikirkan masalah yang menimpanya sampai-sampai ia merasa frustrasi dan sempat memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Namun, mengakhiri hidup bukanlah solusi, justru akan menambah masalah baru seperti meninggalkan orang-orang yang ia cintai. Hingga akhirnya, ia mengurungkan niat tersebut.
"Tuhan, sedih sekali rasanya ditimpa berbagai masalah seperti ini, mulai dari mendapatkan nilai yang turun sampai di putuskan pacar. Ya Tuhan, bantu saya dalam menghadapi masalah ini. Semoga saya diberi kemudahan saat berkuliah nanti dan Arfa setidaknya mau memaafkan saya."
Selesai berdoa, gadis itu kembali memikirkan masalah-masalahnya dan tiba-tiba terlintas di pikirannya untuk pindah jurusan. Ia yakin, bahwa dengan pindah jurusan dapat menyelesaikan masalah kuliahnya dan tentu saja dapat melupakan Arfa. Tetapi hal itu tentu saja tidak dapat dilakukan dengan mudah, sebab Ayahnya tidak akan memberikannya izin untuk pindah jurusan, apalagi jurusannya saat ini atas dasar keinginan Ayah. Laili juga tidak ingin mengecewakan orang tuanya atas pilihan yang ia buat. Lag-lagi, niat yang terlintas kembali di urungkan.
Ting!
Ponselnya berbunyi, menandakan sebuah pesan baru masuk. Bergegas ia mengambil ponselnya dari meja belajar dan berharap Arfa membalas pesannya, alih-alih Arfa, yang mengirimkan pesan adalah Dimas.
Dimas
"Li, lo udah chat belum sama dia? Kalo udah balesan dia gimana?" 13.30"Gue udah chat dia tapi nggak ada balesan sama sekali :( " 13.30
Dimas
"Coba lo chat lagi. Siapa tahu dia bales. Kalo emang dia nggak bales-bales. Coba chat dia lagi besok." 13.32"Oke. Nanti gue coba lagi." 13.32
Obrolan mereka berakhir. Laili kembali mencoba untuk mengirimkan pesan kepada Arfa, namun lagi-lagi tidak direspon oleh lelaki itu. Karena sudah merasa frustasi, ia memutuskan untuk menghubungi Dimas dan juga teman-teman lainnya.
Gue harus ceritain ini semua sama teman-teman, gue udah nggak sanggup kalo gini terus, batinnya
Akhirnya ia mengirimkan sebuah pesan kepada Dimas.
"Dimas, bisa nggak kalo kita ketemuan hari ini atau besok? Soalnya gue mau omongin sesuatu" 14.00
Ia mengirimkan pesan yang sama kepada teman yang lainnya. Lalu kemudian ia mendapat notifikasi pesan dari ponselnya.
Dimas
"Oke. Kayaknya ketemuannya besok aja deh. Soalnya gue hari ini ada urusan penting banget. Oh iya, lu udah kirimin chat lagi belom ke si Arfa?" 14.20"Dia masih belom balas." 14.20
Dimas
"Yaudah nggak usah dipikirin terus. Siapa tahu dia baru bales besok. Terus kita ketemuan di mana nih?"14.21"Di cafe dekat rumah gue aja." 14.21
Dimas menyetujuinya. Ia juga akan mengajak teman-teman yang lain ketika percakapan keduanya telah berakhir. Laili merasa sedikit lega karena ia akan menceritakan masalah yang ia hadapi. Laili harap teman-temannya bisa membantu mencari solusi agar masalahnya cepat selesai.
***
(LSC : 12520)
Hola gais, gimana kabarnya hari ini? Aman? Atau ambyar kayak Laili, nih? Hehehe. Terimakasih telah membaca cerita ini, ya. Kami harap kalian masih betah menunggu kelanjutannya. Salam aksara!
KAMU SEDANG MEMBACA
Laili (LSC4) [Lengkap]
Dla nastolatkówPutri Laili Jayanti, nama yang begitu indah namun tak seindah jalan hidupnya. Sudah kebal, malah kelewat bosan dengan badai yang terus menghampiri. Sebentar lagi dirinya akan masuk ke bangku kuliah dan ia mulai bertanya-tanya; badai seperti apa lagi...