Episode 5: Senja

450 170 113
                                    

"Sendirian kita menemukan pendirian, namun bersama kita menemukan pelarian."

Kalian salah besar kalau mengira Rey akan membawa Adel ke salah satu mall favoritnya atau sebuah taman yang mempesona. Rey mengajak Adel ke sebuah gang sempit dan gelap. Tepat disana Rey menghentikan motornya kemudian turun dari motornya.

Mata Adel terus berkedip, bingung apakah mungkin ia dikelabuhi Rey. Atau jangan-jangan.. sebenarnya Rey seorang preman atau gangster yang mau membawanya ke markas lalu menguncinya di dalam? Dengan cepat Adel menepis semua pikiran negatifnya.

Kebanyakan nonton drakor sih!

"Ngapain lo? Turun," ujar Rey dingin seraya memasukkan kedua tangan ke saku.

Perlahan Adel turun dari motornya kemudian celingak celinguk seperti orang ling lung. "Ini kita beneran nih mau kesini?"

Rey berdeham sebagai jawaban. "Udah cepet ikut gue, selain kuda nil yang tidur terus ternyata lo kebo juga," cerca Rey memaksa Adel agar mempercepat langkahnya.

Namun bukan Adel namanya kalau langsung nurut sekali dibilangin. Makin disuruh, makin gak mau. Adel dengan sengaja melambatkan langkahnya, membuat Rey naik darah dan berseru kepadanya.

Cowok itu mendengus sebal melihat Adel sepertinya sengaja lama-lama. "AYO! Kalau lo lama gue tinggal nih," ancamnya langsung dituruti Adel.

Adel berjalan di belakang Rey kemudian mengulangi kata Rey dengan nada alay. "Kalau lo lama gue tinggal nih.."

"Apa lo bilang?" Kilat dan petir tiba-tiba seakan menyambar tubuh Adel saat Rey menatapnya tajam.

"Eng-engga, gak ngomong apa-apa kok hehehe, udah lanjut jalan yuk." Sekarang Adel berjalan 3x lipat dari kecepatan biasanya dan langsung mendahului Rey membuat cowok itu tersenyum tanpa sadar.

Ternyata lorong gelap itu membawa mereka ke sebuah pasar malam yang sangat aesthetic dan mempunyai aura vintage yang pasti digemari semua fotografer. "Wow.. ini tempat apa, bagus banget."

Adel terpana melihat jejeran toko-toko kecil beserta sungai dengan jembatan yang menarik perhatiannya. Semuanya itu terasa seperti di mimpi, so magical. Ditambah langit yang berwarna campuran orens, kuning, dan biru.

Adel berputar-putar di tengah jalan sangking senangnya. Tempat itu tidak begitu ramai, juga tidak begitu sepi. Perfect sekali bagi mereka. Rey tertawa kecil kemudian berjalan mendekati Adel. "Ini tempat yang dulu selalu mama gue ajak pas gue masih kecil," ucapnya dengan suara bariton mampu menyapu segala kekhawatiran Adel.

Angin sepoi-sepoi meniup rambut keduanya, membuat keduanya sama-sama dilema dan terpana dengan wajah mereka masing-masing. Tampan dan cantik. Adel tersenyum tulus menatap Rey di depannya, sedangkan Rey hanya menampilkan muka datar khasnya walaupun sebenarnya hatinya sedang berbunga-bunga.

Keduanya masih memakai seragam sekolah, dan yang lebih menarik perhatian lagi, mereka memakai seragam sekolah yang berbeda. "Tadi baju lo basah, mau beli baju gak?" Rey melihat bomber jaketnya yang masih melekat di punggung Adel.

"Boleh," jawab Adel antusias.

"Tapi.. ada syaratnya," lanjutnya dengan senyum tak luput dari wajahnya.

"Apalagi.." gumam Rey. Padahal yang akan membayar juga dia, yang kasih syarat malah situ. Lah harusnya sini dong.

"Kalau pilih baju sendiri kan udah mainstream banget. Aku maunya yang antimainstream! Kamu liat-liat terus pilihin aku baju yang menurut kamu bagus," ujar Adel dengan mata berbinar.

Dream ChaserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang