13- Selangkah Maju

47 4 3
                                    

Suasana lift mendadak canggung. Xavier terlihat mencoba mencari topik pembicaraan, sementara Xena terlihat ingin cepat-cepat keluar dan pulang ke rumah.

"Xena." panggil Xavier.

"Hm?"

Tiba-tiba mata Xena tertuju pada angka di lift itu. "Xavier, lo udah teken tombolnya belum? Kok itu gak berubah?"

Xavier ikut menatap angka yang tidak kunjung berubah di lift. Dahinya mengernyit. "Perasaan udah."

"Coba teken lagi."

Xavier kemudian menekan tombol lantai G di lift itu. Sesaat kemudian lampu di tombol itu mati, membuat Xavier harus menekannya lagi. Cowok itu semakin bingung. Ia mulai frustrasi.

"Ini kok gak bis-"

BRAKK!!

Mendadak lift bergoncang hebat. Xena berteriak kaget. Xavier juga ikut terkejut melihat lift tiba-tiba gelap gulita. Lift itu mati. Tidak berfungsi atau menyala.

"X-xav.." panggil Xena lemas. Gadis itu benar-benar ketakutan. Tidak ia sangka ternyata di dalam mall mewah seperti ini, lift yang kualitasnya tinggi bisa rusak juga. Ini pasti sedang diperbaiki, pikirnya. Mungkin ada pemberitahuannya tapi entah kenapa bisa tercabut. "Xa-xavier?" panggil Xena sekali lagi.

Tidak ada respon. Xena semakin khawatir. Pikirannya kemana-mana. Gelap gulita. Ia tidak bisa melihat apapun. Xena terduduk. Ia menggigit bibir bawahnya, air mata perlahan mulai mengalir dari wajahnya. "Xavier? Xavier! Xavi-"

Grep.

Hangat. Satu kata yang mendeskripsikan apa yang Xena rasakan saat ini. Ucapannya terhenti ketika Xavier tiba-tiba menarik Xena ke dalam pelukannya, mengusap lembut puncak kepalanya. "Lo gapapa?" tanyanya lembut. Terlihat wajah Xavier dengan bantuan flashlight dari handphonenya.

Saat itu juga tangis Xena pecah. Perasaannya campur aduk. Sedih, takut, senang, dan juga kesal karena Xavier tidak langsung meresponnya, membuat gadis itu khawatir setengah mati. Ia memukul punggung Xavier kesal. "Kenapa gak langsung jawab sih?!" pekiknya.

Xavier mengendurkan pelukannya, ia menatap Xena kemudian tersenyum. "Kenapa? Lo takut gue kenapa-napa?"

Bugh!

"Aduh.." ringis Xavier ketika Xena memukul lengannya kencang.

"Masih aja becanda! Bisa lihat gak ini situasinya lagi kayak gini?!"

Xavier merengut. "Ck. Yaudah."

Xena menghembuskan nafasnya frustrasi. Ia semakin kesal ketika handphone-nya sudah mati karena kehabisan baterai. "Sekarang gimana? Handphone gue mati." keluhnya.

"Sabar. Gue coba telpon Hiro." ujar Xavier mengeluarkan handphone dari saku celananya.

Dahi Xena mengernyit. "Hiro? Apa hubungannya ini sama Hiro?"

Xavier menatap Xena. Wajahnya menunjukkan raut keterkejutan. "Lo gak tau? Bokapnya Hiro pemilik mall ini."

Ah, ternyata yang diucapkan Lila tidak salah. Ternyata memang pemilik mall ini adalah ayah dari siswa di SMA Rajawali. Hardjhana, jadi itu nama belakangnya, batin Xena.

"Biasa jam segini dia kalo enggak main game di rumah ya kelayapan entah kemana." ujar Xavier sambil terus mencoba Hiro berulang kali. "Lo istirahat aja dulu. Nanti kalau udah ada kabar gue kasih tau." ujar Xavier.

Nadanya terdengar datar, namun memberi kesan lain pada Xena. Matanya tak kunjung lepas dari sosok di sebelahnya. Ini bukan Xavier yang biasa ia temui. Xavier yang selalu membuatnya kesal, jengkel, bahkan benci kepadanya. Kali ini cowok itu begitu...baik. Apalagi setelah ia memeluk Xena tadi. Kenapa dia?

XENAVIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang