chapter 15

950 101 32
                                    

Warning
Typo
Selamat membaca

***

Sore itu Jimin berada dalam gendongan Namjoon, kondisinya jauh dari kata baik. Ia tampak lemas dan tidak bergerak sama sekali. Hanya pandangan matanya saja yang mengedar, nafasnya sedikit tersenggal.

"appa Jimin kenapa?"

"kau seharusnya memanggilnya ibu Kook, aku baru saja mengantar ke apartemen lamanya."

"kenapa dia begitu lemas. Apa terjadi sesuatu padanya?"

"tidak ada Jungkook-ah, aku akan segera mengantarnya kekamar. Dia hanya butuh istirahat."

Jungkook memandang ayahnya dengan heran, ada apa dengannya. Tapi yang lebih membuat penasaran adalah ada apa dengan Jimin, bahkan dia hanya diam dan tidak bersuara sama sekali.

     Namjoon meletakan sang istri hati-hati, ia mengusap surai Jimin yang masih tampak basah karena keringat. Dengan lembut ia mengusap pipi merona itu, mengapa dalam hatinya ada desiran yang tak wajar. Bahkan wajahnya masih tampak begitu polos namun ia mampu menggodanya.

Jimin mengerjap perlahan, manik indah itu terfokus pada wajah tegas sang suami. Memancarkan sorot yang penuh dengan pertanyaan, kekecewaan dan kesedihan. Namjoon mampu merasakan itu, ia mengecup dalam dahi sang istri.

"aku berjanji tidak akan melakukannya dimalam pertama, bukan dihari pertama."

Konyol sekali alasannya, tapi. Ia tidak mau disalahkan karena keegoisan. Disini harga dirinya adalah yang paling ia junjung tinggi.

"dan ingat Jimin-ah, kau tau jika kesepakatan kita tidak membebaskanmu berhubungan dengan pria lain. Maka ikuti kesepakatannya."

Jimin terdiam dan menatap Namjoon dengan marah, hanya saja tubuhnya tidak mendukung. Ia sangat lemas dan tidak mampu untuk bangkit. Apa pria itu melakukan hal yang sama pada ibu kandung Jungkook. Pantas saja ia memutuskan untuk pergi dan meninggalkannya.

     Hari menjelang sore, Namjoon pergi kekamar utama dengan nampan berisi bubur dan air putih disana. Serta beberapa pil obat yang ia bawa digenggaman tangannya.

"Jimin sebaiknya kau makan."

"tinggalkan saja diatas nakas, aku akan memakannya."

"tidak. Aku akan memastikan kau makan dengan baik."

Namjoon mendudukan dirinya ditepi ranjang, mengambil mangkuk dan mulai menyuapi Jimin.

"kau fikir aku anak kecil? Tidak perlu sok perhatian. Aku sudah biasa dengan kondisi seperti ini."

Rahang Inspektur itu mengeras, ia sangat marah saat mendengar pengakuan tidak langsung dari sang istri.

"kalau begitu berhentilah dan biasakan hanya melayaniku saja. Aku bukan pria tidak bertanggung jawab yang meninggalkan sesuatu saat sudah tidak dipakai."

"tapi aku tidak mengharapkan hal seperti itu, dan ingat hal seperti itu tidak ada dalam kesepakatan."

"besok kau akan melihat kesepakatan yang baru."

Jimin menerima suapan dari sang suami, ia benar benar tidak mengerti apa maksud pria dihadapannya. Setelah mencampakannya di malam pertama lalu ia seakan mengatur segala sesuatu setelahnya. Tidakkah dia merasa itu terlalu egois.

Tangan bantet itu menerima beberapa pil obat dari tangan Namjoon, ia mengerutkan dahi saat tidak mendapati satu obat disana. Ia ingat betul bentuk dari pil tersebut.

"apa obatnya tidak kurang?"

Namjoon menatap Jimin heran.

"hanya itu."

HEARTBEAT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang