ADIK MELIHAT BUKU KEHIDUPAN

106 3 0
                                    

Malam sebelum opname, si Adik, anakku yang paling kecil bercerita padaku. Ia melihat ada orang berjubah hitam dengan tongkat ditangannya. Orang itu berdiri disamping Papa. Dan anakku melihat orang itu menghisap habis "darah" Papa. Bukan dihisap seperti vampire atau bagaimana. Tapi ia melakukannya dengan cara dihirup tanpa perlu melakukan kontak tubuh dengan Papa.

Kami memaknai kata "darah" yang digunakan Adik yang masih balita sebagai mengambil zat/daya hidup Papa..

Memang sebelum Papa dipulangkan dari rumah sakit, hampir selama 2 bulan itu Papa diberikan Albumin kurang lebih 1-3 flash, darah kurang lebih 4 kantong, berikut infus cairan Livamin 2-3 botol. Semua "penyambung nyawanya" itu hampir setiap seminggu sekali diberikan pada Papa. Karena setiap 5-7 hari setelah pemberian, kadar albumin Papa drop lagi. Demikian terus berulang hingga tanpa terasa sudah hampir 18 flash Albumin yang telah diberikan untuk Papa. Padahal harganya satu flash bisa mencapai dua juta rupiah. Belum darahnya yang setengah juta sendiri dan Livamin yang harganya sampai dua ratusan ribu per botolnya. Berikut obat-obatan injeksi dan oral yang harus Papa konsumsi. Jika tidak kami berikan, kadar albumin dalam tubuhnya berikut HB nya drop. Apalagi Papa terus diare tidak berhenti, kemampuan tubuhnya untuk meretensi cairan dalam tubuhnya menurun, nafasnya sesak, lemah dan lemas. Kami sungguh tidak tega jika tidak memberikan obat-obatan dan cairan itu..

Saat opname itu, kami berikan lagi penyambung nyawanya. Albumin, darah dan Livamin. Tapi, kali ini kadar albuminnya bukannya bertambah. Kadar albuminnya tetap dan tidak berubah. Sehingga akhirnya kami putuskan cukup satu flash saja pemberian albuminnya, sambil menunggu reaksi tubuhnya.

Setelah membaik, kami memulangkannya kembali ke rumah. Syukurlah, kami coba beberapa waktu tanpa diberikan albumin, darah dan livamin, ternyata kondisi Papa masih cukup stabil. Sementara itu, firasat tak henti-hentinya mendatangi. Si Adik, anakku yang terkecil. Di usianya yang masih belum lima tahun, dia menceritakan bahwa ia melihat sebuah buku besar. Setinggi rumah kami. Menurutnya, buku yang ia lihat adalah buku kehidupan Engkong. "Hantu hitam" demikian Adik menyebut sosok itu, sebelum menemui Engkong, dia melihat buku itu terlebih dahulu. Adik melihatnya, lalu ada yang tahu. Tapi tidak terlihat dalam visinya. Hanya ada suara yang menghardiknya untuk kembali. Adik bercerita kalau setelah itu "ia kembali". Ketika kutanya apakah dia tahu isi buku besar itu mengenai apa, sayangnya Adik bilang tidak bisa baca....wkwkwkwkw... Aku lupa kalau dia masih belum bisa baca

100 HARI MENUJU SAKARATUL MAUT (15 Episode - Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang