Saat itu, Mama dan aku cukup khawatir dengan kondisi Papa. Kami berembuk dan ingin mencoba mencari ruang ICU lagi di rumah sakit lain, karena Papa tidak juga mendapatkan ruang ICU di rumah sakit yang sekarang. Ruang ICU nya masih penuh. Kemudian, kami teringat Pak F. Perawat senior rumah sakit yang setiap hari datang untuk mengecek kondisi Papa, mengurusi infus dan memberikan obat-obatan injeksi. Melalui Pak F inilah kami diberi info jika masih ada tempat di ruang ICU untuk Papa di Rumah Sakit tempat dia bekerja. Syukurlah.... Ada pasien ICU di rumah sakit itu yang sudah boleh pindah ke ruangan perawatan biasa. Untuk itu kami harus segera memindahkan Papa kesana.
Sebenarnya kami tidak tega membawa Papa kesana kemari apalagi dengan kondisi seperti itu. Tapi Papa memerlukan pantauan yang lebih intensif. Langsung Mama dan suster menyiapkan kepindahan Papa. Waktu itu sudah sore. Hampir jam 15.00 WIB. Akupun pulang dulu sambil membawa ketiga anakku. Si Kakak waktu itu sedang ujian. Setelah anak-anak selesai kuurus dan kubawakan buku untuk belajar, kami kesana. Aku datang sebelum maghrib.
Sambil menunggu ruang ICU ada yang kosong, sementara Papa kami masukkan ruangan dulu. Puji Tuhan, Papa dapat ruangan yang baru selesai dibangun. Jadi, design ruangan dan barang-barangnya pun masih baru. Tapi aku kaget dengan kondisinya. Kenapa Papa tidur terus. Kenapa Papa nampak berbeda. Kadang-kadang Papa juga begitu. Tapi kali ini, perasaanku sangat tidak enak. Tidurnya Papa agak berbeda bagiku. Dengan kondisi nafasnya yang berat. Aku melihat otot-otot lehernya menegang. Seperti berat sekali untuk mengambil nafas. Nafasnya sudah di tenggorokan.
Kucoba untuk memanggil-manggilnya. Tapi Papa diam saja. Lalu aku membimbingnya untuk berdoa lagi. Aku tahu, Ia mendengarku. Segera aku mendoakannya lagi. Kubisikkan kata-kata semangat di telinganya. Hati ini tidak karuan melihat kondisi Papa. Anak-anak berisik sekali. Aku tidak bisa khusyuk berdoa.
Tiba-tiba aku punya ide untuk memperdengarkan lagu-lagu rohani untuk Papa. Kucoba untuk download lagu-lagu rohani. Aku berharap lagu-lagu itu dapat menggugah kesadarannya kembali. Ada 4 lagu yang berhasil kudownload di samping Papa. Begitu kuperdengarkan di telinga Papa, aku melihat ada reaksi di otot-otot lehernya. Sepertinya ia ingin menanggapi dan menunjukkan reaksinya. Aku tahu Papa berjuang keras untuk itu. Disaat itu pula aku menangis dengan begitu sedihnya. Aku hanya bisa berkata... “Papa, Papa.. ngga apa-apa kalau Papa mau pergi sekarang.... Saya minta maaf Pa... maafin saya, maafin anak-anak saya... Maafin saya, belum bisa menyenangkan hati Papa. Maafin saya yang nggak bisa mengusahakan yang terbaik untuk Papa...” tangisanku begitu pedih.. Mama mengelus-elus rambutku. Ia membesarkan hatiku... “Biarkan.. lepaskan.. Jangan berati jalannya dengan airmata. Bantu Papa dengan doa...”
Saat itu pula aku berkomunikasi dengan keluarga Papa. Aku mohon maaf bila selama ini Papa ada kesalahan terhadap mereka. Juga mohon doa untuk Papa. Kusampaikan kondisinya sudah sedemikian berat. Mohon diikhlaskan. Demikian pula Mama. Sudah meminta maaf barangkali ada kesalahan Papa selama ini ke saudara-saudaranya.
Tak lama setelahnya, dokter datang visite. Setelah melihat tanda-tanda vital Papa yang menurun, perawat mencoba menggoyang-goyangkan badan Papa. Mencubitnya keras-keras berkali-kali dan mencoba memanggil-manggilnya. Tapi Papa tidak ada reaksi. Kembali kelopak mata Papa dibuka, disenter dan tetap tidak ada reaksi. Maka setelah pemeriksaan itu, dokter sampaikan kalau Papa mulai masuk dalam fase dimana Papa sudah koma. Airmata ini mengalir sedemikian derasnya. Aku tahu... saatnya sudah semakin dekat..
KAMU SEDANG MEMBACA
100 HARI MENUJU SAKARATUL MAUT (15 Episode - Tamat)
TerrorKisah nyata penglihatan, suara bahkan pertemuan dengan malaikat maut, pergi ke awan dan perjalanan memasuki tubuh Papa kualami saat 100 hari mendampingi Papa menjelang meninggal dunia.. ********* Segenap firasat dan pertand...