Di Bawah Langit yang Berbeda✔

46 17 0
                                    

Asap knalpot membahana di sekitar pandanganku. Suasana baru ini telah banyak menyihirku melupakan kepingan besar kenangan yang kubawa dari hutan hijau menjadi hutan kendaraan yang malah semakin membuat puyeng¹ kepalaku, ketika melihat banyaknya kendaraan yang wira-wiri² di hadapanku. Yang lebih jelasnya lagi, hidungku mulai menolak udara kotor yang masuk ke lubang hidungku, menyebabkan bersin yang tak berkesudahan menyerpaku, bagai ombak di tepian Pantai Suwuk. Dengan begitu, aku menyuruh Kak Maman untuk menutupkan jendela mobil yang terbuka lebar, karena tanganku sibuk mengurusi hidung yang nakal, dan juga memang aku tak bisa menutupnya. Itu merupakan siasat yang baik, dengan adanya pilek ini juga membawa kebaikan haqiqi bagiku.

🎈🎈🎈

Aku akan dititipkan di rumah Tante Fatimah. Dia satu dari 11 tanteku yang Kristen. Namanya Fatimah, yang malah harusnya bagai anak Rasulullah Saw. Dan dari nama yang kukenal, Tante Fatimah adalah orang yang dermawan, macam Nabi Sulaiman, tapi namanya Fatimah, yang sama dengan nama anak Baginda Rasulullah Saw. Tapi intinya, Tante Fatimah adalah orang yang dermawan macam Nabi Sulaiman, tapi dalam bentuk manusia dari jelmaan nama salah satu anak Rasulullah Saw. Intinya, Tante Fatimah adalah manusia dermawan. Hah!

Kepalaku sibuk mencekokkan kejadian baru yang nantinya akan menjadi memori termenarikku: menuntaskan masa putih abu-abu di ibu kota. Aku yang takjub dengan keramaian yang baru saja kulihat. Tak ada yang pas jika dibandingkan dengan keramaian seperti ini, dari permainan di bawah bulan purnama, atau memburu tikus sawah di ujung waktu sahur, apalagi ramainya sukuran orang sekampung. Tapi ini tidak seseru dan menyenangkan dari memburu tikus sawah, atau permainan di bawah bulan purnama, yang hanya digelar saat bulan purnama. Semuanya memang memiliki ciri khas masing-masing yang mengeras di lurik hati masing-masing orang.

Dari kaca jendela aku melihat, selebihnya, biarlah hatiku yang berkata. Mungkin jika aku tak mengunci mulutku, kata-kata yang keluar hanya 'waahh, yaallah, subhanallah' ya itu-itu saja. Atau nantinya malah akan membuat orang di sekitarku mencela, atau bahkan menghina! Biarlah, aku hanya berteriak di hati, mengagumi dalam sepi. Benar-benar ini adalah karunia Allah di bawah belahan langit yang berbeda.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

¹ Sakit kepala; pusing.
² Berjalan hilir-mudik; mondar-mandir.

Meninggi LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang