Lembaran Baru Untuk Tempat Baru✔

46 17 6
                                    

Suasana baru, tempat baru, dan lembaran baru.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Perkenalkan nama Saya Fajar Harits Maulana," kataku ketika wali kelas menyuruhku maju ke depan kelas dan memperkenalkan namaku, dan itu cukup membuat deg-degan, yang kemudian menyuruhku duduk di bangku paling depan. Di meja seberangku kulihat Gendewa tengah duduk dan berbincang asik dengan teman barunya, yang membuat ada sebuah ngilu di dadaku. Tapi aku lebih geli untuk mengungkapkan kengiluan itu. Dewe wani!¹

Jam pertama di kelas baruku adalah pelajaran kimia, mengenai hakikat kimia. Kurasa otakku benar-benar lambat untuk mengingat. Tidak seperti biasanya. Suasana baru ini benar-benar menyihirku, mengolahku menjadi adonan roti yang lumer dan kalis.

"Hakikat kimia adalah perubahan yang terjadi pada partikel baru berubah menjadi... Hiish!" kacaunya, teman duduk baruku, ketika tengah menghafal definisi hakikat kimia.

Namanya Ardian Putra. Kulitnya yang putih dan terdapat bintik-bintik merah di pipinya membuatnya macam bule yang pernah kulihat di Candi Borobudur di Magelang tiga tahun lalu. Sebenarnya dia terlihat tampan, tapi dia enggan disebut putra. Jadi aku manggilnya Ardi.

"Lo mau bengong terus? Jaelah, bangkrut ntar Lo,"

"Iya? Eh," aku tergagap menjawabnya.

"Sans kali bro. Itu temen Lo kan?" tangannya merangkulku, dan menggunakan dagunya dia menunjuk Gendewa yang tengah tertawa lepas bersama teman duduknya.

"Benar. Kenapa kamu bisa tau?"

"Kan dia pindahan dari desa. Jadi gue nyimpulkan kalo Lo sama dia tuh satu asal. Fair kan?" jelasnya, kemudian kembali menunduk, menghafalkan materi. Iya, menghafal. Yang menjadikan general muda Indonesia menjadi generasi bobrok. Tapi aku bisa apa?

Aku mengangguk dan menatap Gendewa yang tengah asyik dengan kegiatannya itu. Dan membuatku menyimpulkan sesuatu.

"Hakikat kimia adalah perubahan sifat seseorang yang terjadi karena bertemu orang baru yang berbeda dengan sifat semula," tudingku dengan menghubung-hubungkan materi dengan reali. Geli aku!

Ardi menoleh, membuatku mengangkat alis sebagai respon 'apa'. Kemudian dia menepuk-nepuk pundakku.

"Sabar aja bre, gue selalu ada buat Lo. Gue nggak bakal berubah kek hakikat kimia. Gue hakikat aslinya. Sans aja,"

"Hehehe," kekehku mengibangi supportnya.  Mungkin aku harus banyak makan kosa kata. Kosa kata apa ahes! Banyak-banyak aku muak dengan bahasa gaul yang malah membuat hayalanku membumbung tinggi melewati KBBI dan kembali turun karena tepukan seseorang.

"Dan, bisa nggak sih, membuat sebuah perubahan tanpa merubah sesuatu yang pernah ada?" alihnya berbalik tanya.

"Hak asasi untuk menjawab pertanyaan itu ada di manusianya sendiri,"

"Dan gue bingung mau jawab apa lagi."

🎈🎈🎈

Rupannya hari pertama masuk sekolah baruku tak seburuk yang kukira. Aku tak menyangka akan ada seorang guru yang sudi untuk mendekati anak ndeso² sepertiku. Dia seorang guru Bahasa Indonesia, bernamanya Pak Edi. Aku mengenalnya adalah seorang yang sangat ramah, dia tak pernah luput dari Bahasa Indonesia yang baku. Mengagumkan. Dia memberiku selembar kertas berisi peringkat angkatanku, dan aku memasuki peringkat ke 25. Apa?!

Meninggi LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang