Tiga

113 29 4
                                    

"Wah, seorang Revani meminta bantuan Reza?" Vani hampir melayangkan pukulan telak di punggung pemuda itu, jika saja ia tidak ingat dirinya sedang membutuhkan bantuan.

Menghela napas kencang ia berbalik pergi, Reza langsung mengejarnya karena tahu jika Vani tidak jadi memukulnya, berarti Vani benar-benar butuh bantuannya.

Reza mengekori Vani masuk sampai ke dalam kamarnya. Vani kemudian mengatur posisi, laptop ia letakkan di atas kasur, dan bantal ia taruh di lantai sebagai alas bokong mereka. Vani duduk kemudian membuka laptopnya dan kembali ke situs blog yang sebelumnya dibuka.

"Bantu aku menerjemahkan ini dalam bahasa yang mudah ku pahami." Vani menunjuk ke layar laptop sembari menatap Reza.

Walau keningnya mengerut bingung dan rasa heran tercetak jelas di wajahnya. Reza tetap melakukannya, mulutnya sedari tadi bergumam membaca tulisan di layar. Ia terdiam, nampak sedang memproses kalimat demi kalimat yang masuk ke otaknya.

"Jadi mutasi itu ... semacam apa ya?" Reza berpikir sebentar sembari menatap Vani yang serius menanti penjelasan darinya.

"Mutasi itu semacam perubahan yang terjadi pada DNA, yang mana berfungsi membawa informasi genetik. Saat itu terjadi, terciptalah alel atau sifat sama yang baru, dan fenotipe---yang berpengaruh pada fisik penderita. Di sini, alel tersebut akan menjadi akar dari munculnya spesies-spesies baru yang lebih bervariasi. Sehingga terjadi aberasi, dengan arti lain penyimpangan dari yang normal.

"Mutasi dapat memberikan efek negatif yang merugikan bagi penderita atau herediter---penyakit keturunan. Untuk mutasi alami sangatlah langka, perbandingannya hanya 1:10.000 individu, bahkan asal-usulnya masih belum diketahui karena muncul begitu saja. Berbeda dengan mutasi buatan yang sudah menjadi bukti evolusi dunia. Contoh kurang lebihnya itu, seperti bioteknologi yang menerapkan ilmu rekayasa genetika sebagai dasarnya."

"Sudah paham?"

Vani melongo, ia tidak mengerti sama sekali maksud pemuda di hadapannya. "Bisakah kau ulangi lagi?" tanyanya dengan senyum manis.

Reza mengacak rambutnya sendiri, kembali sibuk memikirkan kata-kata yang tepat dan dapat masuk di logika Vani.

"Kita akan menggunakan beberapa contoh penyakit. Semoga kau mengerti dengan ini." Vani mengangguk mengiyakan.

"Misalkan ada seseorang yang memiliki kelainan pada fisiknya. Biasanya itu diakibatkan oleh mutasi sel tubuh, sehingga memicu terjadinya kelainan. Misalkan pada jarinya, atau penampilannya yang serba putih alias albino. Berbeda dengan mutasi pada sel gamet atau kelamin---yang menyebabkan herediter. Biasanya penderita mengidap penyakit hemofilia, talasemia, buta warna, dan lain-lain. Sehingga tidak memiliki keterkaitan khusus dengan fisiknya.

"Sayangnya, mutasi sel gamet yang disebut gonosom ini, biasanya diwariskan dari generasi ke generasi. Berkebalikan dengan mutasi sel tubuh alias autosom, ia tidak berpengaruh pada keturunannya."

"Jadi, bagaimana? Kau mengerti?

Vani sedikit demi sedikit mulai mengingat kembali pelajarannya dua tahun yang lalu. Tapi tunggu ... semua itu memangnya berhubungan dengan kemampuan Lidya membaca pikiran? Bukankah itu tetap saja mustahil? Ilmiah dari segi mananya, jika seorang gadis bisa membaca bahkan masuk ke dalam pikiran orang lain?

"Aku mengerti sedikit ... tapi adakah kemungkinan jika seseorang memiliki kekuatan super melalui mutasi tersebut?"

Reza terkekeh pelan. "Kau ini sedang mencoba memecahkan teori dari film X-Men?" selorohnya dengan senyum geli.

"X-Men? Film apa itu?" Vani bertanya balik tidak mengerti.

Reza membelalakkan matanya tidak percaya. "Kau sungguhan tidak tahu?" Vani menggeleng.

FATE OF LIFE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang