"Cantik sekali," gumam Kevin tanpa sadar.
"Apa?" tanyanya terkesiap.
"Apa? Oh, tidak. Bukan apa-apa!" sanggah Kevin lagi.
"Bagaimana bisa?" tanyanya lagi.
"Kenapa?" Kevin bertanya balik.
"Lihat teman-temanmu," ujarnya memberitahu. Kevin pun menoleh walau bingung, dan berujung membuatnya semakin bingung.
"Kalian kenapa?" tanyanya heran.
"Aku membekukan mereka, tapi nampaknya kau berhasil melewati itu. Bagaimana caramu melakukannya?" jelasnya, kemudian bertanya penasaran.
"Tunggu, apa? Aku?"
"Iya. Cepatlah, aku tidak suka menunggu."
"Tidak. Kau bebaskan dulu teman-temanku," balas Kevin. Gadis itu menghela napas, kemudian menuruti permintaan Kevin.
"Wah, tadi itu hebat sekali!" seru Jeremy kagum.
"Siapa kalian sebenarnya?" tanya gadis itu penasaran.
"Maaf jika kami lancang masuk ke taman rahasiamu ini, tapi kami butuh kelanjutan dari cerita Legenda Krushter. Terutama dari bagian The Assassin," jelas Cyla sopan.
"Ah, kalian sudah bertemu Van dan Stef berarti kan?" tanyanya memastikan.
"Tentu saja." Jawab Vani.
"Baiklah, kalau begitu ikuti aku!" ajaknya kemudian melangkah menjauh, masuk ke dalam sebuah gazebo. Tidak banyak yang berkomentar, mereka mengikutinya dalam diam. Begitu semuanya telah berada di dalam gazebo, gadis itu melambaikan tangannya pelan di atas udara. Silir-semilir angin berembus, dan di detik selanjutnya, mereka telah berada di sebuah ruang makan.
[]
"Stef! Sial!" umpat Van begitu tubuh Stef jatuh hilang kesadaran. Di titik itu, sebuah bayangan lewat tepat di samping kanannya, Van pun langsung menghindar. Beruntung ia memiliki refleks yang baik.Van merapal mantra untuk memperlambat, sebab pergerakan lawannya tergolong gesit. Ia harus menekan seluruh kelebihan lawannya agar kesempatannya untuk menang lebih besar. Sayangnya, bak tidak berpengaruh, lawannya tetap dapat bergerak segesit sebelumnya sehingga berhasil menggoreskan pisaunya di lengan atas milik Van.
Van kembali merapal mantra sehingga penglihatannya berubah bak hewan nokturnal, dan cahaya di ruangan tersebut juga telah diserap seluruhnya. Van tersenyum miring, ia melancarkan serangan dengan mantra kedap udara pada sang lawan. Lagi-lagi ia berhasil menghindar, dan melancarkan tendangan balasan di paha Van. Posisi mereka semakin timpang karena serangan Van terus berhasil dihindari sedangkan pukulan dan tendangan balasan terus menghantamnya telak. Van berniat melenyapkan dirinya bersama sang lawan begitu mereka bersentuhan nanti. Namun, terlihat sebuah cahaya kilat berwarna putih menghantam telak tubuh sang lawan.
Liz telah bangun karena mendengar kegaduhan mereka. Ia sebelumnya juga sempat melakukan pertolongan pertama pada Stef sebelum temannya itu merenggang nyawa karena kehabisan darah.
Kali ini Liz memfokuskan perhatiannya pada sang lawan, ia menatapnya tajam tepat di matanya. Semua mantra milik Van sebelumnya tidak ia hilangkan, tapi justru ada beberapa mantra baru yang ia tambahkan seperti menulikan pendengaran, dan mematikan indra peraba sang lawan. The Assassin benar-benar lumpuh saat itu. Ia terlihat bingung ketika kehilangan hampir seluruh indranya. Di saat itu, Liz melemparkan sebuah cahaya putih yang akan membawa lawannya pergi ke dunia antah-berantah.
Ruang makan tersebut seketika berubah terang kembali. Tanpa jeda lebih lama, Liz melayangkan tubuh kedua temannya kemudian berteleportasi. Pergi sejauh mungkin dari Kota Kress, awal mula dari kekacauan yang melahirkan Legenda Krushter.
[]
"Kalian saat ini tengah berada di Hutan Lesslie. Hutan yang sengaja kubuat sebagai tempat perlindungan jika kejadian tiga ratus tahun silam terjadi kembali," jelas Liz."Apakah tidak ada cara untuk menghentikan siklus ini sepenuhnya?" tanya Cyla cemas.
"Kerja keras dan tenaga besar akan sangat dibutuhkan. Manusia semakin menyeramkan dari waktu ke waktu. Belum lagi jika mereka menggabungkan kekuatan yang disediakan oleh alam dengan kecerdasan mereka di bidang teknologi. Aku tidak mampu membayangkannya."
"Ah, soal itu bisa diurus nanti. Sebaiknya kita temui Van lagi agar semuanya bisa lebih lurus," usul Lidya cepat sebelum dirinya dan yang lain malah berpikir terlalu jauh dari yang seharusnya.
Sebagai balasan, Liz mengangguk setuju, dan sedetik kemudian mereka telah kembali ke titik awal.
"Kenapa kalian cepat sekali?" tanya Van terkejut, Stef juga ikut mengangguk setuju.
"Aku malas menjelaskan kerumitan manusia sendiri. Jadi, lebih baik dibagi tiga saja." Jawab Liz.
Stef terbatuk. "Aduh, sepertinya suaraku sedikit tidak baik."
Liz mengembuskan napas kesal. "Alasanmu tidak masuk akal, mengingat aku telah memberikan teh herbal agar kau menjadi lebih muda dari segi penampilan juga kesehatan."
"Sepertinya obatmu belum bekerja, Liz."
"Aih, kau membuatku kesal Stef. Lagipula kita masih harus menunggu jam kerja Van selesai, dengan waktu selama itu aku yakin obatnya sudah bekerja dengan sangat lancar." Kali ini giliran Stef yang terlihat kesal karena bualannya tidak bekerja.
"Kapan jam kerja Van selesai?" Samudra bertanya.
"Sekitar sejam lagi. Kenapa?" Stef menjawab, juga bertanya.
"Lagi? Kalian sudah kubilang tidak usah pulang!" seru Van dari jauh.
"Pulang? Untuk apa?" Liz bertanya heran.
"Maksudku, Kota Candra bukan lagi tempat yang aman. Sama halnya dengan kota-kota lain di dunia ini," sambung Liz sebelum yang lainnya menyalahartikan maksudnya.
"Orang tua." Jawab Ken singkat.
"Ah, benar ... tapi tak apa, aku akan menyuruh rekanku untuk menanganinya. Tenang saja," kata Liz.
"Dengan cara apa?" tanya Kevin.
"Menutup jejak keberadaan mereka, juga jejak kepergian kalian." Jawab Liz singkat, padat, dan jelas.
Kevin hendak mengajukan pertanyaan, namun Liz mengangkat tangannya pertanda ia tidak ingin mendengar apa-apa, sebab ia juga tidak berniat membeberkan rencananya lebih rinci dari yang itu tadi.
Karena bosan menunggu, Liz berniat mempercepat waktu hingga jam kerja Van selesai. Namun, kakek tua itu menghentikan aksinya. "Jangan coba-coba, Liz!" peringatnya tajam.
Liz menghela napas, "Ayolah. Kau lama sekali."
"Kalian yang terlalu cepat kembali, tahu!" balas Van tidak terima.
"Oh astaga, berhenti berkelahi di hadapan anak-anak muda ini," lerai Stef.
"Lihatlah gaya berbicaramu!" cemooh Liz.
"Aduh! Hentikan!" seruan Vani terdengar menggema.
"Begini saja. Agar semuanya bisa cepat selesai ... Van, ada yang bisa kubantu?"
[]
Lalalala, kita take a break sebentar dari yang serius" dan having fun with Van from now on.Tysm for reading untill this far, ily!
Vote and comment yup, see u~
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE OF LIFE (END)
General Fiction[END] Manusia tidak pernah percaya akan keberadaan mereka. Mereka yang minoritas, dianggap monster, cacat, pembawa sial, dan alasan di balik kepunahan manusia suatu hari nanti. Mereka adalah mutan dan makhluk abadi (Minor sci-fi warning) Story by Ic...