Sembilan Belas

14 6 0
                                    

Setelah Cyla, sekarang giliran Lidya. "Perkenalkan dirimu, Nona muda."

"Namaku Lidya, dapat membaca dan mengendalikan pikiran, juga berbicara melaluinya."

"Ah, bakat yang cukup langka," puji Stef.

"Coba kendalikan pikiranku!" perintah Stef kali ini. Lidya hanya mengangguk sebagai balasan, karena setelahnya ia langsung melancarkan aksinya. Beberapa detik berselang, Stef terlihat terkesiap kemudian mulai mengedarkan pandangannya, mengikuti jari telunjuk Lidya. Gadis itu kemudian menjentikan jarinya, dan Stef kembali sadar.

"Apakah memang sudah seharusnya aku sadar jika kau melakukan itu padaku?" tanyanya memastikan.

"Tentu tidak, aku melakukannya agar nenek bisa ikut merasakannya," jawab Lidya, disambut anggukan kepala Stef tanda bahwa ia mengerti maksud Lidya berbuat demikian.

"Sekarang kau," ujar Stef begitu tiba di hadapan Samudra.

"Samudra. Aku baru tahu identitas diriku beberapa hari yang lalu," jawabnya jujur.

Stef tentu terkejut. "Wah, lalu apa kelebihanmu?"

"Melihat dan memegang benda yang tak kasat mata." Jawabnya lagi.

Sekali lagi Stef terkesiap, pemuda di hadapannya ini penuh dengan kejutan. Dari sekian banyaknya mutan yang pernah ia temui dalam dekade ini, mereka semua berhasil mengidentifikasi diri masing-masing dan kekuatannya, paling lambat di umur dua belas atau tiga belas tahun. Sedangkan pemuda ini terlambat tiga tahun dari yang seharusnya. Belum lagi dengan kekuatannya yang jelas-jelas hanya akan aktif, apabila berdekatan dengan seseorang yang memiliki kekuatan seperti Cyla.

"Mereka berdua adalah partner in crime yang sangat cocok," batin Stef senang, membuat Lidya ikut tersenyum lucu.

"Cyla! kemarilah dan bantu aku sebentar," pinta Stef lembut. Gadis yang dari tadi menyimak itu, tentu tahu betul alasannya dipanggil. Ia langsung berjalan mendekat sembari melayangkan batu berukuran cukup besar di atas kepalanya, yang sedari awal telah ia ubah agar tidak lagi kasat mata.

Stef dapat menebak apa yang sedang terjadi karena pandangan Samudra saat ini fokus tertuju ke atas. Walau di matanya ia tidak melihat apa-apa, tapi ia yakin ada sesuatu yang besar di sana.

Cyla tersenyum jahil. Ia dengan sengaja menghilangkan kekuatannya pada batu tersebut, dan membuat sebuah lapisan kekuatan baru di atas kepalanya. Agar, saat batu tersebut jatuh mengikuti tarikan gravitasi, ia akan melayang tepat di atas lapisan kekuatan tersebut. Cyla melakukan itu sebenarnya hanya untuk membuat mereka terkejut dan panik. Tapi, siapa yang sangka jika Samudra akan meninju batu tersebut hingga terlempar mengenai sebuah pohon dan membuatnya tumbang seketika itu juga.

Mulut Cyla, Lidya, dan Jeremy menganga terbuka. Bahkan semua orang telah mengalihkan pandangan mereka ke arah pohon tersebut, kemudian ke arah Samudra.

"Tanganmu berdarah!" panik Cyla bukan main, membuatnya merasa bersalah.

Tanpa pikir panjang, ia langsung menarik tangan pemuda itu. Kemudian menghampiri Stef. "Nek, aku akan mengobati lukanya terlebih dahulu."

Cyla bergegas masuk ke dalam pondoknya. Gadis itu mendudukkan Samudra di ruang tamu, kemudian berlari melewati lorong sembari berujar dengan lantang. "Ema, aku butuh kotak P3K!"

"Kau akan menemukannya di dalam kamarmu," ujar Ema memberitahu.

"Terima kasih," ujarnya lalu segera masuk dan kembali secepat kilat setelah mengambilnya.

[]

"Baiklah, tidak perlu basa-basi. Tunjukkan kekuatan kalian, setelah itu mari berduel." Buka Liz dengan senyum miring.

Di saat si kembar berubah menjadi serigala, Ken menunjukkan sayap hitam miliknya yang mirip seperti sayap naga. Hal ini sukses membuat Liz semakin melebarkan senyumnya.

"Darren!" panggilnya. Sebuah serigala dengan bulu berwarna hitam tiba-tiba muncul di sebelah kanannya, membuat kedua serigala itu langsung membungkuk hormat.

"Kalian akan berlatih dengannya, sedangkan kau akan ikut denganku." Instruksi Liz yang langsung dilancarkan oleh mereka. Keduanya terpisah.

Ken berjalan mengekori Liz. Gadis yang berumur lebih dari seratus lima puluh tahun itu membawanya pergi ke arah sebuah danau. Di sana pemandangannya benar-benar indah, namun ada satu hal yang menarik perhatian. Seorang makhluk astral dengan darah perak yang pada dasarnya sangat menggoda bagi kaum kegelapan seperti Demon.

"Kau sengaja?" tanya Ken ketus.

"Menurutmu?" Liz balik bertanya. Ken hanya mengalihkan pandangannya, enggan menatap apapun. Beberapa detik terdiam, Ken melebarkan sayapnya, siap untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, tentu saja Liz tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Ia menatap Ken dengan intens, membuat pemuda itu tidak sanggup mengepakkan sayapnya.

"Kau takut? Jika hasratmu mengalahkan akal sehat, dan ketika teman-temanmu mengetahui tentang hal itu kau akan dijauhi. Serius? Tidakkah itu terlalu lemah untuk dijadikan alasan?" cemooh Liz.

Ken mengepalkan tangannya erat. "Untuk apa aku takut akan hal itu?" balasnya geram.

"Ah, kau sebenarnya hanya menyamar? Bekerja di bawah pihak lawan, apa aku benar?" tanyanya lagi dengan nada meremehkan.

"Diamlah bodoh, kau tidak tahu apa-apa!" kesal Ken.

Liz tersenyum penuh kemenangan. Bocah itu berhasil masuk ke dalam perangkapnya. Kali ini, hanya butuh dorongan sedikit lagi agar wujud aslinya terekspos. "Aku tahu apa yang kubicarakan, kau memang takut jika semuanya terbongkar."

Ken meninju tangannya ke udara sekuat tenaga, menciptakan bunyi dentuman dengan angin yang ikut terdorong. Kemudian, ia mengepakkan sayapnya sekuat tenaga dan terbang pergi. Liz melihatnya dari bawah, sebelum akhirnya mendorong paksa Ken turun dari langit hingga menghantam tanah.

"Hanya sekuat itu?" cemooh Liz. Karena baginya, menjatuhkan Ken dari langit bukanlah hal yang sulit. Rasanya bak menarik sehelai bulu yang tengah melayang.

Pemuda itu bangkit, kali ini gilirannya yang menyeringai lebar. Liz menginginkan Ken menyerang duluan dengan cara memancing emosi. Sayangnya, Ken tidak mudah dibutakan oleh emosi. Liz harus pintar-pintar mencari cara jika ingin membuat Ken lebih dulu memulai duel.

"Baiklah, kali ini kau menang." Liz mengangkat kedua tangannya. Ken tentu tidak mempercayai Liz secepat dan semudah itu.

"Mari kita lihat, kau bisa bertahan berapa lama," ujar Liz, kemudian menyerang Ken lebih dulu.

Liz melemparkan sihir yang sukses mengenai tubuh Ken. Pemuda itu terlempar dua meter dari tempat ia berdiri, dan meringis kesakitan. Liz tersenyum puas, lalu menunggangi sang makhluk astral dengan darah perak, Pegacorn.

"Let's see how far you can fly."

[]

Maav ya kalo kurang dapet feel-nya :3

Happy Reading!

Vote, komen, dan share yup!

FATE OF LIFE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang