Dua

176 41 7
                                    

"Astaga! Kau ini dari mana saja?" tanya Vani sembari mendaratkan pukulan telak di bahu kembarannya.

Revan meringis. "Ada urusan, penting."

"Sepenting apa urusanmu itu, sampai tidak mengabariku sama sekali?" tanya Vani sarkastis.

"Aku lupa, maaf. Bisakah kita makan sekarang? Aku sudah tidak tahan." pinta Revan yang terdengar lebih seperti pengalihan perhatian.

Vani hampir saja memukulnya lagi jika saja Kayla tidak menahannya. Vani harus sabar menghadapi titisan serigala macam Revan dengan sikap dinginnya yang bisa menusuk ubun-ubun. Mereka semua makan dengan tenang, melupakan sejenak masalah sebelumnya. Sesekali Reza melontarkan guyonan andalannya, atau menghibur teman-temannya dengan tingkah aneh nan gila. Vani bahkan heran, tidakkah Reza merasa lelah setelah melakukan itu semua?

Mereka semua menghabiskan sisa hari sibuk dengan urusan masing-masing. Maksudnya Kayla dan Vani sibuk dengan urusan mereka, sama dengan para laki-laki yang juga sibuk dengan urusan mereka.

[]

Tak terasa, jerih payah anak OSIS merealisasi kewajiban mereka terbayar sudah. Hari Jumat ini, mereka hanya perlu mengurus beberapa hal kecil dan memastikan semuanya tetap berjalan sesuai rencana.

Lidya ikut datang didampingi Kevin, mereka berdua hanya ingin melihat-lihat. Kalau-kalau ada yang membutuhkan bantuan mereka, dengan senang hati akan dibantu. Melangkahkan kaki masuk ke gimnasium, tempat itu ramai sekali karena sedang didekor. Dari yang Lidya dengar, gimnasium akan dijadikan tempat inti pergelaran MOS.

"Kak Lidya ini ... sebenarnya apa?" Ia menoleh secepat kilat begitu mendengar namanya dipanggil.

"Kev, kau dengar itu?" tanyanya mencoba memastikan kalau hanya dirinya yang bisa mendengar.

"Tidak. Kenapa lagi? Putuskan saja koneksimu dengannya, tidak sopan jika terus mendengarkan isi pikirannya." Kevin lagi-lagi menegurnya atas sesuatu yang sudah diketahui Lidya dengan jelas.

"Aduh, maaf, tapi lain kali ya. Aku benar-benar penasaran dan butuh jawaban." Lidya berujar kemudian berlalu meninggalkan Kevin yang terperangah.

"Benar-benar, anak itu." Kevin mendengkus kesal sebelum akhirnya memutuskan untuk menyusul Lidya.

Yang dikejar sedari tadi mengedarkan pandangannya ke segala arah. Mencoba mencari sumber suara yang familier, seolah belum lama ini didengar olehnya. Kevin muncul menepuk bahu Lidya dengan napas tersengal. "Kau ini berjalan cepat seka---" Lidya mengangkat jari telunjuknya tanda diam.

"Ah! Untuk apa juga mengurusi hal semacam itu, selama masih di satu kubu, itu bukanlah hal yang buruk!"

Lidya bergeming, pandangannya bertemu dengan Vani yang sama-sama sedang berdiri diam. Lidya memasang senyum terbaiknya---walau dimata kebanyakan orang lebih mirip dengan senyuman tipis yang setengah dipaksakan---kemudian menghampiri Vani.

"Apakah semuanya berjalan lancar?" tanyanya ramah---sebatas formalitas.

Vani tersenyum manis membalas sapaan dan pertanyaan Lidya yang terkesan mendadak. "Berkat masukanmu tentunya, Kak." jawab Vani semangat.

"Jangan panggil aku dengan sebutan Kak, kita hanya berbeda satu tahun, dan lagi aku jadi terdengar seperti orang yang sangat dihormati." protes Lidya tidak terima.

Vani tersenyum canggung, tentu saja ia tidak enak. Semua fakta yang dijabarkan Lidya, merupakan alasan mengapa ia memanggilnya dengan sebutan itu. Tidak hanya sebatas formalitas, namun Vani memang menghormati sosok Lidya, Si Mantan Ketua OSIS Angkatan 4 SMA Candramawa.

FATE OF LIFE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang