Semuanya berlalu begitu cepat.
Objek yang tajam dan panjang menembus tubuhku. Begitu dingin. Begitu panas. Begitu... familiar.
Aku pernah merasakan perasaan itu, dimana ada asap di sekitarku, seruan yang membuat telingaku berdering, keputusasaan yang dapat tercium di udara. Ledakan sihir terjadi di sekitar mampu memadamkan kelima indraku meski hanya sekejap.
Sebuah sensasi penuh nostalagia. Rasanya aku diguyurkan oleh ombak dahsyat yang mampu menenggelamkanku ke dasar lautan paling gelap. Aku tidak akan bisa berenang ke permukaan untuk menghirup udara segar lagi. Aku tidak bisa melihat daratan dimana sepantasnya aku berada.
Apakah aku pantas berada di daratan sana?
Di saat tubuhku ingin jatuh ke dalam kegelapan tanpa dasar, sebuah lengan menahan bobot tubuhku dan menarik tubuhku yang dingin ke dalam dekapannya. Tidak ada reaksi apa pun. Aku bahkan tidak mampu mengangkat kepalaku untuk melihat siapa yang menahan tubuhku.
Sependar cahaya memasuki mataku, memberikan izin agar aku bisa melihat sekitarku meski hanya sebentar.
Ah... aku ingat tatapan itu. Tatapan yang pernah kudapatkan sebelum aku menutup mataku selamanya dan kembali hidup di tubuh baru untuk memulai kehidupan yang baru.
Netra yang selalu kurindukan terlihat begitu gelap, tetapi aku masih bisa melihat binar yang sama seperti ribuan tahun yang lalu. Dekapan lembut yang tidak bisa kurasakan kehangatannya di tubuhku yang dingin, seolah dia takut bila tubuhku hancur lebih parah dari sekarang. Surai kelamnya menutupi sebagian wajahnya. Namun, aku masih bisa melihat dengan jelas betapa jernih pandangannya, menunjukkan betapa terluka dirinya.
Mengapa kau menatapku seperti itu?
Bukankah kita sudah bebas dari semua itu?
Apa semuanya sudah kembali kepadamu, sepertiku yang mengingat segalanya?
Sunyi. Ini terlalu sunyi.
Aku suka kesunyian yang membuatku merasa kalau aku sendirian di duniaku. Tapi kesunyian ini terasa begitu mencekam dan mencekik leherku. Ditambah dengan cahaya yang perlahan dari pandanganku. Aku takut dengan gelap. Makanya Kakak atau Mirai selalu menyalakan lampu kecil setiap aku tidur bersama mereka.
Perih dari perutku terlupakan begitu saja saat aku mendengar isakan pelan dari atasku. Isakan dari pemilik netra yang membanjirkan jutaan perasaan yang selalu kutolak agar tidak mengacaukan pikiranku.
Kau selalu menunjukkan ekspresi datar, meski matamu selalu mengucapkan banyak hanya lewat pancaran kecil itu. Aku selalu ingin tahu setiap ekspresi yang kau sembunyikan dari perlindungan tebal di wajahmu. Tapi... aku tidak ingin melihat ekspresi hancur ini sebelum aku pergi untuk sekian kalinya.
"Jangan tinggalkan aku... Kumohon."
Itu mustahil.
Bagaimana aku meninggalkanmu bila hatiku masih terjalin di jiwamu, padahal aku sendiri yang mengatakan agar kita saling melupakan?
-
"YUUNA!"
Dengan berat hati, aku mengerutkan kening dan membuka mata saat gorden di kamar terbuka lebar oleh si pengganggu yang asal masuk ke dalam kamarku. Aku langsung bangkit dari posisi aneh tidurku yang membuat selimut tebalku jatuh dari kasur. Kepalaku terasa pusing karena menerima seruan di pagi hari.
Kok pipiku terasa kebas?
"Akhirnya, bangun juga. Kau tidur seperti batang kayu saja," celetuknya dengan ringan. Kerutan keningku semakin dalam mendengar ucapannya. "Oh ya! Kau tidak bangun-bangun, meskipun aku menarik selimutmu dan membuka gorden, jadi aku menamparmu."
Itu metode yang buruk. Aku akan menamparnya balik bila suatu saat nanti aku bangun tidur duluan. Lihat saja.
"Apakah itu suatu hal yang harus dilakukan seorang kakak?" balasku dongkol.
Natsumi-nee-san* mengedikkan bahu santai. "Bukankah kau juga melakukan hal yang sama terhadapku?"
Aish, kita berdua memang pendendam, ya! Mungkin ini satu-satunya persamaan yang menunjukkan kalau kita bersaudara.
"Bagun cepat! Malu-maluin banget kalo misalnya Mirai tahu kau bangun telat." Dia langsung melangkah keluar tanpa menutup pintu, mengabaikan tanganku yang siap melempar bantal dengan bekas ilerku.
Aku menggerutu pelan sambil mengusap wajahku. Sekarang Senin!
***
Glosarium
*Nee-san
Panggilan untuk kakak perempuanA/N
Prolognya bisa banget, ya kan?
Di nantikan chapter pertamanya dan jangan lupa di vomment!
Sampai jumpa!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fraudulent: Severed Memories
Fantasy[FANTASY + (Minor)ROMANCE] Yuuna pikir dia akan menyimpan rahasia terbesarnya seumur hidupnya, tapi pemikirannya salah. Kedatangan surat itu mengubah hidupnya 180 derajat. Karena itu, bukan dia saja menjadi target dari Kegelapan, melainkan teman-tem...