"Taehyung junior!" Teriakan seseorang yang begitu familiar membuat Taehyung mendongakkan kepalanya, mengalihkan pandangan dari buku yang tengah ia baca
Sungguh pemuda itu merasa begitu kesal kala suara itu begitu mengusik harinya. Pemuda Park itu menolehkan kepala dan melihat seseorang berjalan kearahnya dengan mengangat tinggi dua kaleng soda.
"Yak kau......berhenti memanggilku seperti itu." Taehyung menyambar kaleng soda itu dan kembali fokus dengan buku tebal dihadapannya
"Seharusnya kau yang berhenti memanggilku seperti itu, aku juga punya nama." Pemuda itu mengikuti arah pandangan Taehyung pada buku itu, dan seketika menutup buku itu kasar.
"Hahaha.....lucu sekali. Kau memintaku memanggil namamu?" Taehyung tertawa kesal dan membuka tutup soda itu didepan wajah pemuda yang tengah duduk dihadapannya. Ia merasa sebal sekali dengan kelakuan orang itu.
Tentu saja isi soda itu sukses membuat wajah pemuda itu lengket karena campuran gula didalamnya.
"Yak......aku lebih tua darimu!" Pemuda itu merasa tak terima sementara Taehyung tak menggubris dan sibuk meneguk sodanya.
"Memurutmu apa yang terjadi pada Jimin hyung?" Pertanyaan tiba-tiba Taehyung membuat pemuda itu menghentikan kegiatan mengelap wajahnya.
"Apa yang kau pikirkan? Mengapa diam saja eoh?" Taehyung kembali membuka suara dan menatap jengah pemuda itu.
"Aku bahkan tak tau apa yang harus kukatakan padamu." Pemuda itu membuka kaleng sodanya dan meneguknya rakus.
"Jimin hyung sama sekali tak membalas pesanku selama 2 tahun ini. Dan diriku hanya bisa menunggu seperti orang bodoh." Ponsel pintar di tangan Taehyung ia lempar begitu saja keatas meja.
"Sebaiknya selesaikan kuliahmu dengan baik." Pemuda itu mengambil ponsel Taehyung dan mengotak-atiknya.
"Kau tau, saat itu Jimin hyung yang banyak mengirim pesan padaku tetapi aku bahkan tak melihat dan membalasnya."
"Akh.....yak!" Pemuda itu memekik ketika buku tebal Taehyung menghantam kepalanya cukup keras.
"Bodoh...... bodoh........ bodoh......!" Taehyung terus saja memukul pemuda itu pada punggung dan bahunya.
"Jika aku jadi dirimu aku akan........"
"Maka itu sebabnya aku kemari, aku tak ingin kau bertindak bodoh seperti diriku." Pemuda Park itu menghentikan aksinya dan menyahut ponsel pintarnya dari tangan pemuda itu.
"Jadi kau pikir, semuanya akan berubah?" Taehyung kembali mencemaskan hal itu. Bagaimana jika ternyata Jimin tak kembali, bahkan opininya seakan semakin diperkuat dengan Yoongi yang selalu menghindar tentang kondisi Jimin.
"Entahlah, bagaimana jika semua ini akan berakhir sama?" Pemuda itu menatap Taehyung yang tengah mengemasi bukunya.
"Maka aku akan mati." Taehyung bangkir dari kursinya seyara menyambar ranselnya.
Si pemuda hanya dapat menatap Taehyung yang beranjak semakin jauh meninghalkan kafe. Sesekali ia menyesap sodanya seraya menatap lalu lalang kota Seoul.
"Tae!" Lagi sebuah suara membuat Taehyung harus menghentikan langkahnya dan membalikkan badan.
"Oh.....Yoongi hyung wae?" Pemuda dengan setelan jas hitamnya berjalan mendekati Taehyung yang tengah menatap kearahnya.
"Kau ada kelas pagi?"
"Ne... wae?"
"Anni, aku akan pergi ke Swiss siang ini. Jadi aku ingin kau datang ke perusahaan di sore hari."
"Apakah ada masalah? Mengapa sangat tiba-tiba." Taehyung menatap Yoongi, meminta penjelasan dari Pemuda Min itu. Walaupun mungkin tak akan cukup memuaskan rasa penasarannya.
"Tidak, dokter menelphone ku........"
"Apakah terjadi sesuatu pada Jimin hyung?" Yoongi menutup mulutnya rapat, menghela napas sebelum ia kembali berucap.
"Tidak, ah.....maksudku aku belum tau hal itu."
"Ini sudah dua tahun hyung! Kau tak pernah sekalipun mengatakan apapun padaku, saat itu paman mengatakan jika oprasi itu tidak sulit. Tapi ini terlalu lama, apa yang terjadi hyung!"
Taehyung menjatuhkan buku yang berada di tangannya begitu saja, menatap nyalang Yoongi dan sudah siap untuk melancarkan bogeman.
"Tae......"
"Apa? Apa lagi kali ini! Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku selama ini!" Pemuda Min itu hanya diam berusaha menyusun kata yang dapat diterima oleh Taehyung.
"Baik, cukup, katakan pada Jimin hyung aku membencinya. Aku ingin dengar apa yang akan ia katakan." Taehyung beranjak dari sana, emosinya tak lagi dapat ia tahan. Sejenak ia berhenti dan berbalik, kembali menatap tajam Yoongi.
"Atau mungkin, kau tak dapat menyampaikan pesanku pada Jimin hyung." Senyum miring yang Taehyung berikan membuat luka di hati Yoongi.
***
"Kau disini?""Kau sendiri? Tidak masuk kelas pagimu?" Pertanyaan yang dibalas dengan pertanyaan. Sungguh menyebalkan.
"Ada masalah?
Taehyung, pemuda yang baru saja datang menggelengkan kepalanya dan mulai mendongak menatap pohon sakura di dekatnya.
"Yoongi hyung pergi ke Swiss siang ini." Pemuda itu diam berusaha mendengarkan ucapan Taehyung.
"Semua akan baik-baik saja bukan?" Taehyung kini menundukkan kepalanya menatap arloji yang berdetak konstan. Hingga buliran bening membasahi pelindung kaca arloji itu.
"Apakah Yoongi hyung mengatakan hal yang lain?" Si pemuda mendekat dan mengusap pelan punggung Taehyung.
"Anni, bukankah ia selalu seperti itu?" Mata merah Taehyung menatap manik coklat pemuda di sampingnya.
"Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Jimin hyung, aku benar-benar akan menghabisi diriku sendiri."
Air mata lolos begitu menetes membasahi daerah yang ia lalui.
Bersambung...............

KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
General FictionApakah semua orang tau rasa diabaikan dan merasa tak diperdulikan....... Aku tau rasanya. -Park Taehyung- Apakah semua orang tau rasanya menunggu yang bahkan kalian tak tau apakah orang itu akan datang........ Aku tau rasanya. -Park Jimin-