Hadiah Ku

726 80 12
                                    

"Aku tak mau tau kau harus datang malam ini Park Tae!" Seorang pemuda menggebrak meja dan mulai beranjak dari tempatnya.

"Orang aneh." Taehyung baru saja akan beranjak dari minimarket sampai tiba-tiba seorang siswa berseragam yang sama dengannya duduk dihadapannya.

"Siapa orang itu?" Siswa laki-laki yang baru saja tiba merebut kaleng soda dari tangan Taehyung dan mulai meminum isinya.

"Abaikan, dia hanya benalu dalam hidupku. Ada perlu apa Hyunbin-ah?"

"Hei.....bukankah hari ini ulang tahunmu. Bagaiman jika kita merayakannya?" Hyunbin tersenyum seraya menunjukkan ticket film pada Pemuda Park itu.

"Woah......daebak, dengan siapa saja?" Taehyung menyambar ticket film baru itu dengan tatapan berbinar.

"Jika kau mau berarti kita berdua dan juga Mark, Yungyeom serta Wooseok." Taehyung sangat tertarik dengan hal ini, jarang sekali mereka dapat menghabiskan waktu bersama karena persiapan ujian akhir.

"Ok, aku setuju!"

"Jinnja, kalau begitu malam ini jam 8 kita berkumpul di rumah Wooseok." Hyunbin bangkit dari duduknya setelah memberikan sebuah ticket pada Taehyung.

"Jangan lupa malam ini!" Hyunbin masih saja berteriak padahal dirinya telah berjalan cukup jauh dari minimarket.

Sementara Taehyung ia sudah dapat membayangkan betapa akan menyenangkannya malam ini ia habiskan bersama sahabatnya.

***

Sebuah arloji dengan ornamen bertuliskan hanggul yang membentuk nama pemiliknya terus berdetak, dua jarum jam bergerak konstan menunjukkan waktu yang tepat pada pemiliknya.

"Sudah tujuh tahun, berarti aku menggunakan arloji ini selama 5 tahun." Pemuda pemilik arloji itu tersenyum hangat seraya mengusap kaca arlojinya yang terkena puingan salju.

"Hei......sedang apa disini?" Suara seorang wanita yang baru saja tiba membuat atensi pemuda itu teralihkan.

"Kau sudah datang, kupikir kau akan terlambat."

"Aku tak sepertimu pegawai baru, yang suka datang terlambat." Pemuda itu terkekeh mendengar penuturan wanita dihadapannya.

"Woah, jam tangan baru?" Wanita itu menarik pergelangan tangan pemuda dengan rompi pegawai minimarket itu.

"Anni, aku selalu menggunakannya. Kau saja yang tidak memperhatikannya." Semyum tipis terukir dari si pemuda seraya kembali mengusap arlojinya.

"Ini terlihat sangat mahal, dimana kau membelinya. Aku juga ingin punya satu, kurasa tabunganku cukup."

"Ini hadiah, aku juga tidak tau ia mendapat arloji ini dari mana."

"Jinnja, orang itu pasti sangat dekat denganmu." Pemuda itu menghela napas dan kembali menatap kepingan salju yang berguguran.

"Ya, dapat dikatakan seperti itu. Ini hadiah saat aku berusia 18 tahun, tapi aku mulai memakainya saat usia 20 tahun. Jadi kira-kira aku sudah menggunakannya selama 5 tahun sejak saat itu."

"Ok, kalau begitu aku kerja dulu. Kau bisa pergi dan beristirahat." Beberapa dorongan ringan wanita itu berikan pada rekan kerjanya supaya segera pergi.

Si pemuda hanya tersenyum seraya melempar rompinya kearah wanita itu.

"Oppa!" Wanita itu memekik tak terima saat rompi itu mengenai wajahnya.

"Yak, aku lebih muda darimu jangan memanggilku seperti itu."

"Hei.....bagaimana bisa, usiaku baru 23 tahun sementara usiamu bukankah 25 tahun?"

"Terserah padamu aku pergi dulu." Pemuda itu beranjak tak menghiraukan tatapan bingung rekannya.

Trotoar yang dipenuhi salju menjadi hal yang ia kagumi, kepalanya yang sedari tadi menunduk tak memperdulikan lalu lalang berbagai jenis manusia disekitarnya.

Sejenak ia berhenti dan menatap langit gelap.
"Apakah Taehyung kesana?" Arloji di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 10 malam, tanpa berpikir panjang pemuda itu memberhentikan taxi dan pergi ke bukit.

***
"Taehyung tak datang lagi bukan? Kenapa kau sangat keras kepala lebih baik kau istirahat di rumah sakit Jimin-ah." Yoongi mulai berbicara panjang lebar, sementara sang lawan bicara hanya menghela napas berkali kali.

"Hyung kepalaku sakit." Akhirnya pemuda itu membalas dan menatap Yoongi.

"Sudah kukatakan sejak tadi, kajja kita pergi sekarang." Yoongi menarik lengan Jimin yang tengah duduk pada kursi di dekat pohon sakura.

"Bukan itu maksudku, kau terus saja berkicau sedari tadi dan membuat kepalaku terasa sakit mendengarnya." Jimin terkekeh namun tidak dengan Yoongi yang kini menekuk wajahnya.

Merasa tak ada respon dari Yoongi Jimin mengalihkan pandangannya pada kotak kecil berwarna coklat dengan pita putih di atasnya, tangan pucat itu meraih kotak tersebut dan menyodorkannya pada Yoongi.

"Kenapa, ingin pulang sekarang?" Yoongi menerima kotak itu seraya memandang sang sepupu penuh tannya.

"Kurasa kau yang akan memberikan ini hyung, bisa kau menyimpanya untukku?" Entah mengapa saat Jimin berucap demikian jantung Yoongi seakan berhenti berdetak sesaat.

"Apa maksudmu?"

"Tidak ada, bagaimana jika kita masuk dan menyalakan perapian?" Pemuda Park itu bangkit dari kursinya dan mulai berjalan tertatih memasuki rumah kayu yang tak jauh dari tempatnya.

Hingga langkah itu terhenti saat suara seseorang memanggil namanya.

"Jimin hyung!"

Seorang pemuda berjalan mendekati Jimin dan Yoongi dengan langkah tergesa.

"Oh bukankah kau pemuda saat itu?" Jimin tersenyum ramah dibalik wajah pucatnya. Membuat pemuda itu membalas dengan senyum getir.

"Siapa dia?" Pertanyaan Yoongi membuat Jimin menoleh.

"Dia pemuda yang ku ceritakan padamu, ia membantuku sampai di teras rumah saat kau menjemput Tae di kantor polisi." Mendengar penjelasan itu Yoongi hanya ber 'oh' ria.

"Mari kita masuk dan berbincang di dalam." Pemuda tersebut dan Yoongi mengikuti langkah Jimin memasuki rumah kayu. Sesekali Yoongi berlari kecil saat tubuh Jimin seperti akan jatuh dan mulai tak seimbang.

"Ini minumlah." Jimin menyodorkan secangkir coklat panas dan kue pada pemuda itu.

Pemuda itu tersenyum hangat menerima pemberian Jimin dan mulai menyesap coklat panas itu.

"Jadi seperti ini rasanya bisa bersamamu."

"Ne?" Pertanyaan sepontan dari Jimin ketika mendengar gumaman pemuda dihadapannya.

"Ah......bukan apa-apa, coklat ini sangat enak." Si pemuda tersenyum ramah sembari kembali menyesap coklatnya.

"Omong-omong aku belum tau siapa namamu, dan berapa usiamu?" Pemuda itu meletakkan cangkirnya dan mulai menatap Jimin.

"Usiaku 25 tahun."

"Jinnja ternyata kita sebaya, kupikir kau lebih muda dariku." Jimin tertawa ringan, seraya menyodorkan kembali sepiring kue.

"Lalu siapa namamu?"

Hanya hening beberapa saat setelah Jimin kembali melontarkan pertannyaan, pemuda itu menunduk menatap coklat di dalam cangkirnya.

"Kau bisa memanggilku Tae-Tae."




Bersambung...............




Harap coment semua.......
😄😄😄😄💜💜💜💜

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang