Dibalik

818 97 19
                                    

Kondisi lorong yang nampak lengang, seorang pria paruh baya tengah berdiri tegak dengan pemuda yang bertekuk lutut dihadapnnya.

"Tolong maafkan perbuatan adik saya."

"Maaf? Kau pikir kata maafmu dapat membuat putraku sadar? Aku akan menuntut ini ke pengadilan!" Pria paruh baya itu terus saja berteriak dengan air mata yang tak terbendung.

"Saya mohon maaf."

"Dia putraku satu-satunya yang aku besarkan seorang diri. Dan bisa-bisanya adikmu itu berbuat seperti ini!" Tak hanya membentak kini pria itu mulai mendorong pemuda dihadapannya.

Namun pemuda itu kembali ke posisi berlututnya.
"Saya mohon, Taehyung adalah keluarga terkhir yang saya miliki. Saya akan membayar semua biaya pengobatan putra anda, dan juga saya akan memberikan ganti rugi."

"Kau pikir aku butuh uangmu?! Aku memang tak mampu tapi kau tak bisa menginjak-injak harga diriku!"

"Tuan saya........"

"Hentikan, kau tak perlu lakukan hal ini. Jangan bersikap seakan kau peduli!" Bukan lagi suara pria paruh baya itu yang Jimin dengar, namun suara Taehyung yang berdiri dibelakangnya.

"Taehyung ku mohon hentikan, jangan menambah masalah disini." Jimin menatap sang adik, tetapi tiba-tiba remaja itu melepas blazer serta dasi sekolahnya dan melemparnya kelantai.

"Bukankah anda ingin tanggung jawab, ini tanggung jawabku. Aku akan keluar dari sekolah itu! Dan katakan pada putramu itu jika Park Taehyung meminta maaf padanya, dan ya.....aku akan membuktikan semua dan membuat dirimu menyesal karena........." Taehyung berhenti sejenak seraya menatap sang kakak yang masih berlutut.

"Karena telah membuat kakakku harus mengotori celananya!"

Setelah mengatakan hal itu, Taehyung beranjak dari tempatnya guna meninggalkan rumah sakit. Remaja 18 tahun itu seakan tak peduli dengan suara Jimin yang terus memanggilnya.

Sementara Jimin, ia bangkit dari posisi berlututnya dan mulai membungkuk beberapa kali sembari mengucapkan maaf sebelum ia mengikuti langkah sang adik yang semakin jauh.

Disana dibalik dinding seseorang tengah menyaksikan kejadian itu dan mulai mengikuti kedua pemuda beda usia itu pergi.

***

"Sudah minum obatmu?"

"Apakah Taehyung sudah ketemu?"

"Jim, jangan mengajukan pertanyaan ketika aku bertanya padamu."

Jimin yang kembali mendapat tatapan tajam dari Yoongi mulai meraih tabung diatas mejanya.

"Taehyung ada di kantor polisi."

"Ukh.....bagaimana bisa?!" Jimin dibuat tersedak setelah mendengar penuturan Yoongi yang terlampau santai.

"Dia mencari rekaman CCTV, aku belum tau pasti rekaman apa yang ingin ia cari." Pemuda Min itu membantu Jimin membereskan gelas air dan obatnya.

"Aku akan kesana." Jimin bangkit dan menarik jas yang ia letakkan pada kursi kerjanya.

"Aku yang akan kesana, sebaiknya kau pergi untuk istirahat kau terlihat sangat pucat." Yoongi menyambar kunci mobil dari tangan Jimin dan menarik lengan pemuda itu menuju basment.

Mobil Jimin yang dikendarai Yoongi berhenti sempurna di halaman kediman keluarga Park. Yoongi melirik sekilas Jimin yang nampak terlelap dengan keringat yang membasahi kening dan lehernya.

"Jim, aku akan membantumu kedalam." Yoongi melepas seatbeltnya dan mulai membantu Jimin keluar dari dalam mobil.

"Aku baik-baik saja, sebaiknya hyung segera menjemput Taehyung di kantor polisi. Aku mencemaskannya." Yoongi termenung sesaat sebelum ia kembali masuk kedalam mobil dan mulai melajukannya menjauhi halaman.

Jimin menatap kosong jalan yang sepi, pemuda itu membalik badannya dan mulai melanglah memasuki halaman rumahnya.

Baru dua langkah pemuda itu ambil keseimbangannya mulai goyah. Hampir saja Jimin terjerembab dan menabrak pagar, namun sebuah lengan berhasil menahan tubuh pemuda itu.

"Ah.....gomawo." Jimin tersenyum sembari berusaha kembali menahan berat tubuhnya.

"An....anda baik-baik saja?" Pemuda yang baru saja menolong Jimin menatap cemas.

Kondisi yang cukup gelap, sangat sulit untuk dapat melihat dengan jelas namun pemuda itu tau jika Jimin tengah tersenyum kearahnya.

"Ne, nan gwaenchana. Trimakasih atas bantuanmu."

"Mau saya bantu kedalam? sepertinya anda sedang tidak baik."

"Tidak perlu saya bisa sendiri." Jimin mulai melepaskan genggamannya pada lengan sang pemuda.

Tak lama setelah pemuda itu menjauh kan tubuhnya, Jimin kembali terseok. Dan kembali pemuda itu harus menahannya.

"Sebaiknya saya membantu anda kedalam."

Jimin yang mulai merasa pening mendera kepalanya hanya mengangguk pelan.

Pemuda itu mulai meletakkan lengan Jimin pada pundaknya dan berjalan perlahan memasuki pekarangan

"Terimakasih, aku pasti berat. Kau bisa meninggalkanku disini sekarang." Jimin melepas tangannya dan beralih bersandar pada pintu rumahnya.

"Anni, anda sangat ringan." Pemuda itu tersenyum ramah sebelum ia beranjak dari teras.

"Jika boleh tau siapa namamu?" Pertanyaan Jimin membuat pemuda itu berbalik.

"Anda sangat mengenalku, tapi kurasa aku benar-benar tak tau apapun tentang anda."






Bersambung............

Harap coment semua
😄😄😄😄

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang