Luka Fisik dan Hati

160 8 1
                                    


Ereza berjalan secepat mungkin menuruni anak tangga. Wangi parfum menyengat dari tubuh. Penampilan rapi, bak sedang pergi menuju rumah sakit untuk bertugas.

Sebuah senyum miring tercipta dari Aiersha kala mengantar kepergian sang suami dari lantai atas. Melipat tangan pada depan dada. Tubuh Ereza menghilang sepenuhnya, Aiersha kembali ke kamar.

"Vin? Apa yang harus ku lakukan sekarang?" tanya Aiersha pada benda pipih, terhubung komunikasi.

"Apa dia sudah pergi?"

"Sudah! Aku rasa wanita itu akan dibawa kemari," balas Aiersha cukup tergesa.

"Pakai saja alat yang kuberikan padamu! Ingat! Jalankan semua pertanyaan sesuai dengan yang aku katakan!" tegas Cavin dari seberang.

"Baiklah, Vin. Tolong jaga mama dengan baik."

"Tenang saja! Aku pasti jaga tante dengan baik."

Komunikasi telah berakhir. Aiersha sibuk membuat semua kamar berantakan tak lupa membawa seluruh makanan. Berbaring di tempat tidur.

"Mau kemana?" tanya Leo pada Ronauly. Melihat dari bagian kepala hingga bagian kaki.

"Sayang aku mau ke rumah teman dulu. Bisa 'kan? Kamu nggak kerja?" Ronauly gelalapan.

Leo tidak menjawab. Sejenak berpikir dengan keasyikan sendiri. Ronauly semakin menatap dengan lekat, berharap ada jawaban melegakan hati.

"Aku tidak kerja. Tapi aku juga sibuk. Kamu bermain saja dengan teman-teman," ucap Leo. Tersenyum manis nan lembut pada sang isteri.

"Iya, Sayang. Makasih, ya," balas Ronauly bahagia. Memeluk lengan Leo, penghargaan telah menjawab keinginan.

Rambut Ronauly dielus lembut. Wanita yang tengah hamil itu, minta pamit dan segera berlalu. Langkah tergesa kala mendapat sebuah pesan. Ereza telah menunggu di depan.

Ereza tersenyum menyambut kedatangan wanita itu. Membuka pintu mobil selebar mungkin, kembali menutup dengan kilat. Melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, setelahnya memperlambat.

"Makasih, Sayang. Kamu punya waktu buat aku," ucap Ronauly seraya menatap wajah samping Ereza.

"Sama-sama, Sayang. Aku,juga rindu momen berdua kita," balas Ereza sepenuh hati. Mengambil alih tangan Ronauly, memberi kehangatan.

"Isteri kamu di rumah?" tanya Ronauly tiba-tiba. Wajah spontan kusut dan sendu.

Nafas panjang Ereza terdengar sangat jelas. "Biarkan saja! Dia tidak akan menganggu waktu kita."

Jarak rumah tidak terlalu jauh. Mobil merah itu telah berhasil menghantar kedua insan pada sebuah gedung megah.

"Ayo, Sayang!" ajak Ereza. Menarik tangan Ronauly.

Mereka berjalan dengan cepat. Banyak pasang mata menatap dengan tidak suka, namun tersembunyi. Wanita itu melangkah dengan anggun akibat bahagia besar.

Pintu dibuka oleh Ereza. Spontan matanya menyapu posisi Aiersha yang sedang tidur. Makanan berjatuhan, ruangan berantakan. Kekasihnya itu pun menatap jijik.

"Apa ini?" tanya Ereza sangat kesal.

"Kok jorok banget, sih, Sayang? Gadis ini jorok banget! Ih! Jijik banget!" ucap Ronauly bergidik.

"Aiersha! Bangun! Bersihkan ini!" perintah Ereza dengan nada sangat kuat.

Suara kuat itu jelas terdengar di telinga Aiersha. Mata terpejam namun raga dalam dunia nyata. Di balik selimut, gadis itu hampir mati tertawa.

Melihat reaksi yang sama sekali tidak ada tanda bangun, Ereza berjalan mendekati posisi Aiersha. Dengan kesal membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh. Tiba-tiba pria itu jatuh, menindih tubuh Aiersha.

Tersentak kaget. Ronauly hampir pingsan, Ereza mematung dalam posisi. Sedang Aiersha sendiri berusaha menahan degup jantung yang kian berdetak dengan cepat. Tetap menutup mata walau tak kuasa.

Ereza menatap wajah gadis di bawahnya. Hembusan nafas begitu terasa hangat. Otak tidak bisa bekerja dengan cepat, bahkan tak bekerja sama sekali.

"Ah! Sedang apa kau? Hah?" tanya Aiersha tiba-tiba membuka mata.

"Apa maksudmu? Aku tergelincir dan ini pasti ulahmu!" bela Ereza. Beranjak berdiri, menjauh dari tubuh.

"Kau selalu membela diri. Oh! Ada kekasih suamiku ternyata. Silahkan duduk!"

Ronauly memutar bola mata malas. Menempatkan bokong pada sofa dengan cepat. Memberi kode untuk Ereza agar merapat.

"Bersihkan ini! Kau tidak punya hak berbicara hari ini! Diam, jika masih ingin hidup!" tandas Ereza.

Aiersha menutup mulut dengan rapat. Bergegas membersihkan meja dekat sofa. Sementara Ereza dengan kekasihnya berpelukan mesra seraya menonton film. Makanan melengkapi di atas meja.

Dalam aktivitas sendiri, Aiersha hampir menangis. Kepala tertunduk, tangan tetap maju mundur membersihkan lantai.

"Kenapa? Kau sakit? Apa perlu diberi obat? Kekasihku ... dokter," ejek Ronauly.

"Dia tidak mencintaimu!" kesal Aiersha.

"Ngomong apa? Dia adalah wanita satu-satunya yang aku cintai!" tegas Ereza. Wajah tidak terima.

"Aku tidak katakan bahwa kau tidak mencintainya! Ronauly, tidak mencintaimu!"

Kedua insan di hadapan Aiersha tersentak sama kaget. Kembali dengan kesal Ereza menghampiri gadis itu. Tangan kekar mencengkeram dagu, mengangkat menengadah ke langit kamar.

"Aku benar-benar tidak tahan lagi dengan sikapmu ini! Apa yang kau inginkan? Hah?"

"Sudah, Sayang. Dia hanya ingin hartamu! Dasar gadis jalang!" sinis Ronauly. Jari telunjuk mendorong dahi Aiersha.

Dengan kasar Ereza melepaskan cengkeraman. Aiersha sekuat tenaga menahan airmata. "Aku istrimu!" Bangkit berdiri menyamakan posisi.

Plak!

Berhasil, tangan kekar Ereza mendarat pada wajah mulus Aiersha. Semakin tinggi rasa kesal bercampur emosi amarah. Menatap seperti mangsa.

"Jangan harap! Kau akan menjadi mantan istri! Aku tidak akan pernah mencintaimu!"

"Dasar jalang! Mau apa, kau? Hah? Kau sudah merebut Ereza dariku dan sekarang kau mau apa lagi?" Ronauly terbakar emosi.

'Sabar! Sabar, Aiersha!' Aiersha benar-benar berusaha memendam gejolak marah.

"Jadi kau mau menceraikan aku? Lalu, menikah dengan wanita yang sudah punya suami? Lebih jalang mana? Hah? Kalian berdua jalang! Jalang!" Aiersha gagal memendam. Nafas turun naik dengan jelas  dari dadanya. Keringat bercucuran.

Plak!

Lagi tamparan mendarat di bagian pipi. Meninggalkan darah segar ada sudut bibir. Ereza dengar raut wajah seram, memerah dan panas. Ronauly sekilas menatap tak menyangka. Pada akhirnya tersenyum miris.

Aiersha dengan nafas memburu, menyentuh pipi yang miring, terdampar jauh. Menghapus darah segar, mengalir deras. Menghiasi wajah dengan senyum lebar.

"Terima kasih."

Langkahnya pergi meninggalkan ruangan penuh kacau. Membawa luka fisik dan hati. Air mata mengalir pada akhirnya. Penglihatan buram karena mata berkaca-kaca.

Aiersha & Hati [TAMAT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang