Ereza terjatuh

162 8 0
                                    

Ereza saat ini tengah berada di rumah bersama dengan istrinya, juga orangtua. Matahari yang kini hampir tenggelam, mengubah energi dalam diri. Dengan langkah santai pria itu menuruni anak tangga, koran di tangan kanan, secangkir teh kopi buatan Aiersha di sebelah kiri.

"Ah!"

Seseorang rumah tersentak kaget dengan suara Ereza yang begitu keras, memenuhi ruangan.

Aiersha segara berlari meninggalkan dapur menuju dasar tangga. Beberapa pembantu juga ikut merasa panik. Sama halnya dengan William dan Chatrine, berlari secepat mungkin.

"Kenapa bisa begini?" tanya Aiersha dengan panik. Membantu Ereza berdiri dan mengiring ke sofa.

"Ada apa ini? Kenapa Ereza?" panik Chatrine, segera mengecek kondisi tubuh Ereza.

"Kau jatuh?" tanya William datar.

Ereza tak menggubris. Kesal sekali hatinya. Bukan diberi obat, malah dapat pertanyaan yang jelas sudah tau jawabannya.

"Biarkan Aiersha yang beri obat!" Ereza berucap dengan kesal.

William dan Chatrine serta pembantu menurut, meninggalkan kedua insan muda di sofa itu walau dengan cemas. Aiersha yang ditinggal terdiam sejenak, kemudian berdiri di hadapan ereza.

"Ayo! Akan aku bantu ke kamar. Bajumu perlu diganti," ucap Aiersha biasa.

Ereza memainkan bola mata dengan malas. Meletakkan tangan di pundak Aiersha, berjalan tertatih. Sekali-kali meringis kesakitan.

Tiba dalam kamar, Ereza duduk di tepi kasur, menyentuh beberapa luka di tangan dan kaki. Sedang Aiersha segera mengambil kotak obat serta baju pengganti. Baju pria itu sudah berubah warna terkena kopi hangat.

Dengan hati-hati membuka baju Ereza, menatap tubuh proporsional. Sedikit gelisah, namun berusaha terbiasa. Setelah berhasil membuka keseluruhan baju yang Ereza kenakan, Aiersha mulai membersihkan luka.

"Jangan lipat tanganmu! Aku susah mengobati." Aiersha memandang dengan tajam.

Harus menurut, bagai suami takut istri. Bagaimana mungkin melawan? Sakit akibat jatuh dari anak tangga ke dua sebelum lantai dasar, meninggalkan luka yang teramat parah. Perlahan tangan kanan Ereza mulai terlentang.

"Au .... " ringis Ereza dengan wajah serius.

"Kenapa?" tanya Aiersha dengan panik.

"Tanganku sepertinya keseleo. Aku tidak bisa mengangkatnya lagi. Ambilkan tas tangan!"

Aiersha berlari menuju lemari khusus Ereza. Mengambil kain bantu untuk tangan patah. Dengan tulus memasangkan pada tangan Ereza, mengikat di bagian pundak dan leher.

Hal yang dilakukan Aiersha selanjutnya adalah mengobati setiap luka di bagian tangan lainnya, serta perut. Sedang Ereza menatap pemandangan indah di hadapannya, mencium aroma wangi dari tubuh Aiersha.

"Kenapa kau begitu mencintai Ronauly?" tanya Aiersha tiba-tiba seraya fokus pada luka.

"Kenapa kau bertanya begitu?" tanya Ereza balik. Sebelumnya cukup tersentak.

"Dia sudah memiliki suami. Bahkan akan punya bayi. Apa kau benar-benar akan menikah dengannya?"

Tidak ada pertanyaan yang dapat jawaban. Kamar lebar itu seketika menjadi sangat sunyi. Ereza membawa setiap pertanyaan ke dalam hati. Ada keraguan yang dalam.

Melihat kediaman Ereza, hal yang dilakukan Aiersha adalah menatap. Bukan tatapan sendu, namun paksa.

"Dia istri yang baik. Dia juga penyayang dan .... "

"Aku, tidak tanya hal itu. Aku tahu dia istri yang baik dalam hal menenangkan hatimu. Aku juga tidak buruk menjadi seorang istri. Tapi, tidak tepat untukmu. Apa kau menyesal atas pernikahan ini?" Aiersha menghentikan aktivitasnya. Duduk di hadapan ereza dengan tatapan yang lekat.

"Tidak perlu menatapku begitu. Aku tidak tahu jawabannya. Dan kalau aku saat ini telah jatuh cinta padamu, akan kuusahakan menolak dengan keras. Aku hanya ingin mencintai Ronauly," jelas Ereza sambil berjalan mendekati jendela.

Anggukan kepala dari Aiersha cukup kuat, walau tidak dapat terlihat oleh Ereza. "Aku cukup sakit mendengar hal itu sebagai seorang istri. Tapi, sebagai sosok lain aku bahagia dengan tujuanmu ... menikahi Ronauly. Bolehkan aku minta permintaan sekali saja sebelum akhirnya kita akan bercerai?"

Pandangan Ereza langsung mendarat pada manik mata Aiersha. Menebus seluruh jiwa, mencoba untuk tetap pada pendirian. Menepis jauh rasa cinta yang mulai tumbuh dalam hati.

"Apa itu?" tanya Ereza dengan berat.

"Aku ingin pergi makan malam denganmu, esok di restoran. Yah! Aku, ingin bercerai lebih cepat. Bolehkah?"

Aiersha menatap kembali wajah sang suami yang tampak kusut. Mengapa hatinya tidak terima akan hal bercerai itu? Apa benar dirinya telah jatuh cinta? Tidak!  Tak ada yang bisa paham akan hal itu.

Saling berpandangan seakan ingin masuk kedalam jiwa, alam lain. Berharap ada hal indah dan memuaskan hati.

"Baiklah. Aku akan ikut besok," balas Ereza pada akhirnya. Setelahnya menatap kepergian sang istri.

🐰🐰🐰🐰

Di satu sisi, Ronauly duduk santai di kasur seraya membaca majalah kecantikan. Mata berbinar kala menatap produk yang menawan hati. Lain dengan Leo yang duduk di meja kerja namun hati melayang jauh.

'Apa yang harus kulakukan? Apa aku ceraikan saja Ronauly?'

'Tidak! Bagaimana dengan bayi itu? Tapi, bagaimana dengan putriku? Oh, Tuhan! Apa yang harus ku lakukan saat ini?'

"Sayang! Kamu dengar nggak, sih? Melamun terus," geram Ronauly.

"Iya, ada apa?"

"Ih! Kamu belakangan ini ngelamun terus! Kamu mikirin anak kamu itu lagi? Pokoknya aku nggak mau bercerai! Dan besok aku pengen makan malam di restoran. Kita kesana, ya!"

"Iya."

Leo kembali menatap komputer. Ronauly menatap punggung suaminya dengan kesal yang memuncak. Membuang buku majalah yang ada dalam tangan. Merasa ada yang panas dalam hati.

'Siapa, sih gadis itu? Apa jangan-jangan setiap hari membujuk Leo untuk menceraikan diriku? Tidak! Aku memang mencintai Ereza. Tapi aku tidak akan pernah bercerai dengan Leo. Posisiku sudah sangat aman sekarang. Lain jika menikah dengan Ereza yang orangtuanya penuh aturan. Lihat saja gadis! Aku akan mencarimu lalu melenyapkanmu.'

Aiersha & Hati [TAMAT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang