Malam pertama

228 10 0
                                    


Acara pernikahan telah selesai. Keadaan semakin sepi dalam megahnya gedung besar. Cavin telah pamit pulang dengan hati berat.

"Kalian harus satu kamar! Papa nggak mau ada pisah!" tegas William. Menatap tajam ke arah Ereza.

"Jangan macam-macam, Ereza! Kamu tahu Papa akan berbuat apa jika melanggar perintah bukan?"

Ereza mengangguk pelan. "Aku ingin istirahat, Pa. Aku capek." Pria itu berdiri dari duduknya pada pelaminan.

"Pergi dengan Aiersha!" pinta William tanpa memandang Ereza.

Ereza mendengus kesal. Memberi tatapan tajam pada gadis yang tengah duduk santai. Pria itu mengulurkan tangannya.

"Ayo!" ajak Ereza. Wajah dingin tak bersahabat.

Aiersha tersenyum. Langsung pergi tanpa bergandengan dengan Ereza. Hingga kedua insan itu berada pada sebuah kamar besar dan mewah. Bunga telah berserak dengan indahnya. Hiasan lilin menyala dengan cantiknya.

Aiersha sempat ternganga. Namun segera menepis pemikiran negatif yang sempat singgah. Melangkah menuju kamar mandi untuk menyegarkan badan serta mengganti pakaian. Sedang Ereza mengganti pakaian di kamar.

"Jangan harap ada yang spesial malam ini!" tegas Ereza. Duduk di sofa sambil memakan cemilan.

"Bahkan jika kau paksa juga, aku tidak sudi," balas Aiersha santai.

Perkataan itu langsung saja membungkam mulut Ereza sempurna. Mencoba menahan amarah yang hendak meluap.

"Aku tidak suka dengan tingkahmu pada Ronauly. Kau seharusnya bersikap lebih sopan padanya," tutur Ereza. Menatap posisi Aiersha di kasur.

"Lebih sopan? Kau ingin aku mendukung dirinya, denganmu? Begitu?" tanya Aiersha.

"Memangnya kenapa? Kita menikah bukan karena cinta. Lalu apa masalahnya denganmu?" Ereza menatap tidak suka pada Aiersha.

"Baiklah. Kita memang menikah bukan karena cinta. Tapi aku punya hak. Dan hak diriku lebih besar dari kekasihmu itu," jelas Aiersha tak mau kalah.

"Apa maksudmu? Hah? Ingat, Aiersha! Suatu saat nanti akan kuceraikan dirimu!" ucap Ereza dengan tegas.

Aiersha sedikit tersentak. Secepat kilat memutar otak memukul perkataan pria yang tengah marah itu. Netra Aiersha menatap sendu pada Ereza.

"Aku tidak akan menganggumu menceraikan diriku. Tapi setelah semua yang tidak kau duga sama sekali terjadi. Kau tahu video yang ada ditanganku, bukan?"

Ereza melongo. Lagi, ia harus kalah dengan gadis belasan tahun. Nasib hidup terancam pada gadis itu. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Langkah kaki Ereza mendekat pada posisi Aiersha. Menghiasi wajah tampan dengan senyum misterius. Sedang Aiersha menatap pria itu dengan mata membesar.

"Lalu, bagaimana dengan mamamu? Bukankah kesepakatan kita hanya demi hal yang saling membutuhkan?" Ereza mendekatkan wajahnya pada Aiersha. Hembusan nafas yang hangat begitu menerpa.

Aiersha terdiam. Tidak ada hal yang lebih menyedihkan dibanding dengan wanita yang dicintai sedang terbaring lemah. Benar, ia membutuhkan biaya dan perawatan yang lebih untuk kesembuhan Lidya Eronica. Tapi, alasan menikah bukan hal itu semata.

Berusaha mencoba menatap netra Ereza. Hati Aiersha seperti diombang-ambing. Tidak bisa berbohong akan ketampanan Ereza meski telah berusia tigapuluh tahun, segar.

Ereza menatap gadis di hadapannya dengan penuh rasa puas serta bahagia. Akhirnya, gadis itu menutup rapat mulut yang berbau pedas.

"Aku tidak takut. ATM-ku sudah diisi oleh Papa. Aku tidak butuh penghasilanmu." Aiersha mendorong dada bidang Ereza sampai pria itu termundur.

"Apa buktinya? Hah?" tanya Ereza ketus. Tidak percaya juga akan angkuhnya wanita yang baru saja menjadi istrinya itu.

Gadis berstatus istrinya itu mengeluarkan sebuah benda tipis. Tersenyum mengejek sang suami yang terdiam mati akal. Hati semakin panas dan tidak karuan. Musibah apa yang tengah melanda dirinya? Ereza duduk di samping Aiersha dengan jarak cukup jauh.

"Aku tidak pernah membayangkan bertemu gadis sepertimu," ucap Ereza. Menatap lurus kedepan.

"Tentu saja aku tidak pernah menginginkan pernikahan dengan pria tua sepertimu! Pria yang bergelar atasan, sikap rendahan!" ejek Aiersha.

'Dasar gadis pedas! Kapan bisa mengalahkan gadis ini?' geram Ereza dalam hati.

"Aku, tetap ingin menceraikanmu! Akan aku urus, mama di rumah sakit."

"Aku tidak mau bercerai. Kau ingin menikah dengan kekasihmu itu. Begitu? Pria macam apa kau ini? Apa kau tahu, kekasihmu itu sudah mencintai suaminya secara perlahan. Kau ingin kukenalkan pada suaminya, yang jauh lebih tampan darimu?"

Aiersha menatap penuh lekat pada Ereza. Bersikap pedas demi menyembunyikan hati hancurnya. Sedang Ereza tidak terima dan kembali hanyut dalam gejolak emosi.

"Kau selalu kurang ajar. Tidak mungkin, Ronauly mencintai suaminya itu! Darimana kau tahu? Gadis sepertimu lebih pantas jadi tukang gosip! Ingat! Aku tidak akan pernah mencintaimu dan kita menikah bukan karena cinta! Jangan berlaku se-enak hatimu saja khususnya terhadap Ronauly!"

Ereza merebahkan dirinya. Memejamkan mata dengan kesal. Berharap esok hari tidak bertatap muka dengan gadis di samping. Hingga benar-benar kantuk datang menghampiri Ereza.

Sedang Aiersha masih duduk terdiam, memandang lurus ke depan. Berupaya menahan tangis yang hampir pecah. Sesekali memandang posisi suami yang sudah berada pada alam mimpi.

'Aku tidak mencintainya. Tidak juga membencinya. Maaf, Tuan Ereza, dirimu harus terlibat dalam ini. Bencilah aku sebab awal dari semua akan dimulai detik ini.'

'Maaf, Ma. Aku, harus menjadi gadis tidak punya etika. Aku, menyayangimu.'

Airmata berlinang bersama dengan derasnya hujan malam itu. Bumi ikut bersedih, merasakan kepedihan hati yang dalam. Pikiran Aiersha tidak lepas dari wanita yang saat ini terbaring lemah di rumah sakit, sendirian.

Gadis itu semakin tidak bisa menutup mata, kala petir bersautan. Kembali duduk sambil memandang kearah luar.

'Ma, aku harap, Mama baik-baik aja.'

Aiersha tersedak. Ia melangkahkan kakinya ke arah jendela. Memandang ke arah luar, gelap gulita. Hujan semakin deras dan petir semakin dahsyat.

"Aaa ...!" teriak Aiersha refleks. Menutup kedua telinga dengan tangan. Memejamkan kedua mata.

Gadis itu ambruk menyapa lantai. Membenamkan muka dalam lutut dengan rasa takut. Tidak ada yang memberi kehangatan. Tidak seorang manusia pun dapat menenangkan ketakutan-Nya.

Aiersha semakin tersedak. "Andai, Cavin ada disini.'

Semakin erat memeluk lutut dalam dinginnya lantai. Sedang Ereza sadar akan derasnya hujan, perlahan membuka mata. Menangkap sosok Aiersha yang ketakutan di bawah kaca.

"Kau, gila? Jika takut jangan disitu! Dasar gila!" ucap Ereza dengan kuat. Kembali menutup mata.

Aiersha & Hati [TAMAT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang