"Berhenti!" perintah Ereza dengan tergesa.
Mobil seketika berhenti di pinggir jalan. Kedua netra Aiersha memandang lurus kedepan, tidak peduli dengan wajah merah Ereza. Pria itu mengatur nafas yang teramat berantakan. Setelahnya menoleh ke arah Aiersha yang masih menangis.
"Kita, bisa mati jika au seperti ini menyetir."
"Apa kau ingin menyetir?" tanya Aiersha datar.
Getar lembut dari bibirnya terlihat jelas. Air mata masih bercucuran dengan hebat. Pandangan lurus ke depan membelah jalan raya. Hembusan nafas Ereza lagi-lagi terdengar dengan jelas.
"Aku, ingin turun dan menikmati udara malam. Bolehkah kau bawa aku ke pinggir sana?" Ereza melirik sebuah kursi jalan sekilas, tepat di depan sebuah toko bunga.
"Kau juga butuh ketenangan. Aku pikir tidak ada salahnya," timpal Ereza lagi.
Perkataan Ereza mampu membuat Aiersha berpikir sejenak, mempertimbangkan. Mungkin hal itu benar dan sedikit membuang jauh rasa sedih. Gadis itu turun dari tempatnya, membuka pintu bagi Ereza dan pergi duduk di kursi panjang.
Hembusan angin membawa rambut panjang Aiersha menari-nari. Mata terpejam erat, membiarkan air mata jatuh begitu saja pada cantiknya pipi.
Demikian Ereza dengan perasan kesal terbakar api cemburu. Tidak disangka jika ternyata kekasih yang sangat ia banggakan, mengkhianati cinta demi harta. Perasaan terbawa jauh bersama hembusan angin.
Suara isakan tangis Aiersha semakin kuat. Memori setiap perjalanan hidup jelas tergambar di benak.
"Akh!" teriak Aiersha pada akhirnya.
"Ada apa, Aiersha?" Ereza panik saat melihat sang isteri mencengkeram erat kaos yang dikenakan.
"Akh! Aku tidak sanggup. Aku tidak sanggup lagi. Cukup semua ini. Cukup!" rinith Aiersha.
Semakin besar panik dan rasa penasaran Ereza. Dengan kondisi itu berusaha menenagkan Aiersha yang semakin larut dalam tangis.
"Tenanglah!" ucap Ereza dengan gugup.
Aiersha kembali merapikan posisi dan penampilannya. Wajah sendu kian menutupi kecantikan. Semampu mungkin mengatur nafas.
"Aku ... minta maaf," ucap Ereza sembari menatap ke arah toko bunga.
"Tidak perlu meminta maaf. Ini sudah jalan yang aku pilih. Aku sendiri yang membuat diriku terjebak bersama dengan kisah hidupmu," ungkap Aiersha jujur.
"Ke .... "
Suara panggilan dari handphone Ereza berbunyi. Segera pria itu melihat dengan kesal. Tersenyum miring ketika melihat nama kontak. Mematikan panggilan itu kemudian menyimpan kembali ke saku baju.
"Maaf."
"Kenapa tidak kau angkat? Nanti dia marah padamu."
"Tidak penting. Apa kau sengaja membawa kesana? Apa sebenarnya yang kau inginkan. Kau berhasil membuatku benci pada Ronauly. Aku benci itu. Dari dulu aku selalu menghindari hal yang membuatku benci kepadanya," jelas Ereza dengan perasan campur aduk.
Bibir Aiersha tertutup rapat, getir dan pahit. Membawa langkah kaki berdiri mendekati jalan raya. Sudah saatnya semua yang dia inginkan terwujud. Arah tubuh Aiersha yang diikuti mata Ereza, kegelisahan meliputi.
"Beruntung menjadi Ronauly. Saat melakukan pengkhianatan pun akan tetap dicintai. Tapi sungguh kasihan dirimu. Awalnya aku pikir perlahan cinta akan tumbuh di rumah tangga kita. Aku sudah siap untuk melupakan Cavin jika saja itu terjadi. Tapi ternyata salah. Kau pria yang sangat setia," tutur Aiersha. Membalikkan pandangan. Menatap manik mata Ereza yang merah.
"Kau mau tahu tujuanku dengan pernikahan ini? Aku harap tidak akan membuat jantung berhenti berdetak jika mengetahui kebenarannya."
Spontan Ereza menatap lebih dalam ke arah Aiersha. Tidak bisa di bohongi jika jantung berdetak dengan sangat cepat. Nafas mulai keluar masuk dengan skala besar, melelahkan.
Tatapan Aiersha pun dalam. Mendekati sangat suami, mencari kebenaran pada mata indah milik Ereza. Hingga keduanya hanya berjarak beberapa Cm saja.
"Aku adalah gadis dan putri dari suami Ronauly!" tandas Aiersha melebarkan matanya, hendak menerkam manusia di hadapan.
Deg!
Kedua netra Ereza ikut melebar. Seketika menjadi patung bernafas. Masih tidak percaya akan semua yang menang sudah ia tebak sejak di restoran. Semua tampak kaku, membuat Ereza terlihat bodoh.
"Dan tujuanku ... aku hanya ingin mendapat keadilan dari apa yang telah Ronauly perbuat untuk mamaku. Apa kau tidak percaya? Sekarang kau ingin berperang denganku? Hah? Aku hanya gadis lemah! Bagaimana jika au mengalami yang kurasakan ini?" Tangan Aiersha mencengkeram kerah baju Ereza.
Suasana seketika menjadi menegangkan. Air mata Ereza keluar dengan perlahan bersama dengan getaran lembut dari bibirnya. Kali ini hatinya benar-benar hancur.
"Akh!"
Aiersha berteriak sangat kuat, mencuri perhatian beberapa orang. Tubuh ambruk, terisak tidak dapat di tahan. Tangan kembali mencengkeram dada, sekali-kali memberi pukulan.
"Maaf, Sha." lirih Ereza. Berjongkok, mengusap lembut pundak.
"Sha!" suara teriakan Cavin tiba-tiba terdengar.
Cavin berlari dengan cepat, wajah panik. "Sha! Maafkan aku. Tidak ada maksud begitu. Aku inta maaf, Sha!" Kedua tangan hendak memeluk.
"Stop! Tidak ada guna lagi meminta maaf. Aku terlanjur kecewa padamu. Kau juga ingin melenyapkan nyawa, Ereza 'kan? Hah? Kenapa tidak membunuhku sekalian?"
"Darimana kau tahu?" tanya Cavin panik. Sedang Ereza tersentak kaget.
"Kau kurang cerdik untuk hal itu, Cavin. Sekarang pergilah! Akutidak ingin melihatmu! Pergi!"
Aiersha langsung bangkit. Berjalan cepat menuju mobil dengan keadaan berantakan. Sedangkan Ereza menatap tajam ke arah Cavin yang tengah terisak.
"Jauhi dia sekarang. Aku tidak akan membiarkan kau mendekatinya lagi." Ereza pergi meninggalkan posisi diam Cavin.
"Ini juga karena rencana Ronauly!" teriak Cavin dengan kesal. Rasa menyesal dan kecewa.
'Ronauly?' tanya Ereza dalam hati. Entah mengapa semakin hancur hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aiersha & Hati [TAMAT] ✔
General FictionMenikah dengan seorang dokter tampan berusia 30 tahun. nasib yang semakin memburuk, tidak sesuai dengan harapan. gadis berumur 19 tahun, harus merelakan diri demi balas dendam.