harus menikah

582 13 1
                                    

"Apa yang kau lakukan ini? Hah?"

Begitu kuatnya suara pria paruh baya menggema di gedung tinggi nan mewah. Membuat seluruh mahluk yang bernapas tertunduk ketakutan. Keluarga yang besar dan terkenal dengan pendidikan yang disiplin dan ketat, mengalami malapetaka yang besar.

"Aku terjebak, Pa. Aku tidak ingin melakukan itu."

"Diam!"

Ereza Phutidcheux, pria tampan bergelar dokter itu terdiam atas amarah yang menguasai papanya, William Bill. Pria itu menatap tajam ke arahnya menembus seluruh jiwanya. Sedangkan seorang gadis cantik tengah tertunduk dengan segala kesedihan. Tangisnya pun mulai terdengar.

"Kami minta maaf, ya, Sayang. Kalau kamu mau, menikahlah dengan Ereza," pinta wanita paruh baya. Chatrine, mama Ereza. Wanita itu mengusap lembut pucuk kepala Aiersha dengan segala kasih sayang.

Ereza tersentak dengan permintaan mamanya. Lantas netranya menatap tajam ke arah Aiersha Saipudianna. Rasa kesal seketika datang ke dalam zona emosinya.

"Tapi, Ma! Dia masih belasan tahun!" Sergah Ereza tidak terima. Wajahnya pun berkerut.

"Kau mau dicap buruk oleh orang ramai? Kau harus menikahi gadis ini. Tidak peduli dengan umurnya!" Tegas William.

William menatap putra semata wayangnya itu dengan datar dan dingin. Chatrine pun hanya bisa memberikan persetujuan pada perkataan suaminya itu.

"Dan secepatnya. Besok, akan diadakan pernikahan kalian. Ingat! Jangan buat papa malu, Ereza."

William dan Chatrine lantas pergi meninggalkan kedua insan muda itu dengan masing masing rasa. Ereza begitu tajam dan tidak suka menatap gadis di hadapannya itu.

Cukup lama dalam keadaan terdiam. Ruangan itu seketika terasa horor dengan suhu yang cukup dingin.

"Berpikir lagi dengan semua ini, Aiersha," ucap Ereza memecahkan keheningan.

Gadis itu menatap Ereza dengan bingung. Pria itu kemudian beranjak mendekati gadis belasan tahun yang sedang duduk di sofa.

"Apa maksudmu?" tanya Aiersha polos.

"Kau akan menderita menikah denganku. Aku sama sekali tidak mencintaimu. Maka, pilihlah jalan yang benar dan selamatkan dirimu," tutur Ereza dengan wajah misterius.

Aiersha tersenyum manis. Gadis itu berdiri dekat pada Ereza. Menatap wajah tampan yang akan menjadi suaminya itu. Gadis itu mendekatkan wajahnya, hingga terasa hembusan nafas yang hangat.

"Apa kau serius berkata demikian? Ingat, Tuan! Nasib nama baik dirimu, ada di tanganku. Jadi, pilihlah! Tercemar atau menurut untuk menikahi aku?" Aiersha tak mau kalah. Pedas bibirnya akhirnya keluar dengan begitu saja.

Pria berusia 30 tahun itu lantas tersentak. Matanya melotot dengan lebar. Tidak pernah sebelumnya ia diancam dan ditantang begitu. Lalu, gadis belasan tahun itu mencoba menentang dirinya yang jauh lebih tua? Ereza benar kesal dan semakin hanyut dalam amarah.

"Berani sekali kau berbicara seperti itu! Kau masih belasan tahun." Ereza membuang wajahnya dari hadapan Aiersha.

Aiersha berjalan menjauh dari Ereza. "Apa usia menjadi masalah dalam berbicara? Apa pria yang jauh lebih tua dariku tidak sanggup berbicara denganku? Ini masih awal, Tuan."

"Kau tidak pernah diajarkan bicara dengan etika yang benar oleh Papamu? Gadis macam apa kau ini?"

Aiersha tertawa mendengar pertanyaan yang menyakitkan dari Ereza. Membuat pria itu semakin kebingungan. Bahkan berpikir bahwa calon isterinya adalah orang tidak waras.

"Lalu, apa seorang pria yang masih berhubungan dengan seorang wanita yang sudah memiliki suami itu, punya etika? Atau, selebihnya? Menurutku itu lebih rendah," jelas Aiersha tanpa rasa takut.

Pria bergelar dokter di hadapannya lebih kaget. Hatinya panas dengan hal yang diucapkan Aiersha. "Kau sungguh tidak tau diri." Ereza mengepalkan tangannya.

"Da...

"Tidak perlu bertanya darimana aku tahu wanita simpanan dari hadapan, Mama dan Papa. Ingatlah, Tuan! Lebih dari itu, Aku tahu segala kehidupanmu. Selamatkanlah dirimu," tutur Aiersha seraya mengambil tas kecilnya.

Ereza hanya menatap sadis. Pria itu tak mampu mengatakan sepatah kata saja. Ini kali pertama ia kalah berbicara dengan seseorang. Terlebih dengan kaum hawa.

"Sampai jumpa besok hari, Sayang. Jaga kesehatan. Jangan bersikap aneh. Ingat! Nasibmu ada di pilihanmu." Aiersha mengedipkan sebelah matanya seraya tersenyum manis.

Ereza hanya terdiam mematung menatap kepergian gadis berstatus mahasiswi itu. Benar malapetaka telah menimpa dirinya. Dengan gusar pria itu menghembuskan nafasnya, menahan suasana hati yang tengah dalam gejolak amarah.

"Dasar! Kenapa harus bertemu dengan wanita seperti itu?" Ereza mengacak rambutnya dengan kasar. Tangannya mengepal dengan sempurna, rahang mengeras menimbulkan urat.

Sedangkan Aiersha melangkah pergi dengan air mata yang kian berlinang. Ia bukan gadis yang sesungguhnya keras kepala dan berbicara dengan kalimat pedas. Ia adalah gadis bertopeng. Hatinya tersayat sungguh dalam. Ini bukan keinginannya, demi wanita yang ia cintai.

"Bagaimana?" tanya Cavin Rizky. Sahabat Aiersha yang sedari tadi menunggu gadis itu keluar dari gerbang indah rumah Ereza.

"Ayo kita pulang! Semua sudah berhasil," ucap Aiersha tanpa menatap Cavin.

Cavin memandang Aiersha dengan bingung dan iba. Tapi itu sudah keputusan sahabatnya itu sendiri. Walau jauh dalam hatinya, tidak terima akan hal itu dengan alasan sesuatu yang dalam.

Pria muda itu masuk kedalam mobilnya. "Ada apa? Kenapa kau menangis?"

"Tidak. Aku, baik baik saja."

"Katakanlah! Jangan menyembunyikan sesuatu dariku! Aku kenal bagaimana Aiersha," ucap Cavin seraya menyetir mobil. Menatap lurus ke arah pasar berwarna hitam.

"Sudahalah, Cavin. Aku tidak kenapa," ucap Aiersha yakin. Berusaha menenangkan diri serta menahan tangis yang sedari tadi hendak meledak kuat.

Cavin pun memilih untuk diam. Hingga pertengahan jalan dari tujuan mereka, pria itu memberanikan diri untuk bertanya.

"Apa kau yakin akan menikah dengan dokter itu?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Aiersha balik.

"Cinta adalah pondasi dalam membangun sebuah rumah tangga. Kau pasti paham dengan maksudku," tutur Cavin tanpa menatap gadis di samping.

Aiersha tersenyum miris. "Apa akan terpikir hal itu, jika orang yang paling berharga buatmu menderita terbaring oleh orang ketiga dari Papamu sendiri? Aku rasa tidak." Seketika sendu di wajah gadis itu tergambar jelas.

Cavin memandang sekilas. Hatinya tidak dapat menerima bahwa kenyataannya gadis yang ia cintai akan menikah dengan pria lain. Tapi, ia juga tidak sanggup melihat kesedihan dan derita keluarga yang menimpa Aiersha.

"Aku hanya ingin yang terbaik untukmu."

"Tidak perlu berkata seperti itu, Cavin. Aku tau ada cinta di hatimu, padaku. Buanglah itu!"

"Aku tidak bisa. Sedari dulu aku katakan perasaanku. Tapi selalu terjadi penolakan," tutur Cavin tulus dari dalam hati.

"Kita ke rumah sakit sekarang! Aku rindu dan khawatir sama mama," ucap Aiersha mengalihkan percakapan.

Cavin mengangguk. Sekali lagi ia ditolak. Dan mungkin selamanya Aiersha tidak akan menjadi miliknya. Gusar dan gelisah hatinya terbakar api cemburu, berusaha ia tahan demi membuktikan rasa cinta yang besar dan tulus.

Aiersha & Hati [TAMAT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang