Rumah sakit dan mall

144 7 0
                                    

Aiersha duduk termenung. Sedari tadi tidak ada ilmu yang ia dapat. Putus asa tentu saja hal yang sangat ia rasakan.

Hingga waktu pulang telah tiba. Aiersha berjalan dengan langkah cepat. Takut jika Cavin akan menjumpai dirinya lagi. Sedikit gelisah seperti hendak mencuri sesuatu.

'Maafin aku Vin. Aku sayang sama kamu. Biarkan aku menyelesaikan masalah ini sendirian.'

"Sha! Tunggu!" Suara lantang itu milik Cavin yang berdiri jauh dari Aiersha.

Mendengar suara Cavin,  Aiersha berlari menuju mobil pribadi yang menjemput. Segera membuka pintu mobil.

"Ayo, cepat!"

"Sha!"

Cavin secepat kilat mengejar mobil yang sudah jauh membawa Aiersha pergi. Mengacak rambut dengan kasar. Sungguh kesal.

"Belum nyerah, kok, Sha!"

'Maafin aku Vin! Maaf," lirih Aiersha. Hatinya sungguh hancur.

Mobil itu telah membawa dirinya memasuki halaman rumah dengan selamat. Keadaan ruang begitu sepi. Aiersha beranjak dengan santai masuk ke rumah.

Segera melangkah menuju kamar, meletakkan ransel dan mengganti pakaian sederhana. Kembali melangkah menuju dapur.

"Bi! Makanan siang Ereza udah siap?" tanya Aiersha kepada pembantu. Netra mencari bekal yang harus diberi pada Ereza.

"Sudah, Nona. Ini!"

"Ya, udah. Aku ke rumah sakit dulu, ya. Kamu tunggu sebentar."

"Iya, Nona."

Aiersha mengambil bekal yang cukup besar itu. Membawa dengan ransel bontot tersebut. Motor besar milik Ereza telah berada di halaman rumah. Kunci sudah di tangan Aiersha.

Motor itu melaju dengan kecepatan sedang. Penampilan yang cukup terkesan layaknya seorang bad girl. Aiersha tidak begitu peduli dengan tatapan para penghuni rumah sakit, saat kakinya menapak di area tersebut.

Aiersha tetap membawa kakinya menuju ruang Ereza. Hingga langkah terhenti di depan pintu kala mendengar suara yang cukup ia kenal.

"Sayang aku nggak bisa lama disini. Aku rindu banget sama kamu," ucap Ronauly dengan lagak manja.

"Aku juga rindu, Sayang. Kamu aja yang tidak mau bercerai dengan Leo itu."

"Aku nggak bisa. Mama dan papa bisa kirim aku ke desa terkurung itu. Lagian juga hartanya bisa buat aku dan anakku nanti."

"Jadi kamu lebih mementingkan ortu dari pada aku?" tanya Ereza dengan kesal.

"Bukan, Sayang. Kamu harus sabar. Setelah anak ini lahir kita akan bisa bersama dengan sah. Tapi ... beberapa hari ini Leo selalu minta putrinya itu untuk tinggal bersama. Aku tidak akan biarkan itu," jelas Ronauly bersungut.

"Za! Ini bekal siang kamu!"

Tiba-tiba Aiersha masuk dengan sendu. Air mata susah dekat pada ujung mata. Menatap jijik terhadap Ronauly. Lebih dari sebelumnya.

Ereza dan Ronauly spontan melirik ke arah datangnya Aiersha. Tapi tidak mengubah posisi yang sedang berpelukan.

"Eh! Kamu gadis kencur. Ngapain bawa bekal segala buat Ereza? Mau cari perhatian? Biar Ereza suka sama kamu? Cinta?" Ronauly mendekat ke arah Aiersha. Mendorong jauh tubuh Aiersha dengan kesal.

"Kamu ngapain kesini? Aku udah makan. Nggak perlu antar bekal kayak gini," timpal Ereza tak kalah kesal.

Aiersha memilih diam. Hanya menatap kedua insan lainnya dengan memelas. Mulut tak sanggup bercakap.

"Kenapa diam? Sadar nggak ada lagi yang dukung? Dimana pria yang selalu membela kamu itu? Hilang?" tanya Ronauly dengan angkuh. Masih mendorong tubuh Aiersha hingga hampir terjatuh.

"Aku diam bukan karena nggak berani. Ingat! Kamu itu sedang hamil. Aku takut jadi manusia yang berdosa dan kenapa aku antar bekal? Karena kewajiban seorang istri. Aku tidak peduli mau kamu makan atau tidak. Yang penting tugas dan hutangku sebagai istri ... lunas," tutur Aiersha dengan wajah datar, dingin bagai salju.

Aiersha beranjak keluar. "Ingat! Aku hanya tidak ingin buat bayi yang ada di kandunganmu, gugur." Senyum miring ditambahkan Aiersha pada wajahnya.

Kedua insan yang menatap tidak percaya. Terkesima dan sama sekali tidak dapat berkedip.

"Kamu mending pulang, Sayang!" pinta Ereza tiba-tiba.

"Iya."

Ronauly melangkah dengan masih mati akal. Hal kejam dari Aiersha begitu melekat pada bayangan. Sedang Ereza terdiam sembari memikirkan Aiersha yang tampak berubah sekali semenjak kematian Lydia.

Perlahan tangan membuka bekas yang dibawa oleh Aiersha. Sejujurnya ia belum makan siang dan sangatlah lapar.

"Lebih baik aku makan saja."

Senyum seketika terlukis di wajah taman dokter bernama Ereza Phutidcheux. Dengan lahap menyantap masakan, menggugah selera.

Saat ini, Aiersha bersama dengan Bi Ana sedang belanja bahan makanan di sebuah mall. Sangat sibuk memilih beberapa bahan untuk membuat masakan yang di sukai oleh Ereza dan kedua orangtuanya.

Dari kejauhan, Leo sedang mencari mangga muda untuk Ronauly. Tidak ada semangat yang terpancar dari wajahnya. Pikiran terus saja pada hal yang sedang menimpa hatinya.

"Papa," bisik Aiersha. Mata membulat dengan sempurna.

"Bi! Kita cepat pergi, yuk! Udah cukup 'kan? Nanti kita beli lagi di pasar," ucap Aiersha tergesa.

Segera Aiersha beranjak membayar ke kasir. Saat itu juga Leo mendapatkan mangga muda dan hendak membayar. Netra dengan kaget mendapat sosok Aiersha.

"Aiersha," ucapnya tanpa sadar.

Leo sedikit berlari. Namun terhalang karena antri yang begitu padat. Sedang Aiersha sudah berhasil membayar belanjaan dan cepat langkah pergi.

"Ayo, bi!" Aiersha menarik tangan Bi Ana.

Bi Ana sampai kebingungan. Mereka langsung masuk ke dalam mobil dan segara di lajukan oleh Aiersha.

"Sha! Tunggu papa!" teriak Leo dengan sekuat tenaga. Tapi nihil.

Kembali Leo menghembuskan nafas dengan resah. Semakin terbebani dengan tingkah Aiersha. Perasan bersalah semakin membesar pada hatinya.

Aiersha & Hati [TAMAT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang