Part 4

13.8K 796 13
                                    

        Malam terakhir kegiatan sekolah di Villa, diadakan pentas seni yang mengharuskan setiap tim mempersiapkan pertunjukan. Karena mendadak, timku hanya akan menyajikan sebuah lagu dengan iringan gitar dari Kak Ryan dan Kak Raikan, Kak Kaila yang akan menyanyi dan mungkin aku hanya bertepuk tangan dan bersenandung.

                Seluruh orang yang menantikan pertunjukan timku kini sedang sibuk berbisik dan bertepuk tangan setelah Kak Kaila membuka suara,

Kau datang dan jantungku berdegup kencang
Kau buatku terbang melayang

Tiada ku sangka getaran ini ada
Saat jumpa yang pertama

Mataku tak dapat terlepas darimu

Perhatikan setiap tingkahmu
Tertawa pada setiap candamu
Saat jumpa yang pertama

Could it be love, could it be love

Could it be, could it be, could it be love

Could it be love, could it be love

Could this be something that I never had
Could it be love

Petikan gitar Kak Ryan dan Kak Raikan terdengar sangat  mengagumkan mengiringi suara Kak Kaila yang sungguh indah! Kak Kaila tersenyum kearah Kak Ryan yang sedang mengangguk-anggukan kepala sambil memetik gitar. Tatapan mata Kak Kaila sungguh menyiratkan cinta yang teramat dalam. Rasa sesak merayapi dadaku seketika, aku memejamkan mata dan terus bertepuk tangan mengikuti lagu.

Mataku tak dapat terlepas darimu
Perhatikan setiap tingkahmu
Tertawa pada setiap candamu
Saat jumpa yang pertama

Could it be love, could it be love
Could it be, could it be, could it be love

Could it be love, could it be love

Could this be something that I never had
Could it be love

Oh mungkinkah ini cinta

Could it be love, could it be love
Could it be, could it be, could it be love

Could it be love, could it be love

Could this be something that I never had
Could it be love

        Setelah Kak Kaila mengakhiri lagu Could It Be Love yang dinyanyikannya, riuh tepuk tangan dan ungkapan kagum meramaikan suasana di villa. Saat kami berempat hendak kembali ke kerumunan murid-murid, Bu Ela menghentikan langkah kami, “Jangan kembali dulu. Kalian sudah bagus, tapi Anna seharusnya ikut menyanyi atau memegang alat musik lain, kalau tidak begitu kalian tidak adil memerlakukan dia, seperti tidak menganggap dia di tim kalian.” Bu Ela menatap ketiga orang di sebelahku dengan sorotan yang tajam, membuatku bergidik ngeri melihatnya.

                “Ann, kamu mau menyanyi lagu apa?” Kak Raikan menoleh padaku. Aku meremas jemari tanganku dan menundukkan kepala, bingung harus menyanyikan lagu apa. Sampai akhirnya, aku teringat dengan lagu yang sering didengarkan Kak Adam.

                “Terpukau,” jawabku dengan mantap. Kak Raikan mengerutkan dahi, “Aku nggak tau chord nya.” Ujarnya sambil mengangkat gitarnya dengan muka memelas.

                “Nggak apa-apa, aku tau sedikit kok soalnya diajarin kakakku. Sini,” aku membuka telapak tangan kanan, mengisyaratkan Kak Raikan untuk meminjamkan gitarnya padaku. Dengan gugup, aku melangkah mendekat ke depan dan duduk di atas rerumputan yang dekat dengan api unggun.

Aku memang belum beruntung
Untuk menjatuhkan hatimu
Aku masih belum beruntung
Namun tinggi harapanku
Tuk hidup berdua denganmu

Aku sempurna denganmu
Ku ingin habiskan sisa umurku
Tuhan jadikanlah dia jodohku
Hanya dia yang membuat aku terpukau

 

                Aku menoleh kearah Kak Ryan sekilas, dia sedang menundukkan kepalanya sambil menautkan kedua tangannya. Kemudian aku kembali fokus pada gitar yang ada di tanganku untuk melanjutkan lagu yang kunyanyikan.

Aku sungguh sangat bermimpi
Untuk mendampingi hatimu
Ku masih terus bermimpi
Sangat besar harapanku
Tuk hidup berdua denganmu

Aku sempurna denganmu
Ku ingin habiskan sisa umurku
Tuhan jadikanlah dia jodohku
Hanya dia yang membuat aku terpukau

Denganmu aku sempurna
Denganmu ku ingin habiskan sisa umurku
Tuhan jadikanlah dia jodohku
Hanya dia yang membuat

Denganmu aku sempurna
Denganmu ku ingin habiskan sisa umurku
Tuhan jadikanlah dia jodohku
Hanya dia yang membuat
Hanya dia yang membuat aku terpukau

Lagu kuakhiri dengan petikan gitar yang cukup mengesankan, aku juga heran kenapa bisa sebagus itu petikan gitarku. Beberapa saat, orang-orang di sekelilingku menatapku tidak percaya dan selanjutnya mereka mulai memberikan decak kagum dan tepuk tangan yang sangat keras. Aku melirik Bu Ela sekilas, beliau menautkan jari telunjuk dan ibu jarinya membentuk isyarat “OK”. Aku menjerit tertahan seketika karena senang pada akhirnya mereka bisa melihatku dan menganggapku ada.

                Seseorang menarik pergelangan tanganku dan membungkam mulutku, dia menyeretku dengan paksa ke balik dinding salah satu kamar. Tangan itu terlepas membuatku menghembuskan nafas dengan lega, kemudian aku menoleh dan mendapati Kak Ryan sedang bersedekap dan bersender pada dinding. “Suaramu bagus,” ujarnya.

Aku menarik nafas dan mengeluarkannya dengan berat, “Mau menghina sebaiknya terang-terangan saja,” gumamku dengan kesal. Dia kira aku lupa dengan beberapa perkataannya yang selalu menyinggungku? Dan sekarang dia mengatakan kalau suaraku bagus? Aku tau kalau itu hanya sindiran yang coba dia berikan padaku!

                “Kamu itu sentimen sekali sama aku,” Dia mendesah dan menatapku sambil berdecak.

                “Nggak tuh, biasa aja,” Aku menanggapinya dengan santai sambil mendongak untuk melihat wajahnya.  Kak Ryan mendekat kearahku, “Kamu... menyukaiku, kan?” Ucapannya membuatku tercekat.

                “Bagaimana bisa? T-Tidak!” Aku membalikkan tubuh dan hendak berjalan untuk menghindari tatapan mata Kak Ryan yang seakan mengulitiku. Namun lagi-lagi kesialan menghampiriku, saat itu tiba-tiba saja lampu villa mati dan membuatku takut.

Deru nafas Kak Ryan di leherku membuatku bergidik dan dengan refleks aku menyikut perutnya yang terasa keras. Tanpa kuduga, dia menahan tanganku dan berbisik tepat di sebelah telinga kananku, “Dengan kepribadianmu itu, aku mengira kamu akan menjawab pertanyaanku dengan... ‘Tidak mungkin, itu konyol!’ tetapi jawaban yang kudapat darimu membuatku malah yakin kalau kamu suka aku. Pipimu merona dan kamu salah tingkah,”

                “Lebih baik, mulai dari sekarang kamu kontrol rasa sukamu itu, aku sudah berpacaran dengan Kaila. Semua orang tau itu,” Kak Ryan menyentakkan tanganku tiba-tiba, “aku hanya ingin kita berteman, tidak lebih.”

--------

                Kalau di kehidupan nyata benar-benar ada seorang manusia dengan dua kepribadian, pastilah itu Kak Ryan! Aku tidak habis pikir kenapa orang itu membuatku terbang ke awan kemudian menghempaskanku ke jurang dalam waktu singkat? Ini gila! Berkali-kali aku memukul bantal sintetis untuk meluapkan emosiku.

Andai saja dia tidak hadir dalam kehidupanku....

Andai saja dia tidak pernah memberikanku kesempatan untuk mengenalnya...

Andai saja hati ini tidak mudah terpikat oleh pesonanya...

Andai saja, tetapi semua itu sudah terjadi.

                Aku menjadi pengagum rahasia Kak Ryan yang hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Hanya dengan melihat senyuman lebarnya pada Kak Kaila, aku bisa merasakan kehangatan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku hanya bisa berharap dia bahagia.

Memang kata sebagian orang kebahagiaan orang yang kita istimewakan atau kita cintai lebih penting daripada kebahagiaan diri sendiri. Tak sedikit juga orang yang beranggapan bahwa kita harus mendapatkan kebahagiaan dengan orang yang kita cintai. Namun, pilihan yang kuambil adalah pilihan yang pertama. Melihat Kak Ryan bahagia bersama Kak Kaila itu sudah cukup bagiku.

Pilihan yang kupilih memang tidak adil bagiku. Namun bukankah aku sudah terbiasa dengan ketidak adilan dunia terhadapku? Aku yakin tidak ada pilihan lain selain melihatnya bahagia bersama orang yang dicintainya. Berbahagialah bersamanya, Ryano Adhi Setyasa. Selama kamu bahagia, aku juga akan bahagia untukmu.

Cinta Kembali DatangWhere stories live. Discover now