Aku bersyukur pernikahan yang masih berjalan sekitar tiga bulan dengan Kak Ryan masih terasa hangat hingga sekarang. Dia tidak pernah lupa memberitahukan kegiatannya padaku, aku merasa sangat spesial. Seperti saat ini, dia belum pulang sampai selarut ini karena bergelut dengan persiapan keberangkatannya untuk mengambil pendidikan intelijen.
Setelah kejadian misterius serta mengerikan yang kualami saat bertemu dengan anak kecil itu, jujur saja aku selalu khawatir terjadi apa-apa dengan Kak Ryan, mengingat profesinya sebagai abdi negara itu. Takut apabila kejadian mengerikan menghampiri Kak Ryan. Oleh sebab itu, aku tidak pernah lupa mendoakan keselamatannya saat bertugas.
---
Sinar matahari yang menyilaukan membuatku terbangun dari tidur, tidak menyangka aku sudah tertidur setelah menonton televisi. Aku menoleh sekilas ke belakang, pintu rumah terbuka dan terdapat sepatu milik Kak Ryan. Artinya suamiku sudah pulang, yeee! Buru-buru aku melangkahkan kaki untuk mencari keberadaannya.
Aku memilih duduk di pinggiran ranjang sambil memperhatikan Kak Ryan yang sibuk mencari dokumen dan mengepak baju ke dalam ransel hitamnya yang besar. Mengingat dia akan segera meninggalkanku kembali membuatku sedih. Aku menunduk dan meremas jari dengan kuat.
Kurasakan ranjang berdecit dan puncak kepalaku dikecup oleh pria yang tidak lain adalah suamiku, Kak Ryan. “Jangan sedih dong, aku nggak tenang nanti.” Ucapnya sambil merengkuhku ke dalam pelukannya yang hangat.
Aku terisak dan melingkarkan tangan ke pinggang rampingnya yang sering menemaniku saat sedang tidur, “Cepat pulang, ya.” aku semakin mengetatkan pelukan, “Jangan selingkuh ya, Kak?” ujarku sambil menatap matanya lekat.
Dia menggeleng dengan kuat, “Untuk apa selingkuh kalau sudah ada wanita secantik kamu yang menunggu di rumah, istriku.” Perkataannya sukses membuat pipiku memerah.
---
Ini sudah seminggu sejak dia meninggalkanku untuk mengenyam pendidikan intelijen. Aku merasa bosan juga karena sendirian di rumah, meskipun ini bukan yang pertama kali. Yang membuatku kesal, sampai berhari-hari Kak Ryan belum juga memberiku kabar.
Aku merasakan perutku seperti diaduk-aduk, kondisiku sangat mengenaskan akhir-akhir ini. Nafsu makanku yang biasanya melebihi orang normal tiba-tiba saja menurun drastis dan makanan itu malah berujung aku muntahkan.
Kupijit pelipisku karena pusing, setelah bolak-balik ke kamar mandi aku jadi merasa lemas. Mungkin sebaiknya aku tiduran saja supaya pusingnya hilang. Sebenarnya aku kenapa? Apa mungkin ini semua karena merindukan Kak Ryan? Aku tidak menyangka efeknya akan seperti ini. Huh...
---
Seusai pertemuan bulanan Persit selesai, aku merasa sangat lemas. Padahal, aku sudah sarapan sebelumnya. Ibu-ibu juga bilang wajahku pucat. Mungkin aku hanya kelelahan karena menyiapkan bahan untuk demonstrasi memasak tadi. Iya, mungkin karena itu.
Dering hp yang berasal dari tasku membuatku menghela nafas berat, apalagi sih ini? Tidak tau orang lagi capek, ya? Aku mencari-cari hp di dalam tasku dan segera mengangkat panggilan tersebut. Karena jika dibiarkan lebih lama, suaranya bisa membuatku lebih pusing.
“Halo,” ucapku sambil memijat kening.
“Assalamualaikum, sayang. Habis darimana? Kakak telepon daritadi baru nyambungnya sekarang,” jawab suara yang sudah amat kukenal, suara suamiku! Sejenak aku melupakan kondisiku yang lemas dan kepala yang berdenyut karena sudah sangat rindu dengan suamiku.
YOU ARE READING
Cinta Kembali Datang
عاطفيةMengapa dia datang kembali setelah menorehkan luka yang mendalam di dalam hatiku? Seolah aku ditakdirkan untuknya, mengapa aku sering bertemu dengannya?