Part 9 - Secepat Itu?

15.1K 800 3
                                    

Aku berlari mengelilingi taman kompleksku dengan santai sambil mendengarkan lagu di iPod yang kuputar secara acak. Ketenanganku terganggu saat ada seseorang menarik kuncir rambutku. Aku menoleh dan berkacak pinggang ketika mengetahui ada Kak Ryan yang berdiri di hadapanku sambil bersiul.

"Astaga, selama bertahun-tahun nggak ada kakak tuh hidup aku tenang! Kenapa sekarang muncul lagi sih!" gumamku emosi. Kak Ryan mengangkat bahunya, "Yah, mungkin kita jodoh."

Aku menoyor kepalanya yang hampir botak, "Jodoh darimana! Kasihan tuh istrimu menunggu di rumah, malah enak-enakkan godain aku disini. Hush, sana pulang." Aku mengibaskan tanganku ke arahnya untuk mengusirnya.

"Istri?" tanya Kak Ryan dengan alis bertautan, "Sejak kapan aku punya istri?" lanjutnya. Aku hanya mengendikkan bahu dan merebut kuncir rambutku yang ada di tangannya. Dia menahan tanganku, jadilah tanganku dan tangannya bersentuhan. Oh Tuhan...

"Kamu benar, sebentar lagi memang aku punya istri," ujarnya singkat dan jelas.

Dadaku sesak, selama ini aku berusaha melupakannya, menghiraukannya, dan membuangnya jauh-jauh dari hidupku. Lihat, bahkan dia akan menikah sebentar lagi. Sungguh tidak tau diri kalau aku masih mengharapkannya. Aku menghentakkan tangannya dan memandangnya sinis,

"Kalau begitu jadilah orang yang setia. Jangan buat calon istrimu itu kecewa,"

"Tidak akan." Jawabnya.

Kemudian aku berlari menuju rumahku yang tidak jauh dari taman. Saat aku membuka pagar, ternyata mobil Ayah yang digunakan untuk menjemput Kak Adam sudah terpakir di dalam garasi. Aku melompat kegirangan dan memeluk Kak Adam yang berdiri di teras rumah, "Kakak!"

"Udah, mandi dulu deh. Gila, baumu busuk banget!" ujar Kak Adam sambil menutup hidungnya.

"Nggak usah lebay," sahutku setelah mencubit perutnya.

-----

Aku mematut diriku di depan cermin. Long dress berwarna biru laut tanpa lengan yang dihiasi kerlap-kerlip menjadi pilihanku untuk menyambut tamu penting Ayah. Rambutku kutata sedemikian rupa agar rapi, setelahnya aku memakai eyeliner dan lipstick apricot stick-ku dengan cepat. Kak Adam sudah meneriakiku untuk segera keluar. Huft, boys always do that.

Saat aku tiba di meja makan, sudah ada banyak orang disana. Ayah, Kak Adam, seorang perempuan dan lelaki paruh baya yang kuduga sepasang suami istri. Mereka tersenyum kearahku, kubalas senyuman mereka. Kemudian, aku menempati kursi di sebelah Kak Adam.

"Maaf terlambat, Om." Suara berat itu membuatku membelalak kaget dan dia dengan santainya duduk di hadapanku, di sebelah sepasang suami istri yang kutebak pasti orang tuanya, sebab wajah mereka mirip. Oh Tuhan.... Apa lagi ini?

Kak Ryan tersenyum tulus ke arah Ayah, lalu Ayah mempersilahkan kami semua untuk makan. Aku memotong beef steak-ku menjadi bagian kecil-kecil, hal yang selalu kulakukan sebelum menyantap makanan. Aku mulai makan dengan lahap, berusaha menulikan telingaku dengan pembicaraan Ayah dan orang tua Kak Ryan.

Semua orang tadi berkumpul di ruang tamu untuk meneruskan pembicaraan ke arah yang lebih serius. Aku menundukkan kepala, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi disini. Apa mereka yang datang melamarku kemarin lusa? Kalau iya, berarti ucapan Kak Ryan tentang calon istri itu benar. Dan hal yang paling gila, calon istrinya itu aku.

Oh Tuhan, pikiranku ternyata benar. Papa dari Kak Ryan yang bernama Pak Remon itu menjelaskan padaku kalau beliau berniat datang untuk melamarkanku untuk anak tunggalnya. Kini, mereka semua menanti jawabanku. Ya atau tidak? Kalau tidak, aku bisa melupakannya dengan mudah. Ah tunggu dulu, dengan mudah? Buktinya ditinggal dia selama bertahun-tahun aku masih saja memikirkannya. Kalau begitu...

Cinta Kembali DatangWhere stories live. Discover now