22. Satu Fakta

80.3K 6.3K 576
                                    

Jangan lupa vote dan komen!

......

Setelah beberapa hari Resha Dikurung di kamar oleh ketiga kakaknya. Hari ini ia memberanikan diri untuk berangkat sekolah. Ia sudah bosan harus terus-terusan dikurung didalam kamar dan tidak boleh pergi kemana-mana. Apalagi sekarang ia harus menghadapi 5 pria. Bukan hanya Papa dan ketiga kakaknya. Ada satu orang yang akan siap memarahinya jika ia berontak ingin pergi ke luar. Siapa lagi kalo bukan Braga?

Semenjak mereka resmi berpacaran, tidak ada yang berubah dalam diri Braga. Dia hanya sedikit lebih possesive terhadapnya namun tetap sama saja selalu menjengkelkan.

Seperti saat ini, lihat saja. Dia ikut-ikutan berdiri didepannya sambil melipatkan tangannya. Mengikuti gaya ketiga kakaknya dan jangan lupakan Papanya juga.

Melihat mereka yang masih terdiam sambil menatapnya datar. Resha menggigit bibir bawahnya. Lalu menatap mereka memelas.

"Aku udah gak papa, lihat nih udah sehat!" Ia memutar badannya sambil tersenyum lebar.

Akes menggeleng. "No! Kembali ke kamar dan istirahat!"

Resha cemberut lalu ikut menggeleng.
"No! Aku udah sehat!"

"Mata kamu sembab, gak suka!" ujar Aka singkat.

"Ini habis nonton drakor."

"Bukan karena patah hati?" sindir Sanca melirik Braga disampingnya.

Resha mendengus. "Braga gak ngapa-ngapain aku!"

"Cih!" gumam Aka memutar bola matanya malas.

Januar yang sedari tadi diam menggelengkan kepalanya. Ia menghampiri putri kecilnya. Dan mengusap kepalanya lembut.

"Kamu beneran udah sehat?"

Resha mengangguk antusias. "Udah!"

Januar tersenyum. "Yasudah, pergilah asal ingat pesan papa. Jangan jauh-jauh dari mereka,oke?"

Resha mengangguk lagi dan langsung memeluk Papanya sangat erat.

"Papa paling the best!"

Ia melepaskan pelukannya dan menatap para pria dibelakang Papanya sambil memjulurkan lidahnya.
"Aku gak mau bareng kalian! Aku mau di anterin sama Papa!"

"Gue?" tanya Braga.

"Gak mau, lo ngeselin!"

"Pmmfhtt.." Sanca menahan tawanya.

"Sama abang deh ayo? Papa ada meeting, nanti telat," bujuk Akes mendapat gelengan dari Resha.

"Mampus." gumam Sanca.

"Sama abang mau?" kali ini Aka menawarkan diri. Dan jawabannya tetap menggeleng.

Saat Sanca ingin membuka mulut, Resha langsung menunjuk menyuruhnya diam.

"Aku mau sama Papa! Ayo Pa!" Ia menggandeng Lengan Januar dan pergi keluar rumah sambil bersenandung kecil. Membuat Januar terkekeh.

"Ini semua gara-gara lo!" kesal Braga menoyor jidat Sanca dan berlalu pergi.

"Emang kayaknya lo udah rindu ke Boyo, ya?!" Akes Menjitak kepala Sanca dan berlalu.

Sanca mendengus, matanya menatap Aka yang juga menatapnya.
"Apa?! Ditoyor udah! Dijitak udah! Kali ini apa lagi?!"

Aka menghampiri Sanca dan tersenyum miring.

"EH GUBLUK AKA!! LO KENAPA JAMBAK RAMBUT GUE ANJIR! WOY SAKIT! LEPASIN AKASETAN-AWW KOK MAKIN KENCENG SIH ANJING?!"

Braga (Sudah terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang