Chapter Twelve

76 8 0
                                    

Sebuah tangan membelai rambut gue dengan lembut, membuat gue tersadar dari alam mimpi. Gue pun mengerjapkan mata gue sambil mengumpulkan kesadaran gue sepenuhnya. Gue terkejut ketika melihat mama berada di sebelah gue sambil tersenyum hangat.

"Mama?"

"Mama bangunin kamu, ya? Maaf, ya," ujar mama lalu kembali mengelus rambut gue.

"Gak kok, ma. Mama kok bisa di sini?," tanya gue.

"Mama gak boleh di sini, ya?" Mama balik bertanya sambil terkekeh.

"Maaf ya, ma, semalem aku gak pulang. Pasti mama khawatir," ujar gue.

"Kepala kamu sakit gak? Pusing mungkin? Tadi mama liat ada benjolan di kepala kamu," ujar mama.

"Aku gakpapa, ma. Gak ada yang sakit, kok," jawab gue.

"Kamu gak mau cerita sama mama? Tentang kemarin malam?," tanya mama dengan hati-hati.

Gue pun mempersiapkan diri gue agar bisa kuat menyampaikan semuanya secara gamblang pada mama. Setelah menarik napas yang cukup dalam, dan gue mencoba mengontrol semua emosi yang ada dalam diri gue, gue pun mulai menceritakannya pada mama.

"Aku lembur semalem buat kerjain semua laporan dan presentasi dan harus dikasih semua ke Pak Ansel. Waktu aku naik lift ke ruangannya, satu lantai gelap dan gak ada orang sama sekali. Aku tetep ke ruangannya yang juga gelap dan di sana dia malah mau lecehin aku."

"Kamu pasti shock banget semalem. Apalagi satu tahun lalu kamu juga ngalamin hal serupa," ujar mama begitu khawatir.

"Aku gakpapa, ma. Mike selamatin aku," ujar gue menenangkan mama.

"Mama bener-bener lega banget sekarang rasanya lepasin kamu ke Mike. Dia itu sumber kebahagiaan kamu dan dia juga sayang sama kamu tulus banget. Mama bisa lihat dari cara dia pandang kamu," ujar mama sambil menggenggam tangan gue erat. "Mama harap kamu bisa bahagia sampai nanti sama Mike, ya," lanjutnya.

Gue sangat terharu mendengar ucapan mama. Tanpa sadar setetes air mata jatuh dari mata gue. Tak terasa waktu berjalan cepat. Rasanya baru kemarin hidup berdua sama mama, menjalani kehidupan di bangku sekolah. Lalu, mulai terbiasa hidup berdampingan dengan papa dan Jay. Kini, tak lama lagi gue akan hidup dalam bahtera pernikahan, membangun keluarga gue sendiri.

"Ini mama bawain baju kamu sama salep tradisional supaya benjolan di kepala kamu cepet kempes. Kamu mandi, gih, terus langsung pake obat dari mama, ya," ujar mama lalu menyeka air mata gue.

Gue pun tiba-tiba teringat sesuatu. Hari ini adalah hari Sabtu. Hari di mana pihak keluarga gue dan Mike akan melakukan fitting baju untuk acara pertunangan kami. Gue pun langsung bangkit berdiri.

"Ma, Mike di mana, ya?," tanya gue.

"Di bawah kayaknya."

Gue pun meninggalkan kamar dan menuruni anak tangga, mencari keberadaan Mike. Setelah mendapatinya tengah menonton televisi di ruang keluarga, gue pun menghampirinya.

"Kamu udah bangun, sayang?," ujar Mike lalu merangkul tubuh gue.

"Keluarga kita harus fitting hari ini. Kamu lupa?," tanya gue.

"Inget, kok," jawab Mike santai.

"Kamu kok gak bangunin aku buat siap-siap. Ini udah jam sepuluh loh. Kita janji jam setengah satu sama pihak butik," ujar gue yang mulai panik.

"Aku sengaja mundurin jadwalnya. Kamu tadi tidur pules banget, pasti masih capek banget. Kamu juga butuh recovery. Kita bahkan belum cek ke dokter," jelas Mike.

Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang