Bab 18

2.3K 236 8
                                    

Aku menutup pintu kamar dengan perasaan tak tentu. Ku lihat Suamiku tengah asyik bermain dengan ponselnya dengan posisi siap tidur.

Bang Hima. Aku antara sedih dan bahagia dia telfon setelah beberapa lama dia tidak menghubungiku. Sepertinya di marah dengan tidak jadinya aku berangkat menyusulnya.

Aku menarik nafas berat mengingat sampai saat ini belum juga aku infokan detil alasan pembatalanku mengambil beasiswa disaat saat terakhir.

Tadi dia kembali menanyakan alasanku kenapa batal dan aku hanya bungkam tak menjelaskan apapun. Kesal dan lelah, terdengar dari suaranya bang Hima yang tak lama langsung menhentikan sambungannya.

Aku sempat terisak kecil ketika hubungan komunikasi kami terputus. Bang, maafin Rana.. nanti ada saatnya Rana kabari.

Mimpi itu masih ada, masih terus mencengkram didalam bawah sadarku. Tapi saat ini aku bisa apa Bang?

Aku menarik nafas panjang lalu bergegas ke toilet untuk berwudhu sebelum tidur.

Ku lirik sekilas meja rias dimana undangan wisuda ku letakkan. Ternyata masih belum bergeser dan masih belum terbuka juga.

Ada yang bergetar dihatiku saat ini. Ternyata Aa gak peduli dengan wisudaku. Mungkin siapa aku buat dia masih belum begitu penting. Jadi momen wisuda itu gak berarti apa apa buat dia.

Ku rebahkan tubuhku dan menarik selimutku hingga sebatas dagu. Bersiap untuk tidur.

Ku lirik Aa masih fokus dengan ponselnya. Dari samping gini, sosok suamiku itu tetap saja terlihat tampan dan mempesona. Tapi sikapnya masih belum bisa ditebak.

Kadang marah marah dan jutek. Kadang manis semanis madu seperti malam kemarin.

Mataku mulai terpejam dengan merapal doa tidur dan beberapa dzikir pengantar tidur yang biasa aku panjatkan.

"Ran.."

Tiba tiba saja aku mendengar Aa memanggilku pelan. Mataku kembali memicing lalu kepalaku menoleh ke arahnya.

Ku lihat dia sudah tak bermain ponsel lagi dan kini tengah menatapku lembut. Gusti, suami siapa sih ini bikin aku mendadak meleleh..

Uhukss.. kenapa bikin aku merinding? Jangan bilang dia mau minta yang itu

"Kamu dah ngantuk?"

Aku masih menatapnya lalu mengangguk kecil.

Suamiku ikutan berbaring lalu memiringkam badannya ke arahku. Deg, entah kenapa jantungku berdetak agak cepat saat ini.

"Rana.. Aku mau minta maaf soal hari ini yang marah marah gak jelas. Sorry yaa.."

Aa minta maaf? Aku mendadak Lega mendengarnya. Berarti benarkah dia serius ingin memulai berteman denganku?

"Kenapa marah marah Aa?" Tanyaku penasaran.

Mata kami bersibobrok dan dia menatapku intens. Tangannya tiba tiba menyentuh kepalaku dan mengelusnya pelan. Jantungku.. seperti melompat lompat tak karuan.

Duh Aa, baper nih Rana Aa..

"Gara gara si Jaja sih .. Aa jadi kesel.."

Aku tersenyum kecil mendengarnya. Seriusan gara gara temannya itu? Kan dia dah pernah aku jelasin kalau aku gak sengaja gitu bareng Jave

"Jangan sekali kali ngerespon dia ya.. abaikan dia aja.. inget ya Ran!"

Aku berdehem kecil ke arahnya

"Emang kenapa sama Aa Jave sih? Kan dia teman Aa tuh.."

Wajah suamiku itu mendadak merengut lalu menatapku tajam

Cinta Luar Biasa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang