Tahun baru

118 2 0
                                    

Pukul 23:00. Tidak seperti biasanya, Monumen Nasional ramai sekali pada malam hari. Ratusan orang berkumpul, mulai dari keluarga, sanak saudara, bahkan sepasang kekasih yang menantikan detik-detik akhir pergantian tahun. Tempat yang seharusnya sudah sepi itu, dipadati oleh hingar bingar suka cita masyarakat sekitar bahkan wisatawan.

Jakarta Night Festival, acara tahunan yang digelar dikawasan monas. Panggung musik yang berdiri megah diantara kerumunan, dengan musisi ibu kota Jakarta yang ikut meramaikan. Tidak hanya satu tempat, Bundaran HI dan Ancol pun tak kalah ramai untuk merayakan.

Berbeda dengan dua manusia yang sedang duduk disofa panjang depan televisi, mereka lebih memilih menghabiskan waktu dirumah, menonton layar kaca yang baru saja meliput berita tentang kemeriahan berbagai tempat penting di Ibu kota. Ruangan yang didominasi warna putih itu tampak berserakan, bantal sofa tergeletak sembarangan, puluhan snack dimeja, disofa sampai bungkusnya yang ada dilantai.

"Itukan punya aku. Ngapain kamu makan, Andri!" Cewek yang sedang bersila diatas sofa berseru garang, memelototkan matanya kearah objek yang dengan santainya memakan snack miliknya.

"Iya punya kamu. Yang bayar aku." Disebelahnya, cowok berhidung mancung yang sedang duduk sok cool itu menoleh, menjawab ringan.

Dengan melempar bantal yang ada dipangkuannya cewek itu membalas. "Nggak ikhlas banget jadi orang. Pelit!"

"Iya, Rania. Cowok pelit yang bayarin snack kamu sampai tiga ratus ribu."

Ucapan itu sontak membuat Rania nyengir lebar, sebelah tangannya menepuk pundak Andri pelan. "Iya, iya, aku tarik pelit dari nama belakangmu." Ia menjeda perkataannya seraya terkekeh panjang. "Tapi besok traktir martabak ya?"

Andri langsung berdecap, memutar bola matanya malas. "Kepala isinya makanan doang."

Rania mendengus sebal, merebut paksa snack ditangan Andri. "Nggak cuma pelit. Tapi, sombong juga. Otak pintermu nggak guna kalau buat ngerendahin orang lain tahu nggak? Awas aja kalau peringkat legendarismu kegeser, aku hina kamu sepuasnya, Andri!"

"Rakus." Andri merespon pendek meraih remot dimeja. Tak mau memperpanjang perdebatan. Rania kalau ditanggapi, cewek itu akan membalas panjang lebar. Malah membuatnya kesal sendirian, jadi lebih baik diam, menerima dengan lapang.

Melihat reaksi Rania yang seakan tidak terima channel televisinya ia pindah, Andri menaikan sebelah alis kananya. "Mau ke Monas juga?"

Rania menggeleng, sebelah tangannya sibuk dengan snacknya, sebelahnya lagi memegang handphone yang barusan bergetar singkat.

"Stop dulu makannya, Ran. Jangan dibarengin, nyasar kehidung baru tahu rasa."

"Seneng kan? Punya sahabat multitalenta kaya aku? Udah gitu cantik lagi." Cewek bernama Rania Ashita itu berceloteh sambil mengetik dilayar ponselnya, tak ketinggalan tangan kanannya cekatan memasukan snack kedalam mulutnya.

Andri menghela nafas, sahabatnya ini punya kadar percaya diri yang ketinggian.

Beginilah rutinitas mereka, setiap malam pergantian tahun Andri akan menemani sahabatnya itu dirumah, sepanjang malam mereka habiskan dengan duduk didepan layar televisi seperti tahun-tahun sebelumnya, sesekali berdebat berebut remot televisi atau saling mengganggu satu sama lain. Tidak ada pesta kembang api, tidak ada jagung bakar, tidak ada keramaian selain percakapan dan tawa mereka berdua.

"Rania...." Suara perempuan paruh baya menginterupsi, membuat Andri dan Rania menoleh.

Rania meletakan handphonenya, bergegas mengecilkan volume televisi, ia tersenyum. "Iya, Tan."

"Kamu belum makan malam?" Ibu Andri bertanya selagi mendekat membawa susu hangat untuk mereka berdua.

Rania menggeleng. "Rania masih kenyang, Tante."

Memory and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang