Perempuan Beruntung itu Aku

59 0 0
                                    

"Sesuatu yang berharga, nggak cuma dinilai dari segi materi."

***

"Rania lama! Katanya ngambil handphone!"

Andri berseru diambang kamar. Cowok bertubuh tinggi itu berdiri, dengan tangan yang berada disaku celana.

Selepas merampungkan sarapan, Rania bilang mau mengambil handphonenya yang ketinggalan didalam kamar. Namun, berlalu sudah lima menit Andri menanti diteras rumah, Rania tak kunjung datang. Dan ketika Andri menemuinya, cewek itu malah sedang duduk santai, mengutak-atik ponsel genggamnya didepan meja rias.

"Berisik, masih pagi juga." Rania bergumam menyahuti, jari lentiknya kerap menari diatas keyboard handphone.

Andri menunjuk-nunjuk jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Mau jam tujuh ini. Main handphonenya nanti kalau disekolah bisa kan?"

"Nggak ada pelajaran, kenapa harus buru-buru. Berangkat dulu gih sana." Rania menanggapinya dengan cuek.

Andri berdiri dibelakang Rania, melongokan kepala, lima detik kemudian, ia berdecak panjang. "Ck.... nanti juga ketemu disekolah. Berlebihan banget pake chatingan segala."

Perkataan Andri membuat Rania memutar badan, manik mata hazel-nya menatap cowok yang sudah mengintip kolom chatnya dengan Riza. "Ngintip! Jomblo kepo!" Ia mendorong kepala Riza.

"Heh! Dibilangin bener malah ngata-ngatain." Andri berujar malas. "Kamu mau dihukum Bu Armi lagi? Cewek nakal."

"Aku nggak nakal ya!" Rania setengah menjerit.

"Suka tidur waktu jam pelajaran. Disuruh ke perpus, ngumpet dipojokan kantin. Jadwal piket, kabur. Setiap pelajaran olahraga, ngakunya pusing, tiduran di uks. Ulangan harian, bawa contekan, difotokopi udah gitu diperkecil. Itu bukti yang nggak ter-elakan."

Kontan perkataan Andri membuat Rania menggebu-gebu, ia melipat dahi sebal. "Paham kok, aku ini bukan anak olimpiade kaya kamu! Yang penting kan, aku masuk tiga besar dikelas. Wle...."

Dengan tingkahnya yang sering membuat Bu Armi (wali kelas Rania) mengelus dada, sahabatnya ini memang punya peringkat yang bagus dikelasnya. Yang Andri tahu, Rania memang bunyinya nyaring, tapi dia berisi.

Andri memang melihat salinan materi, yang di-copy sekaligus diperkecil pada meja belajar Rania, namun itu bukan miliknya. Yaitu, ulah Topan, teman sekelas Rania yang rajin membagikan modal kepekan sebelum ulangan harian kepada teman sekelas.

"Udahan, Rania." Ujar Andri melihat Rania yang malah menumpukan kepala diatas meja, mesam-mesem memperhatikan roomchatnya.

"Sana deh, Dri! Sirik banget!" Rania menyahuti tanpa mengalihkan pandangnya dari layar, sembari mengetikan balasan untuk Riza.

"Kasmaran boleh, tapi jangan buta waktu." Andri menjulurkan tangannya asal kearah handphone Rania.

"Andri! Yah.... aku ngetik apaaan coba!" Kesalnya saat menatap chat yang barusan ia kirim ke Riza berantakan. "Ih! Ngeselin banget sih!" Rania sontak menarik dasi yang melingkar dileher Andri.

Andri menyentak tangan Rania dari dasinya. "Coba aja, Riza tahu sifatmu yang ini. Dia pasti kabur. Tahu kalau cewek yang lagi dekat sama dia ternyata jelmaan nenek lampir." Gerutu Andri selagi mengaitkan dasinya kembali. Sayang, penampilannya yang sudah rapi terpaksa jadi berantakan akibat kemarahan Rania.

Memory and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang