Tentang Keluarga

51 1 0
                                    

Rania berpikir, akankah dirinya memilih pergi dengan Riza? dan kembali membuat Andri kecewa?

Rania menggeleng pelan, menjauhkan teleponnya dari telinga. "Enggak apa-apa." Balasnya kearah Andri. Ia tidak mungkin mengecewakan Andri lagi kali ini.

Sebenarnya Rania juga ingin pergi dengan Riza. Apalagi ia penasaran kenapa suara Riza tidak seperti biasanya. Tapi, ia juga tidak boleh egois dengan Andri.

Rania menghela nafas kembali menempelkan handphonenya ke telinga.
"Emm, maaf tapi aku nggak bisa malam ini, Za." Jawabnya pelan.

Riza diam beberapa saat, laki-laki itu tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Ia tidak bisa memaksakan kehendak Rania atas kepentingan dirinya sendiri.
"Ah begitu...."

"Aku sebelumnya udah ada janji dengan Andri, sungguh aku minta maaf ya...." Kata Rania, ia merasa bersalah. Ia juga harus jujur mengatakan alasannya menolak ajakan Riza.

"Itu bukan sebuah kesalahan Rania, nggak apa-apa." Kembali terdengar tawa diseberang.

"Kalau gitu, aku ngajak kamu lain waktu. Kali ini aku bilang dulu, biar nggak keduluan siapapun ya." Kata Riza semangat.

"Okay. Sampai jumpa pada hari itu," Tawa Rania. Hatinya menghangat mendengar suara Riza kali ini.

"Sampa jumpa."

Panggilan pun terputus setelah mengucap sampai jumpa. Rania meletakan handphonenya. Ia menyandarkan tubuhnya kembali.

"Riza mengajakmu keluar malam ini?"

Rania mengangguk. "Hmm,"

"Maaf-"

Rania menengok kearah Andri, tatapannya membulat. "Aku nggak suka denger kata maaf tanpa arti kaya gitu! Nggak salah apa-apa juga, kenapa minta maaf sih?" Rania kesal. Padahal ia tidak sama sekali bermaksud menyalahkan Andri. Ia hanya ingin menepati keputusan yang ia pilih.

"Kamu nggak nyadar waktu teleponan sama Riza? Berapa kali kamu bilang maaf!"

"Kamu emang suka bikin aku kesel!" Rania meraih handphonenya, bangkit darisana menuju kedalam rumah lewat pintu samping. Disusul Andri yang terkekeh melihat Rania merengut seperti itu.

***

Laki-laki bernama lengkap, Riza Azhar Ariyad, mendudukan tubuhnya pada sofa ruang tengah. Ia menghela nafas panjang setelah menutup teleponnya dengan Rania. Padahal Riza berharap, malam ini bisa pergi dengan perempuan itu, kemanapun asal ia tidak berada dirumah. Ia ingin menghindari acara memuakan, seperti yang sering terjadi sebelumnya. Tapi, kali ini mungkin waktu sedang tidak berpihak kepada dirinya.

"Sudah memikirkan akan kabur? Kemana lagi kali ini?"

Riza menoleh, menatap Riyad, ayahnya yang masih memakai stelan kantor, duduk disebelahnya. Laki-laki paruh baya itu menyeringai menatap putra bungsunya.

"Kamu sengaja bukan melakukan hal itu? Melewatkan acara minggu lalu dan kemarin? Jawablah!" Ayahnya bertanya dengan meninggikan suaranya.

Riza hanya mengangguk.

"Ayah sering bilang, kamu jangan semena-mena sama ayah, Riza. Apa kamu nggak paham kalimat itu?!"

"Maaf." Sahut Riza pendek. Ia menunduk.

"Malam ini kamu harus datang. Ayah nggak perduli apapun alasanmu,"

Memory and YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang