23

53 8 2
                                    

//

Kita bagai bongkahan batu imajinasi yang terjebak pada konstelasi semesta. Seolah terselip dalam hancur leburnya dunia saat krisis paling parah. Merangkak, menggelepar, menengadah berharap belas kasih air hujan.

Bersandar pada dinding-dinding kaca optis tembus pandang yang bisa pecah kapan saja. Berpegangan pada ambang batas, terombang-ambing pasang surut suratan takdir.

Sesakit dan semenyedihkan itu.

Tapi aku tetap menginginkanmu.

[15.57]

Jeruji ImajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang