14. Chocolate Donut 4U

40 4 0
                                    

Jemari lentiknya mengetuk meja di hadapan. Satu tangan menopang dagu dengan meja sebagai tumpuan. Matanya sayu dan terkantuk-kantuk. Begitu kepala hampir tertunduk, ia tegakkan lagi dengan sentakan yang mengagetkan pelanggan di meja sebelah.

ia mengecek arloji yang terlingkar di pergelangan tangan kirinya. Jam menunjukkan pukul setengah sebelas.

Sudah hampir tiga jam ia menunggu di kafe yang dijanjikan, tetapi orang yang ditunggunya justru tak kunjung datang. Sudah berkali-kali pula gawainya menelepon dan mengirimkan WhattsApp, yang didapat hanyalah suara operator dan centang dua abu-abu.

Gadis berambut hitam yang terjuntai hingga punggung itu menghela napas. Iris sekelam malamnya menyusuri setiap inci lantai dua kafe. Nuansa merah muda dan love menjadi tema kafe di Hari Kasih Sayang. Banyak sekali dua insan berbeda jenis kelamin sedang bersenda gurau dengan raut bahagia.

Raut wajah gadis itu muram seketika. Hatinya mendung. Bertanya-tanya ke mana perginya sang kekasih hingga tak kunjung datang.

Puri meraih tas selempang biru dengan renda pita yang tergeletak di sampingnya. Baru saja gadis itu hendak berdiri, suara seseorang yang dikenal memanggil namanya.

"Puri."

Puri mengurungkan niat untuk bangkit. Kepalanya menoleh cepat ke asal suara. Seorang pemuda berambut hitam legam dengan iris hazel menatapnya ramah. Dia Yuma, pemuda yang sudah menjadi kekasih Puri selama satu tahun belakangan.

Setelah tiga jam tak ada kabar dan membuat Puri menunggu, orang yang ditunggunya akhirnya datang. Puri memasang wajah datar. "Terima kasih sudah membuatku menunggu selama tiga jam, Al."

Yuma menatap Puri dengan wajah tanpa dosa. "Oh, Puri sudah menunggu lama? Berarti aku telat, ya?"

Pertanyaan polos yang keluar dari mulut Yuma itu berhasil menyulut amarah Puri. Setelah membuatnya menunggu selama tiga jam, Yuma merasa tidak melakukan kesalahan begitu?

Puri menarik napas panjang lalu mengembuskannya. Mencoba menahan amarah yang hampir meledak. Jika saja Yuma bukan kekasihnya, Puri mungkin sudah melempar pemuda narsis itu ke segitiga bermuda.

Puri bersedekap dan menatap Yuma sengit. "Kamu gak bisa lihat sekarang sudah jam berapa?" tanya Puri sinis.

"Ehm ...." Yuma melirik jam dinding yang ada di sisi kiri. "Jam setengah sebelas."

"Dan ini sudah lewat tiga jam dari waktu janjian," ucap Puri. "Kamu ngapain aja, sih? Udah dateng telat, aku telponin gak diangkat, WhattsApp juga gak dibaca. Gak ada kabar sama sekali."

Yuma segera mengecek ponselnya. Dan benar saja, ada dua puluh pesan WhatsApp dan dua belas panggilan masuk dari Puri.

Perasaan bersalah tiba-tiba menyergap hati Yuma. Pemuda itu akui, ia bersalah karena telah membuat Puri menunggu terlalu lama.  Puri tampaknya benar-benar marah pada Yuma. Membuat Yuma makin merasa bersalah.

"Puri ... Puri jangan marah. Iya, aku salah. Maafkan aku," sesal Yuma dengan wajah memelas dan sendu.

Melihat Yuma seperti itu, malah Puri yang merasa bersalah. Haduh ... kenapa Yuma bisa seimut ini, sih? Puri jadi tidak bisa marah, kan!

"Baiklah, kali ini kumaafkan." Puri mengembuskan napas pasrah.

Wajah Yuma ceria kembali. Tanpa aba-aba, ia langsung memeluk Puri lalu duduk berhadapan dengannya.

"Sebagai permintaan maaf, aku traktir Puri donat deh!"

Puri tidak melarang. Gadis berambut hitam itu duduk terdiam. Memandang wajah pemuda yang sudah menjadi kekasihnya selama setahun belakangan ini.

Kumpulan Cerpen Fanfiction FLCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang