Bukankah lebih bagus disiksa dulu??
Aku,Julian,Ayah,Pangeran Huttson, dan 8 pengawal tadi pergi menuju pelabuhan. Kami menaiki kapal besar milik keluargaku. Berlayar menjauhi daratan dan sampailah kami di lautan yang konon banyak ikan hiu berkeliaran laut ini. Selain hiu nya banyak, laut ini termasuk sangat dalam, memungkinkan Julian tidak akan selamat.
Ayahku menepuk pundakku membuatku menoleh terkejut. Ia memberikanku sebuah pedang kesayangan Ayahku.
"Ee... ayah... untuk apa ini??" Tanyaku sambil menerima pemberian Ayah.
"Kau hebat nak... kau bisa menghukumnya dengan kejam... sekarang.... kau yang akan melakukannya.." ucapku mengangguk paham dengan pelan dan gemetar. Dengan badan gemetar ku sodorkan ujung pedang kearah Julian yang sudah diujung kapal.Ku bergerak maju, membuat Julian bergerak mundur hingga ia jatuh ke air.
Aku merasa berdosa.
Aku membunuhnya.
Kami pun kembali lalu ku bermaksud mengembalikan pedang milik Ayah. Ku menyerahkan pedang miliknya dengan sopan.
"Tidak. Ini memang untukmu."
Ucap Ayah sambil tersenyum lalu pergi meninggalkanku.Ayah, tersenyum.
Tak pernah ku lihat Ayah tersenyum kepadaku. Ini pertama kali nya ia tersenyum kepadaku. Tragisnya cerita hidupku.
Aku pun kembali menuju kamarku lalu ku pajang pedang Ayah tepat di dinding atas kasurku. Seharian setelah kepergian Julian aku hanya bisa merenung merasa bersalah sedalam-dalamnya. Malam pun tiba. Bibi memohon kepadaku untuk makan malam. Karena aku belum makan dari pagi. Aku menolak ajakan Bibi. Aku langsung menuju tempat tidur,merebahkan diriku, menyelimuti seluruh badanku lalu terdiam. Aku belum ingin tidur. Aku hanya diam diatas kasur sambik memikirkan dosa besarku yang sudahku perbuat.
"Tuan putri ingin tidur??"
Tanpa menjawab aku memutar badanku ke arah kiri kasur.
"Baiklah.. Saya undur diri.." ucap Bibi berjalan menuju pintu, mematikan lampu lalu menutup pintu secara perlahan.
Saat Bibi menutup pintu. Sebenarnya aku belum tidur. Lebih tepatnya tidak bisa tidur. Aku pun terjaga hingga pagi hari datang.
/////////////////////////////
Pagi hari pun datang.
Bibi mengetuk pintu lalu meminta izin kepadaku untuk masuk. Aku pun mempersilahkannya untuk masuk.
Aku pun terduduk diatas kasurku. Bibi membuka tirai besar tepat disamping kasurku. Ku menoleh kearah kaca disamping kasurku. Terlihatlah matahari terbit dengan perlahan.
"Tuan Putri... apakah anda tidak tidur semalaman??" Tanya bibi berhati-hati.
"Ya." Jawabku padat,singkat,jelas.
Terlihat sekali jika aku belum tidur karena mata pandaku. Bibi pun menghembuskan nafas pendek. Lalu Bibi menyiapkan peralatan mandiku. Air hangat dengan bunga mawar diatasnya, di bathub/bathup(?)ku dan lain-lain. Aku pun dengan malas pergi menuju kamar mandi lalu ku rendam seluruh badanku. Dengan bantuan pijitan nyaman Bibi membuat seluruh rasa pegal dibadanku hilang. Dengan aroma mawar yang harum menjernihkan pikiranku. Ku menutup mataku lalu kurasakan kenyamanan yang luar biasa. Namun itu hanya untuk sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Princess
FantasySemua kisah putri itu tidak ada dalam diriku! Menceritakan seorang putri yang dibenci semua orang karena jelek..... ia tak mengenal ibunya... ia berkeinginan untuk kabur dari kerajaannya dan mencari keberadaan ibunya. . Semua akan berakhir . Itu ya...