BAB 6

8.4K 336 4
                                    

Tugas kelompok pertama di semester ini. Rafa alias Rara terpaksa satu kelompok dengan Rafa. Nomor absennya yang dekat membuat mereka harus satu kelompok. Untung saja Rara masih satu kelompok dengan Edi, Raihan Edi Wibowo, si pria yang bisa menghibur Rara.

Mereka sedang berdiskusi di bangku Rara dan Rafa, membahas tugas kelompok mereka, membuat sebuah drama untuk pelajaran Bahasa Indonesia.

“jadi gimana nih? Kita mau bikin drama apa? Gue bener-bener buntu ide” ujar Sena. “sialnya kelompok kita cuma kebagian satu cewek. Bakal rada susah buat bikin dramanya” tambah Tristan.

“tunggu, ceweknya cuma gue?” tanya Rara terkejut, baru sadar bahwa dirinya hanya perempuan sendiri di kelompok ini. Padahal nama Vina tepat dibawah nama Tristan, jika saja satu kelompok boleh beranggotakan 9 orang.

“iya, lo baru sadar?” seru Putra. Rara mendesah pelan, meskipun bekerja dengan laki-laki jauh lebih efektif ketimbang bekerja dengan perempuan, tetap saja Rara butuh seorang perempuan untuk menemaninya.

“kalo kata gue sih mending ceritanya tentang 7 cowok yang ngejar 1 cewek yang sama. Ceweknya itu Rara” ujar Edi. “terus kita tuh sebenernya sahabatan. Gara-gara Rara kita semua jadi pecah” lanjutnya. Rara merasa itu ide buruk, ia tak mau dijadikan pemeran wanita utama.

“gue ogah ah. Cerita lain dong Ed” gerutu Rara. “eh justru kata gue itu ide bagus. Simpel, tapi ngena banget” timpal Panji. Rara  mendesah pelan, adakah cerita lain yang bisa menjadikannya pemeran pembantu?

“gue setuju sama Edi” ucap Rafa tiba-tiba. Rara terkejut dan menatap Rafa tak percaya. “gak ribet, bener kata Panji. I vote for Edi” lanjut Rafa. “I vote for Edi” tiru Sena. “I vote for Edi too” tambah Tristan.

“oke kalo gitu fix ya cerita Edi yang dipake. Nah kalo gitu baru kita bikin naskahnya” Tama mengeluarkan laptopnya dan mulai menuliskan plot yang akan diceritakan. Sungguh, rasanya Rara terjebak diantara pikiran-pikiran singkat mereka.

-

Rara baru saja akan pulang ketika Edi memanggilnya dari belakang. Edi mengajaknya ke kantin untuk membicarakan tentang tugas mereka. Drama mereka akan dimulai 3 minggu lagi, dan mereka harus sudah menyiapkan naskah, kostum, dan latar yang digunakan.

“Tama tadi udah janji bakal nyelesein naskahnya lusa, jadi kita bisa latihan hari Sabtu nanti. Soal kostum sama latar belum gue omongin tadi. Menurut lo gimana?” tanya Edi. “gimana apanya?” Rara tak mengerti maksud Edi. “lo kan gak setuju awalnya, gue takutnya lo gak mau terus lo pengen ngusulin cerita lain. Mumpung naskah belum Tama beresin” jelas Edi.

“gue... gue gapapa deh. Kasian yang lain, biar gampang juga kan katanya” jawab Rara, meskipun separuh hatinya masih tak mau. “bener ya? Sorry banget, gue gak maksud jadiin lo korban kok. Tenang, biar gue suruh Tama buat bikin dialog lo gampang diinget” ujar Edi bersemangat. Rara terkekeh, Edi begitu baik padanya.

“sebenernya gue mau ngomongin sesuatu sama lo Ra” Edi tiba-tiba mengubah nada bicaranya menjadi serius. Rara terdiam sejenak, mungkin sesuatu yang penting akan Edi katakan. Edi pun mulai menjelaskan sesuatu, membuat Rara terkejut dibuatnya.

-

Haidar baru saja akan mengendarai mobilnya menuju kantornya ketika melihat Mira sedang berdiri didepan gerbang sekolah sendirian. Hari sudah semakin sore, dan Mira masih saja berada di sekolah. Padahal angkot sudah mulai jarang lewat.

Haidar menepi lalu membuka kaca jendela.

“Mir, nunggu siapa?” tanya Haidar agak berteriak.

“nungguin angkot Dar” jawab Mira sambil tersenyum.

Married with Mr. DetectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang