3. 🍂 Arerny

345 34 13
                                    

Tanpa pikir panjang Risa langsung melangkah mengejar Penyihir.
"Maaf, Nek!... Maafkan kami, kami butuh pertolongan saat ini!" Lirih Risa, "apa nenek mau menolong kami?" Risa setengah memelas, tidak ada cara lain! Bahkan ini adalah satu-satunya kesempatan.

Kembali berhenti dan menatap Risa.

Wajah penyihir itu berkerut, garis-garis ketuaan di muka itu terkesan lebih jelas, menjadikannya sedikit mengerikan.
"Arerny!" Ucapnya agak lantang, tidak begitu sepadan dengan usianya yang habis di makan waktu, "itu namaku! Jangan panggil aku nenek!"

🍁🍁🍁

Sepanjang perjalanann tidak ada yang mengeluarkan suara, mereka melangkah mengikuti jejak Sang Penyihir. Setelah permintaan Risa yang di terima dengan baik, mereka kembali berjalan dengan kesepakatan 'Diam dan jangan berisik'. Semua yang ada di sekitar mereka tampaklah aneh, tapi Para peri tau... Jika setiap dunia pasti beda, di tambah Peri Pemburu yang cukup banyak pengetahuan lewat perjalanan, atau pengalaman mereka yang membuat hal itu tidak menarik perhatian, bahkan biasa saja.

Bentuk tumbuhan yang mengerikan, batu besar berserakan, bahkan ada jamur yang bersinar, tapi menyemprotkan cairan hijau kental saat ada yang menyentuhnya.

Risa sedikit memekik ia tak sengaja menyentuh jamur aneh, Risa
hanya peri biasa -menurut dirinya- yang tidak mengetahui dunia luar. tentu dunia manusia tidak masuk dalam kategori itu, sebab ia pernah nyasar ke sana, dan harus berurusan dengan manusia.

Alaska.

"Sudah sampai!"

Risa sedikit terlonjak dengan ucapan penyihir itu, dan berusaha menarik pikirannya ke dunia sihir.

"Di sini!" Teriak Vi histeris.

Tempat yang mereka pijak lebih terkesan aneh, menurut Risa. Mungkin para Peri pemburu seperti mereka tidak akan begitu peduli dengan keadaan dunia sihir; jika saja tidak ada tanaman yang berusaha melilit kaki Dirga, atau sejumput rumput dengan ujung seperti jarum, dan masih banyak lagi. Itulah yang membuat Vi teriak seakan akan bunga besar bergigi yang di sisinya, akan melahap dirinya.

Arerny; penyihir wanita yang sudah tua. Ia menyentuh tanaman bak tali tambang yang kini berhasil melilit pada kaki Dirga, setelah tangan keriput itu memegang dengan erat, tanaman itu langsung menegang dan berubah seperti batang besi yang mirip tambang, tapi tetap menancap pada tanah. Seketika Dirga menjauh. Tanaman itu kembali melemas setelah Arerny menjatuhkannya, dan kembali bergerak mencari mangsa lilitan.

"Tentu tidak di sini-" perkatannya terputus saat Darla menjerit sambil menghentakkan kakinya ke tanah untuk beberapa kali. "Apa? Apa yang kau lakukan?" Serobotnya langsung menghampiri Darla dan meneliti apa yang di injak oleh peri wanita itu.

"Bunga itu menjijikan!" Darla membentak. wajahnya merah tidak karuan, "Rupanya tidak seperti sifatnya!" Darla menunjuk tanaman yang hampir hambis oleh kakinya, bunga itu unik; setiap kelopaknya berbeda warna, daunnya kecil-kecil berbentuk bintang.

"Kau baru saja menyiksa dia!!" Gerutu Arerny dengan lirikan tajam pada sang pelaku.

Darla memasang wajah kaget campur marah, tidak terima jika Penyihir itu malah menyalahkannya, alih-alih mengobatinya.

"Bunga itu menyakiti wajah Darla!" Sergah Biggo yang mencoba membersihkan wajah Darla dari lendir merah juga lengket.

Arerny hanya berdecak. Sibuk mengurusi tanaman liar itu.

"Sudahlah!" Ujar Dirga menengahi. "Aku tidak ingin tertangkap para penyihir itu hanya karena tanaman!" Dirga menekankan setiap katanya.

Vi hanya tetap terdiam, dia berusaha tidak sedikitpun menyentuh tanaman dan berusaha menghindar.

Entah apa yang dilakukan Arerny pada tanaman itu, lagipula para Peri tidak peduli! Tapi akhirnya selesai.
"Lewat sini...." Tangan keriput itu di angkatnya ke atas. Seketika portal atau pintu? Entahlah... Tapi bersinar melebar memberi jalan. "Kalian bukan penyihir, jadi aku harus lakukan ini." Jelasnya tanpa ada yang merespon.

Risa ingat sesuatu, Ia teringat kunjungannya pada rumah Evans. Apa sebagai penjagaan mereka memblok jalan masuk? Hingga jika bukan kawanan yang sejenis tidak bisa menembusnya ke dalam.

Meski takut atau tidak mau, Darla masuk setengah terpaksa; mungkin karena lendir di wajahnya itu tidak mudah di hapus atau karena sikap Arerny? Sebab ia lebih peduli pada tanaman yang hampir membakar wajah Darla dengan lendir merah bak lahar.

Biggo sedikit menyeret Vi untuk masuk mengikuti Arerny, Vi tidak takut tapi ia tidak begitu menyukai tanaman di dunia sihir. Tanaman dunia peri lebih menawan dan aman begitupun di dunia manusia.

Sekilas Risa menengok pada Biggo yang masih saja memaksa Vi masuk dengan tarikan bahkan mendorong. Tidak! Biggo sibuk, ia perlu orang yang tidak ada pekerjaan; seperti Dirga yang mulai melangkah menyusul Biggo.

Sebelum Dirga lenyap dari pandangannya, Risa sedikit berlari untuk mensejajarkan langkahnya dengan Dirga.
"Aku khawatir pada Evans dan Ex... apa mereka akan baik-baik saja?" Tanya Risa mendongak agar dapat melihat ekspresi wajah lawan bicaranya.

Kening Dirga mengerut saat pertanyaan Risa terdengar lirih.
"Kau mengkuatirkan mereka?" Dirga mengulang maksud Risa. "Urus dulu dirimu sendiri! Kita belum dalam zona aman! Kita masih dalam bahaya." Jelas Dirga bersungut-sungut.

Risa menundukan kepalanya. Mereka memang dalam masalah, tapi... Lebih baik tetap bersama meski dalam bahaya kan? Daripada berpisah seperti ini.

"Mereka Peri kelas kakap. Dan kau, entahlah Vi-pun masih lebih unggul daripada kau. Jadi, pikirkan dirimu sebelum orang lain!" Ujar Dirga lalu meninggalkan Risa yang mencoba mencerna ucapan Dirga.

Vi lebih unggul dariku....

🍁PERI NYASAR🍁

Hayooo...
Next?

Seminggu belum y🤔

Hahahay... Maaf kalo tiba-tiba saya hiatus tanpa pamit.



Cerita ini masiiih akan tetap jalan meski update lagi entah kapan.

🧚

Peri NyasarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang